24

585 27 3
                                    

Author's P.O.V

"Ehehe, kak Kemal, kan?"

Kemal lalu menoleh ke bawahnya untuk menghadap kearah sang gadis mungil di depannya ini. Saking pendeknya, bahkan Kemal harus menunduk untuk menatap adik kelasnya ini. Jelaslah, tinggi Anna saja hanya sebatas pundaknya.

Kemal sempat menyadari akan kekikukan si gadis ini, ia benar-benar ingin tertawa. Menurutnya, sangat menggemaskan apalagi dilengkapi dengan pipinya yang berubah menjadi warna ke-merah muda-an.

Namun niatnya itu ia urungkan saat mengingat kalau cewek di depannya ini adalah anak dari teman mamanya. Sayangnya, ia terlalu pikun untuk mengingat nama sang adik kelasnya ini. Semacam orang lansia saja ya, si Kemal.

"Iya?" Tanya Kemal sambal menatap mata si adik kelasnya ini. Ia benar-benar tidak tahan untuk tidak tersenyum saat ini.

Si adik kelasnya ini malah semakin kikuk.

"Ehehehe, kenalan ya kak?" Tanya sang gadis itu yang langsung disusul dengan cengiran lebarnya. Baru Kemal menjawab dengan senyum santai-nya dan anggukan khasnya, si adik kelas itu langsung melanjutkan kalimatnya.

"Aku Arianna, kak. Panggil aja Arianna," ujar Anna sambal mengulurkan tangan kanannya dengan kikuk.

"Salam kenal ya, kak," lanjut Anna lagi yang langsung dibalas dengan uluran tangan Kemal serta senyumannya.

"Kem, ayo buruan udah ditungguin Pak Subroto tub dibawah," ujar teman Kemal yang culun dan berkacamata itu—menginterupsi adegan saling tatap-menatap antara Kemal dan Anna.

Kemal melepaskan uluran tangannya dengan Anna sambal tersenyum, lalu berkata, "Udah ya? Gue kebawah dulu."

"Hmm, oke."

"Anjrot, cie Anna ngeblush HAHAHAHA"

Anna's P.O.V

Gue langsung berlari sedetik setelah Kemal turun tangga. Gue berlari kearah tangga terdekat—tapi bukan yang dilewati Kemal tadi. Ah, pokoknya gue bener-bener harus ngumpetin muka gue kalau ketemu Kemal. Sumpah ya, demi apapun tadi tuh malu-maluin banget.

Kan gue harusnya udah kenal dari dulu, tapi ngapain coba tuh Sisca pake acara gak percayaan dan maksa gue buat kenalan langsung di depannya dia. Beuh, emang dia pikir siapa sih.

But, to be honest aja, gue ngerasa jantung gue kayak abis lari marathon keliling GBK. Belum lagi dengan keadaan pipi gue yang memanas mulai sejak awal gue ngomong ke Kemal. Aneh, padahal seinget gue dulu biasa aja deh.

Gue sekarang cuman berdiri dengan tololnya di depan kaca di dalam toilet sampai Sisca datang dan menydarkan gue dari lamunan.

"Elah, Na, tegang amat sih lu, selow lah, ToD doang kok," ujar Sisca di belakang gue sambil menatap gue malalui cermin.

"Hish, iya gampang lu ngomongnya, Lah gue? Deg deg an macen orang paan tau."

"Yeh, udeh ah, gue mau basket dulu, duluan ye, dadah!" Lalu Sisca ninggalin gue di toilet sendirian.

How kamvret is that.

Gue berjalan keluar dari toilet meniju aula. Gue pengen cepet-cepet pulang terus bobok. Ngantuk banget demi apapun.

Tapi sayangnya, langkah gue terhenti pas gue ngeliat ada Kemal lagi berdiri di depan gerbang aula sambil ngobrol sama Pak Subroto. Itu loh, guru kesiswaan yang galaknya minta ampun.

Bingung gue musti apa. Yaudah gue cengirin aja pas dia ngeliat gue. Eh, kampretnya, dia ga ngebales cengiran gue. Yang ngebales malah temennya yang culun itu. Huft.

***

Beberapa hari kemudian...

Gue berjalan menaiki tangga dengan rasa malas. Baru pagi-pagi aja mood gue udah gak enak gini. Gimana gue mau ngelanjutin hari ini.

"Ih, jauh banget sih tangganya," dumel gue sendiri.

"Emang."

Gue langsung mematung seketika pas denger suaranya. Reflek, gue pun berhenti, menyebabkan siapapun yang ada di belakang gue nabrak tas ransel gue karena gue emang berhentinya mendadak banget.

Pas gue nengok ke belakang gue, taunya ada Kemal.

Ah,God, what kind of day is this.

Kemal cuma ngeliatin gue dengan alis bertaut, agak kesal mungkin? Dia cuma ngeliatin gue sambil ngelus-ngelus jidatnya, yang mungkin barusan abis nabrak tas ransel gue.

"Eh, hai, kak," kata gue dengan tersenyum kikuk.

"Hai."

Singkat, padat, jelas, dingin.

Kata-kata diatas pas banget buat mendeskripsikan Kemal saat ini.

Sekarang gue jalan di tangga dengan Kemal persis di belakang gue. Aduh, bener-bener awkward banget deh gak ngerti lagi.

Fix. Untungnya gue sekarang udah nyampe di lantai 3 alias lantai dimana kelas gue berada.

"Duluan ya kak," kata gue pada Kemal sambil hendak berlari sedikit.

Tapi, tiba-tiba....

"Eh, tunggu!" Teriaknya di belakang gue.

The Ugly TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang