4

1.5K 94 4
                                    

UTS telah berakhir. Anna dan Gaby mulai merencakan apa yang akan mereka lakukan setelah UTS. Mereka telah merencakan akan menonton film bersama. Gaby langsung memberikan ide untuk menonton marathon di bioskop besok setelah mendengar berita bahwa besok libur dikarenakan guru-guru akan rapat membahas rapot tengah semester.

Karena UTS baru berakhir, maka tempat duduk dibebaskan oleh wali kelas. Tidak perlu ditanyakan lagi, pasti Anna duduk bersama Gaby.

Gaby yang kini sedang tergila-gila dengan Calvin, memaksa Anna untuk mencari tempat duduk yang letaknya berdekatan dengan tempat duduk Calvin. Anna hanya bisa tersenyum saat sahabatnya itu membicarakan tentang Calvin melulu.

Anna sedang duduk di bangkunya. Sendirian. Ia ditinggalkan oleh Gaby yang sedang mondar-mandir kelas untuk mencari bangku yang letaknya dekat dengan Calvin. Untuknya sih duduk dimana saja tidak masalah.

"Annaaa duduk disitu aja yoook, tapi lo duduknya yang sebelah kiri ya. Soalnya kalo duduknya di sebelah kanan, sebelah kanannya persis itu Calvin. Aaaaaakkkh"

Gaby begitu antusias mendapat tempat duduk yang berdekatan dengan Calvin. Melihat itu, Anna hanya bisa tersenyum miring saja. Ya lagi pula harus seperti apa? Namanya juga sahabatnya, pasti ikut mendukung saja kan.

Pelajaran pertama siap dimulai. Bu Dewi telah memasuki kelas. Setelah memberi salam, ia memberi tahu kalau sekarang tempat duduk tidak boleh bebas atau pindah-pindah lagi. Ia mengatakan kalau denah duduknya sama seperti sebelum UTS.

"Ibu kasih waktu lima menit dari sekarang untuk pindah ke tempat semula. Ga pake ribut!"

Lalu Bu Dewi pergia ke meja guru dan mulai memeriksa hasil-hasil UTS. Semua murid langsung tergopoh-gopoh balik ke tempat masing-masing.

***

Pelajaran Bu Dewi sekarang udah selesai dan digantikan dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Pelajaran yang menurut Anna sendiri sebenarnya mudah... tapi mengapa... nilainya selalu saja jeblok di mata pelajaran tersebut. Tiap kali diberikan tugas, Anna mengerjakannya dengan cepat karena menurutnya mudah dan tidak ada bandingannya dengan matematika atau ips, mata pelajaran favoritnya itu. Memang sih. Tapi tetap saja Anna selalu mendapat nilai jelek. Termasuk hari ini.

Pak Yoga, guru mata pelajaran bahasa indonesia kelas 8 ini langsung memasuki kelas 8A, kelas Anna, saat bel berbunyi. Dengan sigap, ia menerangkan tentang materi yang baru. Karena semua murid merasa telah memahami materi baru kali ini, Pak Yoga tidak segan-segan memberikan tugas segudang untuk diselesaikan semua muridnya sebelum jam pelajaran berakhir.

Anna ogah-ogahan mengerjakan tugas yang diberikan Pak Yoga. Membaca soalnya saja sudah membuat kepalanya berdenyut-denyut.

Dengan sangat terpaksa, Anna mengerjakan tugas sialan tersebut. Kalau bukan gara-gara tugasnya akan dikumpulkan hari ini, lebih tepatnya kurang dari dua jam lagi, Anna yakin seratus persen tidak akan mengerjakannya.

Anna lalu mulai membuka buku cetaknya dan menatap berapa banyak soal yang harus dikerjakan. Anna hanya bisa melotot menatap buku cetaknya. Ternyata soal yang harus dikerjakannya sebanyak 20 soal! Masih mending kalau soalnya itu pilihan ganda. Tapi ini?!?! Soanya uraian!

Bisa mabok nih gue ngerjainnya. Huft. Bikin gondok banget sih tu guru tua bangka. Udah tua, gatau rasa kasihan lagi. Oke, Anna, tenangin dulu perasaan lo, abis itu baru kerjain tugasnya dengan tenang. Tarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan. Huuuuuuuuf. Haaaaah, sekarang udah enakan deh, oke mulai baca soal nomor 1.

1 menit

2 menit

3 menit

Lah, soal macem apa ini?!?!? Gue mana ngerti soal beginian? Baru baca 1 soal aja udah bikin perut mules banget. Gimana mau ngerjain 20 soal? Bisa-bisa, gue udah kecipirit di korsi ini mah.

Anna yang semula sibuk dengan pikirannya akhirnya memutuskan untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Tidak peduli apakah jawaban-jawabannya salah atau benar.

60 menit kemudian...

Kafka yang baru saja selesai mengerjakan tugasnya menoleh ke sebelah kirinya. Ia mendapati Anna yang sedang menggaruk tengkuknya yang ia yakini sebenarnya tidak gatal sama sekali. Kali ini Dewi Fortuna berpihak pada Anna. Kafka dengan gemas memberikan jawaban nomor terakhir pada Anna.

"Itu jawabannya ada di halaman 140, Na. Tadi kan udah dikasih tau Pa Yoga." Ujar Kafka dengan lembut.

"Eh? Iya, trims." Kafka yang tiba-tiba menjadi sangat lembut itu membuatnya salah tingkah. Apalagi saat menyadari kalau ternyata Kafka sedari tadi hanya memandangi Anna tanpa berkedip. Ia yakin, pasti saat ini mukanya menjadi semerah kepiting rebus!

Saat Anna telah selesai menulis jawaban terakhirnya, Anna menutup buku tulisnya dan tersenyum lebar.

"Akhirnya, selesai jugaaaaaaa" ujar Anna sedikit kencang. Ia tidak menyadari kalau sekarang ia sedang dilirik sinis oleh Pak Yoga. Kini Anna menjadi kikuk lagi setelah menyadari kalau ternyata Kafka masih menatapnya dengan senyumnya. Dagunya ia topang dengan tangan kanannya sehingga ia bisa menatap Anna terus-menerus.

"Ada apa?" Tanya Anna dengan polosnya. Kafka tetap menatap Anna tanpa bergerak se-incipun. Ia pun menjadi sedikit risih diperhatikan seperti itu. Anna pun akhirnya menepuk kedua tangannya tepat di depan wajah Kafka. Kafka langsung tersadar dari lamunannya. Senyumannya yang sedari tadi ia pasang tiba-tiba lenyap digantikan dengan manyunan di bibirnya.

"Eh... gapapa" jawab Kafka yang menjadi salah tingkah juga. Anna lalu hanya mengangguk kecil lalu mengeluarkan selembar kertas HVS dan sebatang spidol Sharpie-nya. Kini, ia siap membuat doodle sambil mengisi waktu kosong.

Daripada ngelanjutin sesi awkward moment-nya bareng Kafka mendingan bikin doodle ajalah.

Tiba-tiba Kafka mengambil napas dalam-dalam dan mengeluarkannya. Membuat suara yang keluar dari mulut Kafka terdengar jelas oleh Anna. Anna sempat berpikir, mungkin Kafka sedang bimbang akan suatu hal. Sebenarnya, ia sempat memiliki ide untuk menanyakan ada hal apa. Namun, ia akhirnya mengurungkan idenya tersebut dan lebih memilih untuk pura-pura tidak peduli saja.

Kesunyian diantara mereka berdua terus berlanjut. Anna kini yang sedang asik dengan doodle-nya tidak menyadari kalau Pak Yoga sudah menyuruh untuk mengumpulkan buku tulis. Kafka pun akhirnya mengguncang pelan pundak Anna untuk menyadarkannya dari keasikannya. Anna pun langsung menoleh dan menaikan alis kirinya.

"Itu... buku tulisnya udah disuruh ngumpulin. Mau gue kumpulin sekalian gak?" Kafka mengatakannya dengan sangat pelan. Namun, sepelan-pelannya Kafka berbicara, pasti Anna masih dapat mendengarnya.

"Oh, iya, boleh deh" ujar Anna seraya memberikan buku tulisnya pada Kafka sambil tersenyum manis.

Kafka lalu mengambil buku tulis Anna. Namun sebelum Anna mengambil Sharpie-nya, Kafka langsung menggenggam erat pergelangan tangan Anna. Anna terpekik kaget. Ia hanya menatapi Kafka dengan bingung.

Tiba-tiba...

"LO TAU GAK SIH?" ujar Kafka dengan  kencangnya hingga sempat membuat beberapa teman sekitarnya menengok ke arah mereka berdua. Sebelum Anna sempat menggelengkan kepalanya, Kafka melanjutkan kalimatnya.

"Lotaugaksihsebenernyagueitusayangsamalo."

Yap, Anna memang tidak begitu mendengar perkataan Kafka dengan jelas. Namun, ia tentu mendengar beberapa kata terakhir yang diucapkan oleh Kafka.

Gue sayang sama lo

Anna hanya melebarkan matanya menatap Kafka yang kini hanya tersenyum dengan getirnya. Ia pun tidak sadar telah mengatakan "hah?" dengan tololnya.

Sebelum Kafka sempat menjawabnya, Pak Yoga langsung berdeham di depan. Ia lalu mengatakan sekali lagi untuk lekas mengumpulkan buku tulis kalau tidak mau mendapat nilai merah. Kafka pun langsung melepaskan pergelangan Anna dan langsung tergopoh-gopoh mengejar Pak Yoga yang udah ngibrit keluar kelas.

Tinggallah Anna sendiri di mejanya dengan mulutnya yang masih menganga lebar. Ia masih bingung dengan apa yang barusan terjadi. Otaknya pun mereka ulang berkali-kali apa yang barusan terjadi. Apa benar kalau Kafka sebenarnya suka dengan Anna?

The Ugly TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang