15

702 44 2
                                    


Hohoho. I'm back with new chapter.
Happy reading, ya!
Jangan lupa untuk berikan vote dan commentnya hehehe.

----------------------------------------------------------------------

Drrrrt drrrrt

Drrrt drrrrt

Eh ada telpon masuk dari Matthew.

"Halo," kata suara di seberang sana.

"Hai," bales gue.

"Anna, kayaknya kita mendingan..." tiba-tiba Matthew berhenti ngomong.

"Mendingan apa?" Tanya gue.

"Mendingan temenan aja deh." Kata Matthew agak ragu.

"Hah? Kenapa?" Gue kagetlah. Jelas.

"Gue nggak bisa ngelakuin ini lagi. Gue tau lo ga pernah suka sama gue kan. Gue tau lo sukanya sama Kafka. Gue ga bisa maksa lo, Na." Terdengar suara tarikan napas yang panjang di seberang sana. Kedengeran berat banget.

"Lah? Apaan sih, Matt? Gue nggak ngerti..." kata gue pelan.

"Yaudah, besok gue jemput terus kita ke cafe deket rumah lu aja, gue mau ngomong sesuatu soalnya hehehe," Matthew ngomong kayak ada sesuatu ganjel.

Ya iyalah, dia kan mau mutusin lu. Bloso amat dah lu.

"Ya udah, kita ngobrol nanti lagi ya, gue harus pergi dulu," kata Matthew lalu memutuskan sambungan.

Gue bener-bener kaget sumpah hari ini. Yang pertama, gue harus nerima kenyataan kalau Kafka udah pindah ke Hongkong. Kedua, lah gue malah mau diputusin sama Matthew. Kurang perfek apaan lagi hari ini.

Gue mau bobok juga nggak bisa. Kepikiran terus sama apa yang bakalan diomongin Matthew.

Keesokan harinya...

Gue udah siap nunggu mobil Matthew dateng di depan pager rumah. Tapi dari jam 9 dan sekarang udah jam 11 dia belom dateng juga. Dua jam gue nunggu. Macem tai. Udah gitu, LINE sama BBM gue ngga dibales. Boro-boro dibales, di read aja ngga sama sekali.

Daripada gue lumutan nunggu Matthew, mendingan gue balik ke kamar aja buat bobok. Toh, kalo Matthew mau putus mah, putus weh. Bilangnya, Kafka cowok brengsek padahal mah sendirinya juga kayak gitu. Nggak ngaca. Mungkin nggak punya. Jadi pengen gua beliin kaca.

Baru aja gue lagi buka pager rumah, tiba-tiba ada mobil Kijang Innova warna hitam minggir di depan rumah gue. Persis depan rumah gue.

Mobilnya teh gelap banget. Serem sia. Ya udah, gue buru-buru masuk ke dalem rumah. Tapi, sebelom gue sampe teras rumah, ada orang manggil-manggil gue. Ternyata Matthew. Tadinya gue mau marah-marah, tapi males ah. Buat apa, kan cuma buang-buang energi doang.

"Sorry aku telat banget," kata Matthew menghampiri gue di depan pager rumah.

"Iya, gapapa, 2 jam DOANG kok, selow aja," kata gue sambil nyindir. Iyalah, daripada gue ampet-ampet kan? Lagian, harusnya dia masih bersyukur belom gue bentak. HAHA.

"Ya, maaf. Tadi di Bunderan macetnya parah banget. Ada kecelakaan gitu katanya mah," ujar Matthew dengan pelan. Takut kalo gue marah kayaknya.

"Oh macet ya, sampe lupa ngabarin gitu..." sekali lagi gue nyindir.

"Hape aku tadi lowbatt," kata Matthew sambil sok sok masang muka sedih. Bukannya kasian malah geli HAHAHA.

"Ih, alesan banget. Yaudah, sekarang mau ngomong apaan?" Tanya gue sambil kesel.

The Ugly TruthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang