Previously on The Ugly Truth...
Ditengah-tengah permainan kita, tiba-tiba Oliver berhenti lalu memelukku. "Gue kangen lo, ti. Maaf ya gue kadang jadi brengsek. Kalau lo diapa-apain cowok lapor ke gue langsung ya. Gue bakal jagain lo selalu," Ucap Oliver dengan lembut di telingaku. Aku hanya tersenyum sambil membalas pelukannya dan menenggelamkan wajahku di dadanya. Iyalah, di dadanya bukan di pundaknya. Terlihat jelas kalau Oliver dan aku beda jauh tingginya.
"Gue juga kangen lo, jelek." Kataku dengan pelan sambil tertawa kecil.
Kudengar Oliver sempat tertawa sebentar lalu kurasakan ada sebuah tangan besar yang mengusap rambutku dengan sangat lembut.
----------------------------------------------------------------------
Biasakan ngevote dulu ya :)
please, jangan jadi silent readers
Silahkan tinggalkan vomment
happy reading all!----------------------------------------------------------------------
Mulai sejak hari Minggu itu, Kafka selalu ngejauh dari aku. Walaupun kita masih sebangku, tapi kita udah jarang ngobrol kayak dulu lagi. Becanda. Contek-contekan. Curhat. Dan banyak lagi.
Sedangkan sekarang? Kafka malah bikin geng sama Linvia dan kawan-kawannya itu. Apalagi kalau pelajaran Inggris, duduknya boleh bebas, pasti dia langsung pindah, bikin kelompok berempat bersama gengnya; Kafka, Linvia, Reza, dan Clara.
Lebih mengenaskannya, Linvia sama Clara itu sahabat tapi mereka berdua suka sama satu orang yang sama. Siapa? Kafka. Wow. Hebat kan?
Mereka berdua bikin geng ini, cuma biar bisa deket sama Kafkanya aja. Sedangkan Reza itu sahabat terdekatnya Kafka, suka sama Linvia, makanya dia yang maksa-maksa Kafka buat bikin geng itu.
Sebenernya, Kafka sendiri nggak pernah pengen bikin geng sama Linvia dan Clara. Aku tau dari mana? Ya, dari Kafkanya. Setau aku, dia selalu sebel sama Linvia dan Clara. Apalagi sama gengnya Linvia yang dulu.
Aku sendiri nggak tau kenapa Kafka jadi berubah sekarang. Apalagi kalau pas jam istirahat, pasti dia langsung sok sibuk.
Sekarang udah jam istirahat. Hari ini mama nggak ngebawain bekal lagi. Aku memutuskan untuk langsung ke kantin tanpa atau dengan Gaby. Karena aku terlalu lapar.
Namun, saat aku keluar kelas, aku melihat Kafka sedang berdiri di dekat pintu kelas. Aku dan dia sempat bertatapan. Tapi dia langsung mengalihkan tatapannya.
Tiba-tiba, Linvia dan Clara keluar dari kelas, dan mereka langsung dikagetkan oleh Kafka. Mereka bertiga pun bermain kejar-kejaran. Pas banget di depan aku.
Tadinya Kafka mau aku sapa. Tapi nggak jadi, karena aku takut mengganggu altivitasnya itu bersama mereka.
Sakit men liatnya. Pengen mewek saat itu juga. Pengen kabur ke negeri antah berantah.
Kejadian yang sama selalu terulang. Dia sok nggak ngeliatlah, lagi sok asik main sama gengnyalah, lagi sok ngerjain tugaslah. Pokoknya sok sibuk.
Kriiiiiing
Bel tanda pulang sekolah udah berbunyi. Kepalaku pusing banget selama hari ini. Oh iya, aku lupa. Kan tadi aku nggak jadi makan pas istirahat padahal udah laper banget. Dan cuman ada satu alasan untuk itu. Kafka.
Terakhir aku ke dokter, dokter ngasih tau kalau aku kena maag kronis. Ya, itu sejak Kafka ngejauh dari aku. Bikin aku cemburu tiap kali istirahat. Bikin aku nggak napsu makan. Bikin aku sakit.
Aku mencoba untuk turun tangga, tapi kepala aku lagi nggak bisa diajak kompromi. Otak, mata, sama kaki nggak singkron. Mata aku melihat semuanya beebayang. Kepala aku panas dan pusing banget. Kaki aku pegelnya setengah mampus. Dan perut aku, sakit nggak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly Truth
Teen FictionSebenernya, happy ending itu ada beneran gak sih? Apa karma benar - benar nyata? Apa kehidupan yang di novel - novel itu beneran ada? Yang selalu berakhir bahagia tanpa masalah? Yang dapat menjalani hidupnya tanpa beban? Jujur aja, gue belom tau gim...