Serahkan semuanya kepada Allah yang maha membolak-balikan hati manusia, yang maha pemberi cinta, dan yang maha mengetahui mana yang baik dan buruk.
-
-
-***
Setelah beberapa jam mendengar penjelasan Dosen, Hazel menghembuskan napas lega. Namanya Tristan, Dosen yang selalu menjadi sorotan mata para mahasiswinya. Tidak heran, jika para mahasiswi tergila-gila dengan Pak Tristan. Laki-laki berpawakan tinggi, kulit bersih berwarna kuning langsat, yang merupakan dosen paling muda di Kampus ini, terlebih statusnya masih lajang. Semakin terkagum-kagumlah para mahasiswi di Universitas Jakarta padanya. Tapi tidak untuk Hazel, gadis itu tidak sama sekali tertarik dengan Dosen yang kata teman-temannya sangat tampan itu.
"Ma syaa Allah, itu Dosen aura ketampanannya nggak ada yang menandingi," gumam Felin seraya tersenyum. Hazel menoleh ke samping, menatap sahabatnya yang tengah senyum-senyum sendiri. Dengan jiwa kejahilan Hazel yang tiba-tiba muncul, gadis itu menepuk bahu Felin keras membuat sahabatnya terlonjak kaget.
"Astaghfirullahaladzim, Zel!" Felin menatap Hazel kesal. Hazel terkekeh pelan seraya geleng-geleng kepala. Felin, jika sudah halu, pasti akan melantur ke mana-mana. Endingnya ya sepeti ini, kagetan.
"Kenapa, sih, Fel?" tanya Hazel setelah berhenti terkekeh. Felin yang tadinya kesal, dia menatap Hazel dengan cengiran khasnya. Beberapa detik kemudian dia menatap sahabatnya seperti tengah mengintimidasi.
"Eh Zel, kamu harus jujur sama aku, lho!" Felin memasang muka super serius seperti akan mengadili kasus pelanggaran hukum.
"Kamu pasti mau bahas tentang kejadian tadi di depan Kampus, kan?" tebak Hazel. Dia menghembuskan napasnya pelan. "Iya, aku udah menikah," lanjutnya. Felin sontak membulatkan matanya menatap Hazel tak menyangka.
"Serius, Zel?" tanya Felin meyakinkan. Hazel mengangguk mengiyakan.
"Zel, kamu——." Felin menggantungkan kalimatnya.
"Itu juga terpaksa, Fel," sela Hazel.
"Terpaksa? Maksudnya?" Felin mengerutkan dahinya heran. Kedua mata Hazel seketika berkaca-kaca seperti telah siap menumpahkan buih air matanya.
"Zel?" Felin bangkit dari duduknya lalu melangkah mendekati Hazel. Kemudian gadis itu menyentuh bahu Hazel lalu menatap wajah sahabatnya.
"Kamu nangis, Zel?" tanya Felin. "Maaf aku gak maksud bikin kamu nangis lho Zel, aku nggak akan tanya lagi masalah ini deh, maafin aku, ya." Felin merangkul tubuh mungil Hazel. Ia merasa bersalah. Hazel mengangkat wajahnya, menatap Felin yang memasang mimik wajah khawatir. Benar, kan, Felin sangat cerewet.
"Nggak apa-apa Fel, bukan salah kamu." Hazel tersenyum menatap Felin.
"Terus kenapa, dong?" Felin kembali bertanya. "Cerita sama aku, Zel," lanjutnya. Hazel mengangguk lalu menceritakan semuanya kepada Felin, sahabatnya.
Meskipun belum cukup lama Hazel bersahabat dengan Felin, namun ia percaya kalau Felin adalah sahabat yang baik. Bahkan Felin selalu memberi perhatian kepada Hazel dari hal kecil sekalipun, ya meskipun Hazel agak pusing mendengar cerewetnya itu.
"Ya Allah Zel, berarti sebelum meninggal Pak Ali sudah menerima lamaran ... Siapa tadi namanya?" tanya Felin.
"Mas Rayyen," jawab Hazel sungkan.
"Iya itu." Felin terkekeh pelan. "Tapi mungkin ada baiknya juga sih, Zel," lanjutnya. Hazel mengerutkan dahinya heran.
"Maksudnya?"
"Ya almarhum Papa kamu menerima khitbah Kak Rayyen pasti ada alasannya lah, Zel. Mungkin saja Kak Rayyen itu baik, nggak mungkin Papa kamu asal menerima gitu aja, kan?" tanya Felin seraya duduk di depan meja Hazel. "Kamu aja yang belum tau sisi baiknya Kak Rayyen," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love You [SELESAI]
RomanceRomance-Islami ⚠️Mengandung Unsur Kebaperan! Dijodohkan dengan laki-laki yang selama bertahun-tahun dia benci, yang merupakan mantan Kakak kelasnya sendiri. Laki-laki yang mengusik dirinya saat sekolah hingga pada akhirnya, diusia Hazel yang menginj...