17. Bidadarinya Rayyen

3.7K 346 3
                                    

Bahwa dunia yang tampak menyenangkan ini hanyalah sementara dan hanya akan menyisakan hisab yang panjang.

-
-
-



***

Hazel memerebahkan tubuhnya, rasanya sangat lelah beraktivitas seharian. Apalagi dirinya sempat mendorong motor milik Ais yang kehabisan bensin, kaki dan tangannya terasa sangat pegal saat ini.

Baru saja Hazelia ingin terjun ke alam mimpinya, ia merasakan kasur disampingnya bergerak seperti ada orang yang merebahkan tubuhnya. Tidak Hazel pikirkan, mungkin karena ia kecapean jadi pikirannya melantur ke mana-mana.

Hazel kembali memejamkan mata. Sebuah tangan kekar melingkar diperutnya membuat dirinya terpaksa harus membuka kedua matanya. Hazel menoleh ke belakang dan mendapati Rayyen yang tengah memeluknya erat.

"Aku rindu," bisik Rayyen.

Laki-laki itu menenggelamkan wajahnya diceruk leher Hazel, memeluknya erat seolah membayar semua kerinduan yang ia rasakan selama di kota Tegal Bahari.

Hazel sedikit terkejut mendapatu Rayyen yang tiba-tiba memeluknya. Kapan suaminya ini pulang? Bukannya dia mengabari istrinya pulang besok? Hazel tersenyum dan menghembuskan napasnya pelan. "Mas, kok kamu sudah pulang?" tanyanya.

"Allah mengabulkan do'a kamu, urusan aku di Tegal benaran cepat selesai, makanya cepat pulang ke sini," jawab Rayyen.

Hazel membalikkan badannya menghadap Rayyen. "Alhamdulillah, aku siapin kamu air hangat untuk kamu mandi, ya?"

Rayyen mengangguk tersenyum. Hazel beranjak dari ranjang lalu segera menyiapkan air hangat untuk suaminya mandi. Setelah itu, dia membuatkan teh hangat untuk Rayyen. Sifat perhatian Hazel itu yang selalu membuat Rayyen menambah kadar cinta untuknya. Rayyen benar-benar merasa dimanjakan sekali oleh istrinya itu.

Selesai mandi, Rayyen duduk disisi ranjang seraya memainkan ponsel miliknya.

"Minum dulu tehnya, Mas." Hazel menyodorkan teh hangat kepada Rayyen.

Pria itu tersenyum menatap sang istri disampingnya. Dia meletakkan benda pipih itu di atas ranjang lalu meraih teh hangat buatan sang istri kemudian meminumnya.

"Manis," ucap Rayyen seraya tersenyum manis pada sang istri. Hazel ikut tersenyum.

"Urusan kamu di Tegal sudah benar-benar selesai kan, Mas?" tanya Hazel seraya memijat lengan kekar Rayyen. Tuh, kan, bagaimana Rayyen tidak cinta, sedangkan Hazel selalu membuat Rayyen nyaman seperti ini.

"Sudah, sayang," jawab Rayyen.

"Kamu di sana nggak berantem, kan, sama Kak Rezza?" tanya Hazel lagi.

Rayyen menatap Hazel. "Memangnya kenapa?" balik tanya Rayyen.

"Kalian berdua, kan, saudara, Mas. Jangan suka adu mulut, nggak baik, lho."

Rayyen mengukir senyum dibibirnya lalu meraih tangan Hazel yang sedari tadi sibuk memijat lengannya.

"Tenang aja, dia udah nggak berani lagi sama aku," ucap Rayyen.

"Masa?" Hazel menaikkan kedua alisnya. "Kak Rezza bukan nggak berani Mas, tapi dia ngalah aja sama kamu," lanjutnya diakhiri kekehan pelan.

Rayyen berdecak kesal. "Sudahlah, jangan bahas si Jin itu. Mending tidur, sudah malam." dia tampak merajuk pada istrinya.

Hazel hanya tersenyum lalu mengangguk lalu naik ke atas kasur kemudian merebahkan dirinya disamping suaminya. Rayyen mengelus rambut Hazel lembut, tatapannya selalu menenangkan, sebuah senyuman saat menatap sang istri selalu ia ulaskan.

Because I Love You [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang