Rayyen duduk di depan teras rumah, tatapannya lurus ke depan. Sepertinya laki-laki itu tengah memikirkan sesuatu. Ntahlah, pikiran Rayyen saat ini memang sedang tidak baik-baik saja. Tiba-tiba Mama Widia datang lalu ikut duduk di kursi kosong disebelah Rayyen.
"Kamu nggak ke Kantor, Ray?" tanya Mama Widia. Rayyen menoleh, menatap wanita itu tersenyum.
"Ini mau ke Kantor, Ma," jawab Rayyen.
"Mau ke Kantor kenapa malah melamun di sini?" tanyanya lagi.
"Pengin dudukan dulu aja sebelum berangkat, Ma." Rayyen tersenyum ramah. "Mama mau nginep di sini?" tanyanya.
"Enggak, nanti sore Mama pulang," jawab Mama Widia.
Hening. Mama Widia merasa, sepertinya Rayyen memang sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Ray?" Rayyen menatap Mama Widia seolah siap mendengarkan apa yang akan wanita itu ucapkan. "Gimana dengan Hazel, dia udah bisa menerima dan mencintai kamu, kan?" tanyanya. Rayyen terdiam sejenak. Sebenarnya itu yang sedang Rayyen pikirkan sedari tadi. Tentang Hazel, istrinya itu. Ntah kenapa sulit sekali untuk meluluhkan hati Hazel.
"Alhamdulillah, Hazel menerima Rayyen kok, tapi untuk mencintai, Rayyen nggak yakin Hazel bisa melakukannya," jawab Rayyen diakhiri senyuman miris. Rasa takut Hazel pergi selalu menghantuinya.
Hazel memang bisa menerima Rayyen, dia bisa menetap. Namun dia tidak mencintai suaminya. Bisa saja suatu saat nanti dia akan pergi dengan alasan tidak cinta, kan? Itu yang Rayyen takutkan. Mama Widia tersenyum menatap Rayyen.
"Itu tandanya kamu belum bisa mengambil hatinya." Mama Widia menepuk bahu Rayyen pelan. Memang, Rayyen pun menyadarinya. Pria itu hanya terdiam lesu.
"Kalau kamu mau ambil hatinya, harus pakai, Ray." Mama Widia tersenyum menatap Rayyen yang juga tengah menatapnya. "Lakukan dengan baik, sabar dan kasih perhatian, karena Hazel itu gampang luluh kalau dikasih perhatian gitu."
"Perhatian?" Rayyen mengerutkan dahi heran. Selama pernikahannya, Rayyen selalu ragu jika harus bersikap lebih pada Hazel, karena dirinya takut Hazel akan semakin ilfil padanya.
"Iya, perhatian, Mama yakin kamu tau, lah."
"Tapi Rayyen takut nanti malah Hazel tambah ilfil sama Rayyen." Mama Widia terkekeh pelan mendengar ucapan menantunya itu.
"In syaa Allah, kalau kamu melakukannya ikhlas dari hati, pasti akan sampai ke hati juga, kok." wanita itu tersenyum menatap Rayyen yang masih saja memasang wajah masam.
"Rayyen selalu ikhlas melakukan apapun untuk Hazel, tapi—."
"Kamu harus yakin dong, Ray," sela Mama Widia. "Kamu harus sabar, dari dulu memang Hazel selalu jutek kalau sama laki-laki," lanjutnya. Rayyen menganggukkan kepalanya pelan. Baiklah, dia akan mencoba untuk lebih sabar kedepannya.
"Makasih ya Ma, in syaa Allah Rayyen akan coba. Rayyen minta do'anya, ya." Mama Widia mengangguk tersenyum. "Kalo gitu, Rayyen pamit berangkat ke Kantor." Rayyen meraih tangan Mama Widia lalu mengecupnya pelan. "Assalamualaikum, Ma," ucapnya, lalu beranjak pergi.
"Wa'alaikumussalam."
***
Suara ketukan pintu terdengar cukup keras, Hazel langsung beranjak dari duduk lalu membuka pintu kamarnya.
"Mama," gumam Hazel setelah membuka pintu. Dia terkejut, tidak biasanya Mama Widia mengetuk pintu sekeras itu. Wanita paruh baya itu langsung masuk kamar begitu saja, Hazel menatap Mamanya bingung lalu kembali menutup pintu.
"Hazel." Mama Widia menatap anaknya kesal sembari duduk disisi ranjang dengan kasar.
"Kenapa sih, Ma?" tanya Hazel bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love You [SELESAI]
RomanceRomance-Islami ⚠️Mengandung Unsur Kebaperan! Dijodohkan dengan laki-laki yang selama bertahun-tahun dia benci, yang merupakan mantan Kakak kelasnya sendiri. Laki-laki yang mengusik dirinya saat sekolah hingga pada akhirnya, diusia Hazel yang menginj...