30. Hazelia Ngidam?

4.3K 286 2
                                    

"Bidadari kalau lagi senyum manis banget lho, Nak. Nanti kalau kamu udah lahir, jangan kaget ya punya Mama seperti bidadari."

-Rayyen Alkhaisyurahman-



***

Setelah mengunjungi makam Rezza bersama Bu Sari dan Pak Rahmat, sekaligus mampir ke rumah orangtuanya. Rayyen dan Hazel berpamitan untuk pulang ke rumah. Terlihat wajah Hazel yang sangat kelelahan akibat hampir seharian melakukan aktivitas di luar rumah.

Mama Sari dan Rahmat turut mengantar anak dan menantu kesayangannya sampai di depan pintu.

"Ingat, jaga baik-baik istri kamu, Ray. Hazel sekarang lagi hamil besar, jangan kaget sama sifatnya nanti," ucap Mama Sari memberi peringatan.

"Siap, Ma. Pokoknya Rayyen bakalan jadi suami siap siaga." Rayyen merangkul tubuh mungil istrinya.

"Hm, awas aja nanti kalau tiba-tiba curhat ke Mama. Uring-uringan ke Mama soal Hazel."

Rahmat terkekeh pelan. "Emang sudah biasanya seperti itu Ma, Rayyen sukanya uring-uringan kalau Hazel lagi ngambek," ucapnya. Sang Mama tersenyum seraya menggelengkan pelan menatap putra sulungnya itu.

"Mama sama Papa kalau ngomong suka membekas di hati," balas Rayyen cemberut.

"Kalau aku membekas di hati kamu juga gak, Mas?" Hazel mendongak, menatap suaminya.

Rayyen menjawil hidung Hazel sebelum menjawab. "Kalau kamu membekasnya sudah permanen, gak bisa dihapus lagi."

Hazel, Mama Sari dan Rahmat tersenyum. Mereka sangat bersyukur, Rayyen kembali dalam dekapan mereka. Tapi disisi lain mereka masih menganggap jika ini seperti mimpi. Padahal baru kemarin Mama Sari mendekap anak angkatnya dengan penuh kasih sayang. Baru kemarin juga Rezza mengatakan,

"Rezza sayang sama Mama, tapi Rezza juga rindu sama kedua orangtua kandung Rezza."

Oh, jadi ini jawaban atas perkataan Rezza saat itu. Saat hari di mana Rayyen sudah diambang kematian dan ntah angin dari arah mana yang membawa Rezza, menguatkan langkah kaki lelaki itu untuk mendekap Mama Sari secara tiba-tiba. Dan membisikan kata-kata yang membuat Mama Sari bertanya-tanya pada saat itu.

Setelah mencium punggung tangan kedua orangtuanya, Rayyen dan Hazel bergegas pulang. Dalam perjalanan tatapan Hazel selalu tertuju pada suaminya yang tengah fokus mengemudi. Sebuah senyuman yang terukir indah melengkung di bibirnya. Rayyen menoleh ke samping sekilas. Melihat sang istri yang sedari tadi memperhatikannya.

"Kenapa ngeliatinnya gitu banget, sih?" tanya Rayyen yang sudah risih sekaligus malu mendapatkan tatapan dari istrinya itu.

Padahal, dalam hati dia bergumam, terus tatap aku sayang, jangan menatap ke arah yang lain.

"Gak boleh ya, ngeliatin suaminya sendiri?" senyum Hazel pudar. Dia mengalihkan pandangannya dari Rayyen.

"Eh, bukan gitu. Ya jelas boleh dong, boleh banget malah," jawab Rayyen antusias.

Hazel mengerucutkan bibirnya kesal. Kenapa sih, orang cuma ngeliatin doang, nggak sampai gigit, kok.

"Sayang," lirih Rayyen.

Hazel terdiam merunduk seraya memainkan jari-jarinya sendiri. Rayyen menghela napas pelan. Istrinya ini mendadak seperti anak kecil.

"Masa gitu doang ngambek?" tangan kiri Rayyen terulur mengusap pipi istrinya. Sedangkan tangan kanannya tetap pada tugasnya, menyetir mobil.

Sudut mata Hazel mengeluarkan air mata. "Ya Allah, kenapa malah nangis sih? Ada yang sakit?" tanya Rayyen cemas.

Tiba-tiba Hazel mengelus perutnya yang sudah lumayan besar dan mengatakan, "Sabar ya sayang, kamu pengin Mama ngeliatin Papa ya? Nanti ya, ngeliatinnya nanti kalau Papa lagi tidur aja, biar Mama gak dimarahin."

Because I Love You [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang