Yoongi sedang membersihkan meja yang beberapa menit yang lalu digunakan oleh sepasang kekasih yang memesan cukup banyak menu. Beberapa piring dan gelas telah masuk ke sebuah wadah yang berbentuk persegi panjang dengan tinggi mungkin sekitar 20 cm dan berbahan plastik berawarna coklat tua. Tangannya masih sibuk mengelap meja dengan sesekali menyemprotkan pembersih pada permukaan meja yang dilapisi kaca tersebut. Ia tidak sempat memikirkan kenapa ada orang yang makan berat di cafe hari ini hingga ia harus memasak cukup banyak menu malam ini. Ketika tangannya masih sibuk dengan pikiran yang melayang entah kenapa, Ken bahkan sampai datang membawa piring-piring kotor tersebut ke belakang tempat cuci piring samping menggelengkan kepalanya mendapati Yoongi yang masih melamun sambil mengelap meja tersebut.
"Lo mau ngelap sampai kacanya ilang ya?" cibir Ken yang kembali lagi untuk membawa beberapa gelas yang memang tadi tidak muat didalam wadah tempat piring kotor tersebut.
Yoongi sedikit terkejut, lamunannya buyar. Ia menoleh pada Ken yang sudah memegang empat gelas kotor ditangannya, "Lo harusnya nggak usah ambil, ini juga mau gue taruh belakang."
"Lo lagian mikirin apa sih? udah 2 hari ini gue shift bareng lo, dan lo sering banget bengong,"
Yoongi meliriknya sekilas. Menghembuskan napasnya kasar. Memang dia tidak bisa menghindari insting Ken yang kerap bekerja satu shift dengannya tersebut. Karena mereka berdua sering bekerja bersama membuat keduanya tidak bisa menyembunyikan sesuatu sama lain. Entah karena Ken pintar sekali dalam membaca ekspresi wajah seseorang atau Yoongi yang terlalu buruk untuk menyembunyikan ekspresi bahwa dia sedang dalam masalah.
"Gue udah bilang ya tai, kalau lo butuh bantuan bisa langsung ngomong sama gue."
Kini Yoongi mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Berbentuk persegi panjang berwarna emas. Terlihat begitu elegan dan berkelas. Ia menyodorkan kartu nama tersebut kepada Ken, "Gue dapet ini kemarin lusa."
Ken melotot kaget dengan apa yang ia terima, "Lo harusnya seneng dong, bego!" Ken memukul kepalanya dengan kartu nama tersebut.
"Tapi gue nggak mau utang budi sama orang itu lagi," ia menunduk dalam. Mendengarkan degup jantungnya sendiri yang begitu jelas. Sudah beberapa hari ini ia tidak tenang memikirkan kartu nama tersebut. Memang seperti jackpot jika dia bisa masuk perusahaan tersebut esok hari. Tetapi, ia mendapatkan jalan yang begitu mulus itu dari seseorang yang ingin ia lupakan kehadirannya. Ia, Min Yoongi, tidak ingin hutang budi lebih jauh lagi.
Tetapi ini kesempatan. Benar-benar sebuah keberuntungan untuk orang semacam gue.
Setelah sesi panas mereka beberapa saat yang lalu, Yoongi terbangun karena mendengar suara gaduh yang memaksanya terbangun dari tidurnya. Matanya mengerjap pelan. Ia mengecek ponselnya, tidak ada pesan ataupun panggilan tak terjawab. Sekarang pukul 2 pagi. Ia menoleh pada ruang sebelahnya yang sudah kosong.
Setelah mengenakan kaos dan celananya, ia berjalan kearah dapur dan mendapati seseorang yang menyapanya dengan senyum secerah matahari pagi, meskipun matahari belum bersinar tetapi sinar wajah dari lelaki dihadapannya tersebut mampu menggantikan peran matahari hari ini. "Lo kebangun ya gara-gara gue berisik?"
"Enggak. Gue emang haus." Yoongi meraih botol minum didalam kulkas dan duduk disalahsatu kursi didepan kulkas setinggi dirinya tersebut.
"Gue masak ramyeon banyakan, mau?" tawar Hoseok yang masih mengaduk ramyeonnya didalam panci diatas kompor dengan api sedang.
Yoongi hanya mengangguk.
Untuk beberapa saat mereka hanya diam dan fokus pada mangkuk masing-masing. Dalam waktu kurang dari 10 menit ramyeon tersebut habis tak bersisa, "Kenyang banget astaga!" Hoseok menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kayu berwarna putih tersebut sambil mengelus perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Meet Again
RomanceMungkin dulu kalo gue setuju sama Appa buat ngga tinggal di kostan, gue ngga bakal ketemu sama dia. Kim Seokjin, mahasiswa baru yang bertemu dengan Jeon Jungkook mahasiswa seni rupa tahun ketiga yang menempati kamar disebelahnya. Jeon Jungkook yang...