J Means Jun? (No, Jeon)

1K 127 31
                                    

Seokjin menyeret paksa kedua kakinya untuk masuk rumah. Sejujurnya ia tidak berani bertemu dengan Appanya sekarang. Ia belum siap. Kejadian beberapa jam yang lalu sungguh petaka untuknya. Bukan, bukan hanya untuknya. Tetapi keluarga dan nama perusahaannya. Bagaimana jika kejadian itu tersebar ke media. Bukan hanya namanya yang akan mendapat label buruk, tetapi juga turunnya harga saham Kim Corp secara menyeluruh. Namun, sekarang otaknya sedang tidak bisa bekerja dengan baik. Ia masih dirundung perasaan bersalah yang begitu mendesak hatinya. Tidak bisa berpikir jernih apalagi untuk mencari solusi.

Ia membuka lemari pendingin. Mengeluarkan sebuah botol dan duduk tak jauh dari lemari pendingin itu. Meneguk isinya hingga tinggal setengah, persetan dengan manner minum dengan gelas yang selama ini diajarkan kepadanya. Kepalanya sedang mengepul, perasaannya seolah terbakar rasa bersalah. Mengusak rambutnya kasar karena frustasi, bagaimana hal seceroboh itu harus terjadi pada orang yang penting untuk keluarganya. Kim Bodoh Seokjin.

"Sebenarnya apa yang terjadi, hm?" sebuah belaian lembut terasa di punggungnya yang masih berbalut jas hitamnya.

Ia menoleh dan mendapati Eommanya sudah duduk disamping kanannya. Mengenakan piyama panjang berbahan silk berwarna abu-abu dan menatapnya dengan iba. "Appa eodiseo?"

"Setengah jam yang lalu dia ke bandara,"

"Eomma ottoke?! Besok pasti Appa mendapat surat dari pengacara Nyonya Ji Hyun," Seokjin menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia ingin menangis sekarang, tetapi entah mengapa air matanya enggan keluar hanya untuk sekedar menjadi penenang.

"Makanya itu Appamu terbang ke Belanda, dia ingin bertemu langsung dengan suami Ji Hyun untuk meminta maaf." Ye Jin menepuk-nepuk pundak Seokjin untuk menenangkan putra semata wayangnya tersebut. Ia merasa sedih melihat anaknya frustasi seperti sekarang ini. Setelah mendapat penjelasan singkat dari pesan Seokjin beberapa waktu yang lalu, ia berusaha menghubungi Ji Hyun beberapa kali tetapi panggilannya diabaikan. Meskipun mereka dulu teman baik saat kuliah, tetapi bukan berarti Ji Hyun akan memberi toleransi terhadap sikap anaknya.

Seokjin menelungkupkan wajahnya pada kedua tangannya yang terlipat diatas meja. Ia membayangkan bagaimana jika Appanya dicaci maki oleh suami Ji Hyun saat berada di Belanda. Ingin rasanya menyusul Appanya dan meminta maaf dengan tulus, tetapi kedua orang tuanya melarang. Jadwal ujian akhir semester dimulai besok, jadi mereka tidak ingin Seokjin meminta ijin untuk tidak hadir.

"Aku harus menyusul Appa kesana." Seokjin mengangkat kepalanya dan menatap Ye Jin dengan sungguh-sungguh.

Ye Jin menjewer telinga Seokjin pelan, "Kau jangan berulah lagi ya! Perbaiki grade pointmu Seokjin!"

"Tapi ini salahku Eomma! Aku yang harusnya kesana dan meminta maaf!"

"Nanti kau akan ada kesempatan untuk meminta maaf, percayalah padaku." Ye Jin mengelus pucuk kepala Seokjin dengan lembut kemudian berlalu pergi dari sana. Meninggalkan Seokjin yang masih dirundung perasaan bersalah.

Seokjin mengetik sesuatu di layar ponselnya. Ia menekan icon kirim beberapa kali tetapi masih menghasilkan hal yang sama dengan sebelumnya. Pesannya belum terkirim, pasti Appanya sedang dalam pesawat. Ia ingin nekat untuk menyusul Appanya, tetapi itu tidak mungkin. Ia akan menyebabkan masalah yang lain jika melakukannya. Bahkan belajar sekarang bukan solusi yang tepat. Ia bahkan tidak bisa fokus. Perasaan bersalah yang ia punya terlalu besar dan memakan dirinya.

Appa, aku sungguh ingin kesana.



~



Hyun Bin menunggu seseorang dengan gelisah disebuah restauran bergaya klasik dengan iringan denting piano di sudut kiri ruangan. Kakinya menghentak beberapa kali karena cemas. Mengecek beberapa kali ponselnya untuk menanti balasan.

Never Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang