A Plan

1K 104 27
                                    

Seokjin menjalani hari-harinya begitu saja. Studi menjadi fokus utamanya. Jimin yang awalnya menjalani kuliahnya hanya mengalir bagai air, kini memiliki obsesi tidak ingin ditinggalkan sahabatnya itu. Mereka harus lulus bersama, memakai toga bersama, dan memiliki foto wisuda di waktu yang sama. Kekompakan mereka dalam belajar yang begitu tiba-tiba bagai sekali menyalakan api kompor membuat beberapa teman seangkatan mereka cukup terkejut. Menjadi mahasiswa aktif dalam setiap mata kuliah dan menjadi dambaan para dosen. Bukan hanya paras yang rupawan, sekarang otak mereka mulai berkembang.

Appa Kim kini meliburkan Seokjin dari kegiatan bertemu dengan mitra bisnisnya, ia mendukung putranya itu untuk benar-benar fokus belajar karena memang sudah semester tua. Kedua orang tuanya lebih sering tinggal di Korea dan Seokjin memilih untuk keluar dari kamar sewanya. Ia akan meninggalkan semua kenangannya disana, bersama sisa hatinya yang tak pernah digenggam erat. Kali ini, ia akan melupakan Jungkook. Demi kedamaian hatinya dan kewarasan otaknya.

Jika kita memang ditadirkan untuk bersama, suatu saat kita pasti bertemu lagi dengan tangan yang ringan untuk saling menggengam.





~





Seokjin dan Jimin telah memakai setelan jas formal dengan rambut yang disisir kebelakang. Mereka berdua sedang menunggu seseorang di lobby kantor dengan tulisan besar yang terpasang di dinding lantai satu PARK AND UHM LAW FIRM. Seokjin memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang dengan ponsel yang menempel ditelinga, airpods, dan bahkan sambil memegang kopi ditangannya. Semua orang tampak sibuk di pagi hari, mungkin karena ini firma hukum terbesar di Korea dengan pengacara-pengacara yang terkenal hebat.

Seokjin beberapa kali menghentakkan kakinya. Ia cukup tidak percaya diri, karena ia memang minim masalah hukum. Tangannya mulai lembab. Ia melirik Jimin yang masih sibuk dengan ponselnya. Memang mereka berdua berhasil menjadi karyawan di firma hukum tersebut, tetapi rasanya akan sangat rendah jika tiba-tiba ditodong pertanyaan dasar seperti undang-undang saja tetapi tidak bisa menjawab. Ya meskipun mereka berdua bekerja dibagian keuangan, tetapi mereka tetap harus mengetahui perihal bagaimana hukum bekerja. Walaupun mereka dapat lulus tepat waktu dan memiliki grade point yang bagus tetapi untuk pengetahuan tentang hukum memang bukan bidang mereka. Entah mengapa kini Seokjin menyesali keputusannya yang setuju dengan Jimin untuk bekerja di firma orang tuanya.

Seokjin menatap jauh keluar dinding kaca besar yang transparan disepanjang gedung lantai satu ini yang membentuk U. Ia melihat sosok yang ia sangat kenal dan lebih dari setahun tidak saling bertemu. Matanya membola. Seorang lelaki dengan airpods hijau dikedua telinganya, kopi ditangan kirinya sedang berjalan masuk ke gedung bertingkat 20 itu. Ia tampak sedang berbicara dengan seseorang, mungkin sedang melakukan panggilan telepon karena tidak ada orang lain yang berjalan bersamanya. Mantel coklat panjangnya yang menutupi setelan jas berwarna biru tua, dasi yang senada, rambut yang sudah panjang dan disisir ke belakang. Bahkan Seokjin bisa mendengar beberapa orang disekitarnya yang berbisik membicarakan lelaki itu. Ketampanannya memang tidak pernah bisa diragukan sedari dulu.

Seokjin tidak melepaskan pandangan matanya sampai orang itu berdiri sendiri didepan sebuah lift yang tak jauh dari tempatnya duduk. Ludahnya masih bertahan dimulut dan belum tertelan melalui tenggorokan. Beberapa detik kemudian, tanpa ia sadari karena entah sihir apa yang mengenainya, ia tidak bergeming sedikitpun. Lelaki itu menoleh kearahnya. Seokjin masih belum sadar sampai lelaki itu benar-benar berdiri didepannya.

Jimin mengangkat kepalanya ketika menyadari ada sepasang sepatu didepan mereka berdua. Ketika ia sadar siapa pemilik sepasang sepatu hitam itu, Jimin mengatupkan mulutnya rapat-rapat dan menyenggol Seokjin agar kembali ke dunia. "Hah?!" Seokjin menoleh Jimin yang melotot kearahnya dan menonjolkan lidahnya didalam pipi sebelah kanan.

Never Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang