Prolog

6.9K 196 110
                                    

Seorang pria menuruni tangga dengan pakaian formalnya kini berjalan dengan sangat tergesa-gesa. Melihat sang suami berjalan terburu-buru, lantas Mitha bertanya.

"Ada apa, Mas? Kok kamu kelihatan buru-buru gitu?"

"Ada masalah di kantor, ternyata selama ini orang yang kita percayai berani menggelapkan uang perusahaan sebanyak lima puluh milyar, Sayang. Papa minta aku untuk segera ke sana dan menghukum pria tua itu," jelas Mahesa.

"Yaudah, kamu hati-hati ya Mas. Jangan ngebut-ngebut jalannya, utamakan keselamatan!"

"Siap Sayang!"

"Ayah, Ayah mau ke mana? Kok malam-malam gini udah rapi?" tanya seorang gadis kecil dengan wajah bantalnya.

"Kaira Sayang, Ayah mau ke kantor sebentar. Kamu di sini jagain Bunda, ya?"

"Nggak, Kaira mau ikut Ayah!"

"Ini udah malam Sayang, besok kalau Kaira telat sekolah dan dimarahi ibu guru gimana? Nurut sama Ayah, ya?"

"Kaira gak mau Bunda ... Kaira mau ikut Ayah ... Ayah ... Kaira gak mau di sini, Kaira mau ikut ... boleh ya Bunda?" rengek Kaira kecil Mulai terisak.

"Yaudah, Kaira sama Bunda ikut deh. Tapi janji sama Ayah kalau nantinya Kaira akan menunggu di mobil bersama Bunda ketika kita udah sampai kantor Ayah, ya?"

"Beneran, Yah? Ayah izinin Kaira ikut sama Ayah ke kantor?" ujar Kaira dengan binar bahagia.

"Iya ... yaudah sekarang Kaira pakai jaketnya karena Opa Rudholf udah tunggu di mobil, yuk!"

"Siap Ayah!"

Setelah itu mereka berjalan beriringan menuju mobil, di sana telah duduk Rudholf ayah dari Mahesa dengan pakaian formalnya. Tak lama setelahnya, Mahesa menjalankan mobil tersebut dengan kecepatan standar karena saat ini ia tak hanya sendiri melainkan bersama dua wanita tercintanya dan ayah yang paling ia sayang.

Namun, di tengah perjalanan menuju kantor ia dan keluarganya dihadang oleh beberapa preman yang bertubuh kekar hingga Kaira juga Mitha khawatir dibuatnya. Salah satu dari tujuh preman tersebut turun dari kendaraannya dan berjalan mendekati pintu mobil tempat Mahesa berada.

"Turun lo!"

"Maaf, kami tidak ada urusannya dengan Anda ataupun teman-teman Anda di sana. Jadi kami mohon biarkan kami melanjutkan perjalanan kami," balas Mahesa lembut.

"Alah bacot lo! Turun sekarang atau gue paksa lo turun dengan tangan gue sendiri, turun!" bentaknya membuat Mahesa dan Rudholf mau tak mau turun dari mobilnya.

Di kursi belakang, Kaira dan Mitha sudah bergetar ketakutan dengan air mata yang mengalir deras di wajah mereka. Sungguh, mereka takut terjadi sesuatu kepada dua pria kesayangan mereka. Mahesa berpesan kepada istri dan anaknya agar mereka berdua tetap di dalam sampai ia serta ayahnya selesai mengurus preman-preman kurang ajar itu.

Dapat mereka lihat, bahwa saat ini preman-preman itu menghajar Mahesa dna Rudholf habis-habisan. Untung saja dua pria berbeda usia itu pandai dalam hal bela diri, sehingga mereka dapat mengimbangi kekuatan lawan mereka walaupun jumlah yang dihadapi berhasil membuat mereka kewalahan. Mitha dan Kaira lega melihat mereka bisa melawan preman-preman tersebut, walaupun banyak sekali luka lebam di wajah dua pria kesayangan mereka.

Namun, kelegaan mereka berdua kembali berubah menjadi rasa khawatir saat salah satu preman bangkit kembali dengan pistol berbahaya di tangannya.

"Bunda ... Ai mohon katakan pada ayah dan opa bahwa preman itu bangkit kembali Bunda ... Ai mohon ... Bunda ..., " panik Kaira sesenggukan.

"Mas Mahes, Ayah, awas! Perhatikan belakang kalian!"

Dor!
Dor!

Naas, saat Mahesa dan Rudholf hendak menghindar preman tersebut terlebih dahulu melepaskan peluru yang berada di pistol yang ia genggam hingga peluru tersebut meluncur tepat pada bagian perut Mahesa dan yang membuat Mitha juga Kaira buru-buru keluar dari mobilnya adalah saat preman tersebut meluncurkan peluru tepat mengenai dada bagian kiri Rudholf tempat organ terpenting manusia, yaitu jantung.

"Papa, Suamiku, jangan tutup mata kalian! Aku mohon bertahanlah ... kita akan segera mendapatkan bantuan," tutur Mitha berurai air mata setelah sampai di hadapan suami dan ayah mertuanya.

Tubuh Kaira terdiam kaku di tempatnya berdiri, dengan tubuh bergetar hebat Kaira kecil mencoba mendekati tubuh sang ayah dan opanya yang berlumur darah. Ia takut kehilangan dua pria kesayangannya, sesaat Kaira menatap preman yang berhasil kabur dari tempat kejadian setelah hal keji yang diperbuatnya.

Kaira akan mengingat dengan jelas wajah itu, jika sampai suatu saat ia menemukan pria itu maka Kaira tidak akan melepaskannya. Itulah janji Kaira pada dirinya sendiri! Ia memang masih belum cukup umur untuk memahami situasi ini, akan tetapi dirinya cukup paham akan arti sebuah dendam juga kebencian pada seseorang.

"Op ... Opa ... Opa sadar Opa ... Ayah ... jangan tutup mata Ayah ... jangan ... Kaira sayang kalian ..., " isak Kaira setelah sampai di depan tubuh opa dan ayahnya.

"Bunda ... ayo bawa Opa dan Ayah ke rumah sakit ... Kaira gak mau mereka kenapa-napa," sambungnya.

"Kamu bener Sayang, tunggu sebentar!"

Kemudian Mitha mengeluarkan handphone-nya dan menelepon seseorang untuk mengirimkan ambulans ke tempat kejadian. Tanpa menunggu lagi, mereka mendengar suara ambulans dan membawa Mahesa juga Rudholf ke rumah sakit.

"Dokter, bagaimana keadaan suami dan ayah mertua saya? Mereka baik-baik aja, 'kan?" tanya Mitha setelah beberapa lama menunggu dokter memeriksa keadaan dua orang tersayangnya.

"Maaf Bu .... "

"Ap ... apa maksud Anda, Dokter?"

"Maaf ... kami sudah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi Tuhan berkehendak lain."

"Ayah mertua Anda telah tiada dan suami Anda mengalami koma," lanjut Dokter yang ber-name tag Fazi.

Deg!

Bisakah Aku Bahagia? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang