"Kalau emang kalian ingin aku berpisah dengan mas Cio, it's okey. Akan aku turuti permintaan kalian semua, akan tetapi aku memiliki satu syarat!" putus Kaira setelah lama merenung.
"Apa syaratnya?"
"Izinkan aku mengatakan keberadannya pada mas Cio dan tinggal bersama suamiku selama beberapa minggu sebelum penggugatan itu terjadi, bagaimana?"
"Nggak, Abang gak setuju akan hal itu! Gimana kalau kamu kembali terluka saat kita gak ada di sana? Nggak, pokoknya Abang gak setuju!" tolak Reyhan.
"Yaudah kalau gitu, Kaira gak mau cerai sama mas Cio!"
"Kok maksa dan ngancam kita, sih? Ini demi kebaikan kamu, loh!"
"Bang Hanung kok nyebelin, sih? Kia pokoknya mau cerai kalau kalian menyetujui persyaratan itu, titik!"
"Tapi .... "
"Udah Hanung, Reyhan, biarkan saja dan turuti kemauan adik kalian. Hanya seminggu gak lebih dan kita akan selalu pantau Kaira selama dia di sana, okey?" Jika Maudy yang berbicara, maka mereka bisa apa? Mereka hanya bisa pasrah dan mengiyakan saja persyaratan Kaira, hal itupun membuat Kaira tersenyum kemenangan dan menatap remeh kedua abangnya yang bermental yupi.
"Oh ya, kapan Ai bisa pulang?"
"Sekarang juga boleh kok, cuma lebih afdhol kita panggil dokter Nino dulu."
"Okey kalau gitu, Reyhan panggil dokter Nino untuk pemeriksaan lebih lanjutnya yah."
"Bang, Hanung ikut dong. Sekalian mau ke kantin," ucap Hanung menyusul Reyhan.
Mereka pun akhirnya keluar dari ruang rawat Kaira dengan hati yang masih tak terima akan keputusan Maudy untuk mengizinkan Kaira kembali tinggal bersama Keyvan dalam waktu seminggu sebelum penggugatan itu terjadi.
Memang sih, Keyvan masih berstatus sebagai suami Kaira untuk saat ini. Namun, mereka hanya khawatir jika nantinya Keyvan akan kembali membahayakan nyawa janin yang baru saja hadir di dalam rahim Kaira yang mungkin akan berakibat fatal pada adik mereka kalau sampai terjadi sesuatu kepada keponakan baru mereka.
"Bang, Hanung masih gak terima sama keputusan Mama. Gimana kalau nantinya Keyvan menyakiti Kaira dan janinnya lagi?"
"Abang juga khawatir, Nung. Namun, apa boleh buat? Jika seorang wanita yang membuat keputusan, kita sebagai seorang pria hanya bisa menurut dan menerimanya dengan lapang dada ya ... walau gak ikhlas."
"Semoga Kaira dan ponakan kita baik-baik aja deh."
"Aamiin .... "
***
Akhirnya setelah beberapa hari lalu dirinya berargumen dengan sang abang, ia bisa kembali ke rumah suaminya. Walaupun dirinya harus menguatkan mental terlebih dahulu untuk menghadapi Keyvan, akan tetapi atas izin Allah saat ia pulang Keyvan menyambutnya dengan berbagai macan pertanyaan disertai raut khawatir tercetak jelas di wajahnya."Mas, Mama mau ngomong sama kamu. Katanya dia mau ngomongin hal penting," kata Kaira menghampiri Keyvan yang duduk di tepi ranjang dengan wajah tertunduk.
"Oh yaudah, aku ke bawah dulu. Kamu istirahat aja, yah!"
"Iya, Mas."
Entah mengapa saat berhadapan dengan Keyvan dirinya menjadi dingin dan sedikit tak acuh, padahal dalam hati ingin sekali ia bersikap seperti awal mereka menikah di mana dirinya bersikap hangat, penuh senyuman, ceria, dan lemah-lembut kepada sang suami. Namun, sepertinya keinginan hati tak sesuai dengan ekspektasi dan perkataan serta nada bicara yang dikeluarkan oleh bibir tipisnya itu.
"Huft ... gagal lagi deh, buat balapan motor. Hwaa Rian ... maafin gue yang gak bisa nepati janji gue sama lo kemarin ..., " monolog Kaira saat mengingat janjinya pada Rian kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku Bahagia? (END)
Teen Fiction"Ayah, bunda, bisakah aku bahagia?" "Ayah, bunda, aku lelah. Bolehkah aku pergi menyusul kalian saja?" "Tuhan, bisakah aku bahagia? Walau sesaat saja, bisakah aku mendapatkan kebahagiaanku di dunia yang kejam ini?" "Tuhan, tak bisakah aku mendapatka...