Setelah pengucapan ijab qobul, kini Kaira dan Keyvan berdiri berdampingan di atas pelaminan sembari menyalami setiap tamu yang hadir. Tak lupa para tamu dan keluarga besar mereka memberikan ucapan selamat juga berbagai wejangan atau nasihat tentang bagaimana cara baik membina rumah tangga kepada kedua mempelai. Mereka masih tak menyangka bahwa mereka akan menikah saat usianya baru beranjak delapan belas tahun dalam status pelajar seperti sekarang ini.
Lama berdiri dan berfoto dengan berbagai pose baik dengan keluarga, tamu undangan, dan bahkan foto berdua sebagai kenangan, akhirnya selesai juga acara pernikahan hari ini. Tak ada acara resepsi seperti pernikahan-pernikahan orang lain, karena pernikahan mereka diadakan secara tertutup.
"Ayah, Bunda, Mama, kita ke kamar dulu ya. Soalnya Ai udah capek banget," pamit Kaira yang dibalas seringaian oleh tiga orang paruh baya itu.
"Gak usah aneh-aneh deh, pikirannya! Ai ke kamar mau tidur, gak mau ngapa-ngapain!" seru Kaira seakan mengetahui pikiran kotor kedua orang tua dan mertuanya.
"Ya ... mau lebih juga gak papa kok Sayang, kan kalian udah sah. Ya kan Jeng Maudy?"
"Bunda ... jangan mulai deh ah, gatau ah ... Ai capek mau tidur. Bay!"
Karena kesal, Kaira berjalan menuju kamarnya dengan kaki yang dihentakkan ke lantai. Mahesa, Mitha, dan Maudy hanya terkekeh geli melihat tingkah menggemaskan Kaira, berbeda dengan Keyvan yang hanya tersenyum tipis bahkan nyaris senyuman tipis itu tak terlihat oleh siapa pun melihatnya.
"Eum ... yaudah Ayah, Bunda, Mama, Keyvan ke kamar dulu ya. Assalamualaikum," pamit Keyvan lembut dan melangkahkan kakinya menuju kamar Kaira.
Sesampainya di kamar, Kaira mengambil handuk baju dan baju tidur panjang miliknya lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sesudah keluar dari kamar mandi, Kaira langsung naik ke ranjang dan duduk dengan kepala menyender pada kepala ranjang sambil memainkan handphone-nya sekedar melihat nontifikasi yang ada.
Namun, tak ada satupun pesan yang dikirimkan oleh kedua sahabat baiknya. Hal itu membuat Kaira kesal karena sang sahabat tak mengabarinya sedikitpun, jadi untuk menumpahkan kekesalan dalam dirinya maka Kaira memutuskan untuk membaca novel yang belum sempat ia baca dengan khidmat.
Ceklek.
Suara pintu terbuka membuat Kaira mengalihkan tatapannya dari novel menuju pintu kamarnya, tampaklah Keyvan dengan wajah datar dan koper besar di tangannya. Memberi tanda pada bagian terakhir yang dibaca dan menutup novelnya, Kaira langsung bangkit dan mulai melaksanakan kewajibannya, yaitu menyiapkan pakaian Keyvan dengan segera.
"Eh, Mas Keyvan. Masuk! Aku siapin air hangat dulu ya, kopernya taruh aja di sana biar nanti aku siapin bajunya."
Deg!
Mas? Kok rasanya aneh ya, dia manggil gue mas? -batin Keyvan geli.
Kaira menyuruh Keyvan mandi terlebih dahulu sedangkan ia hendak membereskan pakaian milik Keyvan dengan cekatan, akan tetapi kegiatannya terhenti saat Keyvan masih berdiam diri di tempat dan mengeluarkan suaranya dengan aura dingin hingga Kaira sedikit rakut.
"Kaira, ini mahar buat lo!" seru Keyvan menyerahkan koper besar lainnya.
"M ... mahar? Tunggu Mas, kamu inget perkataanku kemarin, nggak sih?"
"Perkataan lo?"
"Kan aku udah bilang kalau aku mau mahar atau mas kawin yang biasa dan sederhana aja, aku gak mau mahar yang berlebihan kaya gini! Kalau masalah seperangkat alat sholat mah okey-okey aja lah ya, tapi ini?"
"Uang tunai lima puluh juta, astaghfirullah ... harus kuapakan uang ini Mas ... aku gak bisa habisin uang sebesar itu untuk aku pake sendiri! Kamu tau kalau mahar ini harus aku pake untuk kebutuhkanku sendiri tanpa bisa digunakan oleh siapa pun sekalipun itu anak atau keluarga aku sendiri!" Omel Kaira panjang lebar membuat Keyvan menganga di tempat.
Hey, yang ada setiap wanita pasti membutuhkan uang berjuta-juta untuk shoping di mal dan itu semua yang mereka beli digunakan untuk keperluan mereka saja. Dan ini, istri kecilnya mengatakan bahwa uang yang diberikan olehnya kebanyakan? Oh good ... ada apa dengan gadis ini? Dia lahir dengan harta yang berlimpah, tetapi ia tak mau mendapatkan uang banyak untuk kebutuhan serta kesenangannya sendiri? Menakjubkan!
"Tapi setiap cewek pasti butuh uang banyak untuk keperluannya sendiri ketika ia hendak shoping di mal, bukan?" sahut Keyvan setelah lama terdiam tetap mempertahankan nada dingin.
"Tapi Ai beda sama cewek di luar sana, Mas! Ai gak suka shoping apalagi menghambur-hamburkan uang untuk sekedar berbelanja di mal kaya cewek di luar sana, ngerti gak sih!"
"Ck, ribet banget lo jadi cewek! Tinggal terima dan habisin apa susahnya sih!" decak Keyvan mulai kesal.
"Au ah, Ai kesel sama Mas Keyvan! Udha deh ya, sekarang lebih baik Mas Keyvan ke kamar mandi bersihkan diri terus turun ke bawah untuk makan malam bersama nanti. Ai mau ke bawah dulu bantuin mama dan bunda masak, bay!"
"Oh ya, bajunya udah ada di walk in closet tinggal pake aja. Assalamualaikum!" pungkas Kaira kemudian keluar dari kamar dengan raut kesalnya.
"Ni cewek ngeselin amat sih, pms kali ya? Daritadi emosi mulu perasaan, dahlah bodo amat. Baik gue mandi sekarang," monolog Keyvan kemudian masuk ke kamar mandi.
Di lantai dasar, Kaira turun dengan mulut yang terus saja menggerutu hingga Mahesa yang melihat putrinya terus menggerutu pun angkat suara.
"Ada apa Sayang? Kok daritadi Ayah perhatiin kamu menggerutu gak jelas gitu? Ada masalah, sama Keyvan?"
"Ayah ... Ai lagi kesel sama mantu Ayah satu itu ..., " rengek Kaira dalam mode manja.
"Kesel kenapa heum ... cerita sama Ayah, nanti Ayah marahin si Keyvan karena udah berani bikin putri kesayangan Ayah ini kesel sampe menggerutu kaya orang gila ini."
"Kok kaya orang gila sih ... hwa ... Bunda ... Ayah ngatain Ai gila nih ..., " adu Kaira mulai melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur.
Kaira langsung memeluk Mitha erat dan sangat manja, Maudy yang melihat sikap manja Kaira hanya dapat terkekeh geli di tempatnya. Ia tak menyangka bahwa gadis berprestasi dan sangat pendiam di sekolah bisa semanja itu ketika berada di rumahnya sendiri.
Satu hal yang diharapkannya, yaitu semoga Keyvan putra sulungnya bisa membahagiakan Kaira dan terus membuat senyum indah nan menawan gadis itu terus saja terpancar di wajah cantik itu.
"Kenapa, hem? Ayah ngatain apa ke putri kesayangan Bunda ini? Biar sebentar lagi Bunda hukum Ayah, bilang sama Bunda."
"Masa Ayah bilang kalau Ai ini kaya orang gila Bunda ... padahal kan anak Bunda yang imut nan cantik ini waras-waras aja, paling juga Ayah yang gak waras gara-gara Bunda."
"Mas Mahes ... kamu kebiasaan deh ah, bikin kesel anaknya satu ini. Bisa gak sih, sehari aja jangan bikin anak aku kesel? Kamu mau tidur di ruang tamu ditemenin nyamuk, ha?" geram Mitha membuat Kaira tersenyum bangga.
"Sayang ... aku hanya bercanda lho, masa udah disuruh tidur di luar sih! Gak banget deh, kamu."
"Aku gak peduli! Udah Ai Sayang, sebaiknya kita masak lagi. Yuk Ai!" ajak Mitha menghiraukan suaminya yang memohon padanya.
"Sayang ... ayolah ... jangan kaya gini dong, masa cuma becanda dimarahi. Gak asik ah!"
"Diem deh Mas! Gak malu sama besan kita? Malu-maluin aja! Udah deh ... kamu pergi aja sana, aku mau masak sama Maudy dan Kaira!"
Dengan berat hati, Mahesa meninggalkan sang istri, anak, dan besannya memasak. Untuk masalah rayu-merayu akan ia pikirkan cara ampuhnya nanti, sekarang biarlah istri kecilnya memasak.
To be continue ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku Bahagia? (END)
Teen Fiction"Ayah, bunda, bisakah aku bahagia?" "Ayah, bunda, aku lelah. Bolehkah aku pergi menyusul kalian saja?" "Tuhan, bisakah aku bahagia? Walau sesaat saja, bisakah aku mendapatkan kebahagiaanku di dunia yang kejam ini?" "Tuhan, tak bisakah aku mendapatka...