Kaira berjalan santai menyusuri lorong sekolah dengan menundukkan pandangannya, ia menunduk bukan karena apa. Ia menunduk untuk menyembunyikan raut sedih yang tercetak jelas di matanya walaupun kini ia menggunakan masker.
Anggap aja ini permintaan terakhir kita, Nak.
Kaira masih sedih tatkala perkataan Mitha terngiang-ngiang di kepalanya, ia tak akan sanggup membayangkan apa yang ada di pikirannya sejak semalam terjadi. Ia tak ingin kehilangan kedua orang tuanya secepat ini, karena dirinya masih belum bisa membahagiakan Mahesa dan Mitha selama ini.
Sibuk berlayar dalam pikirannya, tanpa disengaja Kaira kembali menabrak seseorang. Namun, orang yang kini ia tabrak bukanlah Nindi sang kakak kelas, melainkan orang yang semalam dijodohkan dengannya. Yah, dialah Keyvan Alecio Edwardo.
"Maaf Key, gue gak sengaja. Permisi," ujar Kaira tersenyum paksa. Kemudian ia melenggang pergi dari hadapan Keyvan yang masih setia menatap tajam dirinya, Kaira tak ingin bertemu dengan Keyvan sekarang karena ia masih harus memantapkan hati dan pikirannya terlebih dahulu.
"Kaira," panggil Keyvan membuat Kaira menghentikan langkahnya.
"Jangan lo pikir gue akan bisa mencintai lo sepenuh hati gue setelah kita menikah nanti, karena hal itu tak akan pernah terjadi. Kita nikah bukan dengan alasan saling cinta melainkan karena perjodohan!" tegas Keyvan.
Mendengar perkataan Keyvan yang entah kenapa sangat menohok hatinya, Kaira tersenyum paksa dan menjawab.
"Gue tau kok, kita nikah tanpa adanya rasa cinta dalam diri kita melainkan karena permintaan terakhir bokap lo. Gue paham, dan gue tau bahwa cinta tak dapat dipaksakan."
"Kalau emang lo udah punya pacar atau tambatan hati, lo bisa batalin perjodohan ini karena gue gak mau dan gak akan pernah mau menjadi perebut cowok orang! Jadi sebelum terlambat, lo bisa batalin rencana perjodohan ini. Gue yakin orang tua kita akan ngerti, permisi!" balas Kaira panjang kali lebar dan tersenyum miris di akhir katanya.
Tak ingin membicarakan hal yang membuatnya semakin tersiksa dengan Keyvan, buru-buru Kaira pergi dari sana meninggalkan Keyvan yang terdiam kaku di tempatnya. Kaira tau dan Kaira peka bahwa Keyvan sepertinya tidak menginginkan pernikahan ini, tapi demi mewujudkan permintaan terakhir mendiang ayahnya ia setuju-setuju saja menerima pernikahan ini.
Miris memang, tapi itulah kenyataannya. Kaira pun tak mau peduli tentang perasaan Keyvan padanya, yang ia pedulikan sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa membahagiakan kedua orang tuanya sebelum pernikahan itu terjadi besok.
Kaira tak ingin mencintai siapa pun sekarang, ia selalu bertekad dalam diri bahwa dirinya akan mencintai suaminya kelak, tetapi keyakinannya harus kandas di awal dirinya menatap Keyvan. Jika memang Keyvan adalah cinta sejatinya, maka Kaira yakin bahwa rasa itu akan semakin berkembang dalam dirinya. Yah, sejak awal masuk SMA Kaira memang sudah mencintai Keyvan dalam diamnya tanpa diketahui oleh siapa pun kecuali Allah swt. dan dirinya sendiri.
Namun, selama ini Kaira tak mau memikirkan hal itu karena fokusnya terpaut pada belajar, belajar, dan belajar serta membahagiakan kedua orang tua, itulah yang utama!
Back to Kaira in class
Sesampainya di kelas, Kaira langsung mendudukkan dirinya di tempat duduk dan meletakkan kepalanya di atas meja. Aliza yang melihat perilaku Kaira yang tak seperti biasanya langsung menghampiri gadis itu untuk menanyakan akibat Kaira lesu pagi ini.
"Ai, lo kenapa?"
"Eh, Liza. Tumben udah dateng?" sahut Kaira mengangkat kepalanya.
"Ai, gue serius! Lo kenapa, heum? Kok lesu gitu pagi-pagi gini, gak kaya biasanya? Ada masalahkah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku Bahagia? (END)
Teen Fiction"Ayah, bunda, bisakah aku bahagia?" "Ayah, bunda, aku lelah. Bolehkah aku pergi menyusul kalian saja?" "Tuhan, bisakah aku bahagia? Walau sesaat saja, bisakah aku mendapatkan kebahagiaanku di dunia yang kejam ini?" "Tuhan, tak bisakah aku mendapatka...