"Dokter, pasien telah sadar!" Seruan perawat membuat kemarahan Maudy dan Hanung reda digantikan dengan raut lega pada wajah mereka berdua.
Berbeda dengan Keyvan dan yang lainnya, mereka semua takut akan reaksi yang diberikan Kaira setelah mengetahui bahwa putranya telah tiada sebelum dilahirkan. Mereka takut, berita ini akan mengguncang mental Kaira dan mungkin lebih parahnya lagi Kaira akan mengalami hal buruk lainnya.
"Dokter, bisa kami menjenguk pasien?"
"Tunggu terlebih dahulu Bu Maudy, saya akan memeriksa keadaan pasien terlebih dahulu dan memindahkan pasien ke ruang rawat."
"Baik Dokter."
Harap-harap cemas mereka menunggu keluarnya dokter dari ruang UGD, mereka berharap semoga Kaira bisa menerima takdir ini dan mereka pun cemas bagaimana nasib Kaira selanjutnya.
Ceklek.
Dokter Nino keluar dari ruangan Kaira dengan raut wajah sedih, hal itu membuat Hanung, Maudy, dan yang lainnya merasakan khawatir takut terjadi hat yang tak diinginkan pada Kaira.
"Bagaimana Dokter? Adik saya baik-baik saja, kan?" tanya Hanung tak dapat menahan rasa khawatirnya.
"Nyonya Kaira baik-baik saja, akan tetapi setelah mendengar berita duka ini, dia menjadi shok dan saya harap kalian bisa menghiburnya."
"Baik Dokter, boleh kami masuk?"
"Boleh Bu. Namun, menjenguknya bergantian saja agar tidak mengganggu pasien!"
Tanpa berkata-kata pun Hanung masuk begitu saja. ke ruangan Kaira dengan harapan bahwa dirinya bisa menghibur sang adik hingga membuat adiknya tenang dan melupakan sejenak juga mengikhlaskan kepergian putra pertamanya. Setelah Hanung masuk ke dalam Maudy mengatakan hal yang membuat Keyvan mengurungkan niatnya untuk bangkit dari duduknya dan hendak menghampiri istrinya.
"Biar Mama dan Hanung yang masuk terlebih dahulu, kalian semua tunggulah di sini."
"Gausah Tante, kita bertiga mau pulang aja karena hari pun sudah larut dan kita takut orang tua kika nyariin nanti," ucap Fahri mewakili dua temannya yang lain.
"Okey kalau gitu, hati-hati di jalan, ya! Bi Marni mau pulang atau menunggu di sini?"
"Saya pulang saja, Nya. Lagi pula rumah teh lupa saya kunci, takut ada maling masuk rumah."
"Kalau begitu untuk kalian bertiga, saya minta tolong antarkan Bi Marni pulang, ya!"
"Waduh, tidak perlu diantar. Saya teh tidak enak atuh, Saya bisa pulang sendiri kok, Nyonya. Tidak perlu diantarkan Pulang!" tolak Bi Marni lembut.
"Dan saya tidak menerima penolakan, Bibi! Sekarang sudah larut malam dan saya tidak mau terjadi sesuatu pada Bibi, jadi Jangan menolak!"
"Baik Nyonya, ayo Aden-Aden Semua!"
"Iya Bi. Keyvan, Tante Maudy, kita pulang dulu ya."
"Hati-Hati!" sahut Keyvan dan Maudy serempak.
Setelah kepergian sahabat-sahabat Keyvan beserta bi Marni, Maudy menatap putranya sebentar dan langsung masuk ke dalam dengan berbagai macam kata-kata penenang yang telah ia siapkan untuk menguatkan Kaira yang baru saja kehilangan putra pertamanya akibat ulah suaminya sendiri.
Ceklek.
"Kaira," panggil Maudy lembut.
Dapat Maudy lihat bagaimana sembabnya mata sang menantu yang ia yakini karena lama menangisi kepergian cucunya itu, Maudy bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan anak yang masih berada di dalam kandungan karena Maudy pernah merasakan hal itu sebelumnya. Ia pernah kehilangan putri keduanya saat dirinya mengandung empat bulan beberapa tahun lalu, oleh karena itu ia harus bisa menguatkan sang menantu untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bisakah Aku Bahagia? (END)
Teen Fiction"Ayah, bunda, bisakah aku bahagia?" "Ayah, bunda, aku lelah. Bolehkah aku pergi menyusul kalian saja?" "Tuhan, bisakah aku bahagia? Walau sesaat saja, bisakah aku mendapatkan kebahagiaanku di dunia yang kejam ini?" "Tuhan, tak bisakah aku mendapatka...