17. Hambatan untuk Cerai

1.4K 78 0
                                    

Pagi ini, Kaira merasakan tubuhnya lemah tak berdaya dan rasa sakit menyerang kepalanya sejak subuh tadi. Kaira terdiam sesaat di kamarnya sembari merenungi mimpi atau lebih tepatnya memori buruk yang beberapa minggu ini terus-menerus berputar bak CD rusak di pikirannya.

"Apa gue pusing juga lemas gini karena memori buruk tentang kematian ayah dan bunda terus-menerus menghantui pikiran gue, ya?" monolog Kaira menatap sendu figura di atas nakas.

Dalam figura tersebut terlihat sebuah keluarga besar yang bahagia, di mana dalam figura itu terdapat Kaira, Hanung, Mitha, Mahesa, Maya, dan Hendra-kedua orang tua Hanung- tersenyum bahagia layaknya keluarga besar.

"Kaira, ayo bangun Sayang! Mama udah masakin makanan favorit kamu nih!" seru Maudy dari luar kamar.

"Iya Ma, Kaira mandi duluan."

Kaira memulai ritual paginya dengan tersenyum miris, lalu ia menghampiri Maudy yang kini sudah berada di meja makan bersama Hanung menunggu dirinya. Tanpa berkata lagi, Kaira mengambil nasi beserta kawan-kawannya dengan penuh semangat. Namun, tiba-tiba saja gejolak aneh muncul yang membuat dirinya berlari ke arah wastafel untuk memuntahkan sesuatu.

"Kaira, kamu kenapa? Semalem kamu gak makan sembarangan, 'kan?"

"Kia, are you okey? Kamu makan apa semalam, heum? Kok tiba-tiba aja muntah gini?"

"Lemes Mah ... Bang ..., " lirih Kaira lemah.

Hanung menuntun sang adik duduk di meja makan, melihat wajah Kaira yang lemah seperti ini membuat hati Hanung tersayat. Ia tidak tega melihat adik kesayangannya tak berdaya seperti ini karena itu akan membuat dirinya merasa gagal menjadi seorang abang bagi Kaira.

"Cerita sama kita, kenapa kamu bisa lemas kaya gini? Apa kamu semalam makan sembarang? Atau apa?"

"Sudah sejak lama memori buruk tentang penyebab kematian ayah dan bunda yang terbujur kaku dengan darah di sekujur tubuh mereka terus terngiang-ngiang di mimpi Ai, Mah, Bang. Ai juga gak tau kenapa itu bisa terjadi pada Ai, mungkin karena Ai masih belum menerima kepergian mereka sepenuhnya."

"Yaudah, gausah dipikirin ya. Sekarang lebih baik kamu makan dulu, ya Sayang? Mama gak mau putri Mama ini sakit nantinya."

"Nggak Mah, Ai gak mau makan itu."

"Kenapa kamu gak mau makan ini, Dek? Bukannya ini makanan kesukaan kamu?"

"Kia gak mau, Bang! Kia mual saat mencium aroma masakan itu, Kia gak mau pokoknya titik!"

"Lah, kenapa gitu? Biasanya kamu fine-fine aja kalau makan dan cium aroma masakan favoritmu ini, kesambet apa tuh?"

"Kesambet janin, kali Nung!" celetuk Maudy tersenyum penuh arti.

"Maksud Mama apa?"

"Ya maksud Mama kita akan kedatangan anggota keluarga baru, gitu!"

Deg!

"Kok bisa?" pekik Hanung menyadarkan Kaira dari keterkejutannya.

"Sekarang Mama tanya sama Kaira, kapan terakhir kali kamu halangan?"

"Ya Allah Ma, Ai udah telat waktu ini!"

"Alhamdulillah."

"Kok alhamdulillah sih, Ma?"

"Ya Alhamdulillah dong Hanung, kamu mau jadi om kere dan Mama akan jadi oma kece. Uwuu ... bahagianya Mama!" girang Maudy memeluk erat Kaira dan Hanung.

"M ... Ma ... Ka ... Kai, ses ... sesek!"

"Ah ... maafkan Mama Sayang, Mama terlalu gembira tadi. Yaudah kalau gitu, kita ke rumah sakit sekarang juga! Ayo anak-anak Mama kece, cepetan!"

Bisakah Aku Bahagia? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang