Asher mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Akhir pekan di mana seharusnya dia libur, malah terganggu karena ada utusan kerajaan lain yang datang dan dia harus mengurus mereka. Padahal dia sudah berencana kencan dengan Sharley.
Dia mendumel kala membaringkan tubuh di sofa, kakinya diselonjorkan sementara sepatu dilepas oleh pelayan istana. Asher memandangi bros berlambangkan Kerajaan Clexarius, di mana bros itu hanya boleh dipakai oleh keturunan kerajaan saja.
Asher mencium bros itu, mencurahkan kebanggan dan kesetiannya pada kerajaan saja. Punggungnya pegal karena penyambutan menghabiskan waktu dua jam tanpa henti. Ditambah putri kerajaan lain itu terus memandangnya seperti ingin menempelinya.
"Yang Mulia Pangeran, Anda masih memiliki agenda siang nanti. Putri Kerajaan Minbury akan bertemu Anda untuk membahas wilayah perbatasan," kata dayang pribadi Asher, yang membawa jubah kerajaannya di tangan karena akan digunakan lagi.
"Apakah Alba bisa menggantikanku? Aku malas bertemu dengannya," kata Asher jujur. Dia tak nyaman dengan putri ketiga Kerajaan Minbury, Dorothy Gilraen.
Datang perempuan itu menggeleng. Sebagai datang pribadi, ia harus berwajah datar sedatar-datarnya. Tak boleh menunjukkan emosi dengan jelas. "Ini adalah bagian Anda, Yang Mulia. Putra Mahkota Albarez akan berunding dengan utusan lainnya. Bukankah Anda sendiri yang meminta berunding dengan Putri Dorothy?"
Asher mendumel. Itu karena ia tak mau hadir di rapat yang selalu panas, tapi tak disangka Dorothy menunjukkan ketertarikan. Namun Dorothy takkan berani menjamah maupun menggodanya. Asher takkan ragu meminta memutuskan kerja sama kerajaan dan ayahnya akan setuju.
Tidak ada yang akan protes Clexarius memutuskan kerja sama dengan Minbury yang kecil. Bahkan wilayah Minbury tak sampai seperempat Clexarius. Bisa dibilang kerja sama ini hanya memengaruhi Minbury.
"Kenapa harus di akhir pekan sih?! Akh!" Asher memeluk bantal yang awalnya di kepala. "Pangeran, Anda memang gagal kencan dengan Nona Sharley. Tapi ini adalah kewajiban Anda," balas datang tanpa rasa bersalah.
"Diam!" balas Asher kesal.
Tok tok tok!
"Masuk!"
Pintu dibuka oleh penjaga yang bertugas. Asher menoleh, tapi malas beranjak bangun. Penjaga itu berlutut, lantas berkata, "Yang Mulia Pangeran Kedua, Putri Dorothy ingin bertemu dengan Anda."
Asher menoleh ke pintu, memang ada bayangan gaun di sana. Tak salah lagi. Dia ogah-ogahan bangun lantas menyilangkan kaki. Dayangnya menyingkirkan bantal dan menyuruh pelayan membawakan kudapan. "Izinkan."
Penjaga itu memberitahu Tuan Putri, yang segera masuk dan membungkuk sedikit. Putri itu cantik –– tapi tak secantik Sharley –– dengan mata merah muda dan surai perak. Seutas tali menghiasi rambutnya. "Saya memberi hormat kepada pangeran kedua Clexarius."
Asher melirik sebentar pada gelang permata Dorothy. Ia merasakan energi magis dari sana. Kemudian ia menggeleng, tak mungkin jika itu artefak. Asher balas membungkuk.
"Ada keperluan apa Anda ke mari, Putri? Bukankah jadwal kita masih sekitar tiga jam lagi?"
"Pangeran, saya hanya ingin berbicara dengan Anda," kata Dorothy. Suara lembutnya nyaris membuat Asher terlena. Asher mau tak mau mengangguk. Mereka pun duduk saling berhadapan. Asher menunduk, berharap dayang segera datang atau dia akan terjebak dengan singa berkedok kelinci ini.
Dorothy memulai percakapan. "Pangeran, kenapa Anda memilih bersekolah di akademi dibanding privat? Putra Mahkota Albarez juga begitu."
Asher mengalihkan pandang ke vas di meja. Dia tak punya alasan khusus, hanya ingin ikut kakaknya saja. Asher jemu terus berada di istana, jadi dia ingin keluar. Bersekolah di akademi ialah salah satu caranya. Beruntung ayah dan ibunya mengizinkan. Mereka memang tak menekan harus sekolah privat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√)
FantasySharley tak pernah berpikir kalau perjuangannya bisa sepanjang ini. Selepas dia menjelajahi waktu dan membuat darah Mezcla di tubuhnya musnah, dia hanya menjadi penyihir. Tapi dia tak memikirkannya, bahkan mengeluh kalau dia tak punya kekuatan seheb...