Butir-butir air bening mulai berjatuhan dari langit. Sharley merasa wajahnya basah, tapi tidak dengan pakaiannya. Jubah itu tahan air, sehingga luka di lengannya tidak terlalu tersiksa. Petir-petir menyambar dari langit, semakin banyak semakin deras hujan. Larik petir yang menyambar membuat langit menjadi sangat terang seolah dibelah.
Sharley bersusah payah menjaga petir untuk hanya menyerang musuh. Itu lebih sulit dibanding badai, tapi sejak tadi Sharley merasa digedor-gedor dari dalam, entah apa itu. Seperti sesuatu berusaha keluar dari dirinya.
Ctar!
Ctar!
Petir menyambar para monster yang sibuk menggeledah rumah warga. Sharley melambaikan tangan seperti gerak tarian dan petir menuruti ke manapun tangannya pergi. Hujan bertambah deras, membuat jarak pandang berkurang karena gelap. Naga meraung-raung, satu petir tak cukup untuk menggosongkan mereka. Mereka marah karena monster dibunuh dengan kekuatan itu.
"Uhuk!"
Sharley kembali batuk darah. Pandangannya mengabur karena pusing. Dia tak merasakan darah hanya di mulut. Cleon berteriak padanya. "Sharley, hidung dan matamu juga berdarah!"
Sharley terkejut, tak menyangka akan menjadi separah ini. Namun dia tetap berusaha fokus, meski oksigen terus terenggut darinya. Sakit di dada itu bertambah parah seiring menit demi menit berjalan. Dia merasa kakinya goyah, angin melemah karena tubuhnya juga melemah.
Kenapa, jadi semenyakitkan ini? pikirnya. Ini tiga kali lipat lebih menyakitkan dibanding badai di Springflow. Sharley mengepalkan tangan, melihat monster telah habis dihabisi petir dan panah-panah Floretta. Larik-larik petir berkumpul di langit di atasnya, menunggu perintah tuannya.
"Sharley, berhenti! Kau sudah bersimbah darah dan sangat pucat!" teriak Asher. Dia tak bisa mendekat karena sibuk melawan naga yang mengamuk. Ditambah para penunggang yang juga sama menyusahkannya.
Itu benar. Sharley bersimbah darah. Sampai membasahi jubah dan bajunya. Hujan membuatnya tambah cepat menyebar. Tetapi Sharley tak memiliki keinginan untuk berhenti. Dia hanya mengerutkan kening dan meringis.
"Berikan artefak!" Sharley mengulurkan tangan, Cleon pun memberikan permata artefaknya. Sharley menghela napas, kekuatan dari artefak menopang kekuatannya. Namun itu tak mengurangi rasa sakit di dadanya. Sharley meremas dada dan makin meringis.
"Harus kuselesaikan," bisiknya. Sharley mengamati posisi para naga. Dia takkan bisa bertahan beberapa menit lagi, jadi dia harus menyelesaikan ini sebelum itu.
Sharley menjentikkan jari. Serangan pamungkas.
Ctar! Ctar! Ctar!
Puluhan petir menyambar secara bersamaan dan cahaya itu lebih terang di bawah langit kehitaman. Sharley mendengar teriakan panik dari penunggang, dan raungan marah dari naga. Dia merasa Luca mengawasi pertempuran ini dengan mata naga yang dikendalikannya. Tapi dia tak terlalu memikirkannya.
Dia menjentikkan jari dua kali.
Puluhan petir yang lebih banyak datang. Naga tak sempat menghindar, meraung-raung saat petir menghantam mereka tanpa ampun. Penunggang mereka melompat pergi tanpa pikir panjang, terjun bebas tanpa parasut. Raungan naga ditenggelamkan oleh suara sambar petir. Pasukan juga bergegas menyingkir, mereka ikutan takut dengan kekuatan ini.
Namun, di satu sisi mereka sangat takjub.
Mereka tak pernah melihat kekuatan keluarga Alerian yang dalam tingkat tertingginya.
Membuat langit menurunkan puluhan petir? Itu adalah kekuatan yang sangat tinggi dan membutuhkan waktu sepuluh tahun lebih untuk mempelajarinya. Lalu belum tentu bisa mengeluarkan petir sebanyak itu. Tetapi, Sharley Alerian, putri yang ditemukan belum lama ini dan tanpa mengenal identitasnya, dapat melakukan sihir setinggi itu. Langit seolah dikendalikan dan berpusat padanya. Menunggu perintah putri itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√)
FantasySharley tak pernah berpikir kalau perjuangannya bisa sepanjang ini. Selepas dia menjelajahi waktu dan membuat darah Mezcla di tubuhnya musnah, dia hanya menjadi penyihir. Tapi dia tak memikirkannya, bahkan mengeluh kalau dia tak punya kekuatan seheb...