XXXIII. Kakak dan Adik

300 82 4
                                    

Lamia mengelus perut buncitnya dengan risau. Akhir-akhir ini dia tak bisa tenang, selalu saja ada yang mengganggu. Itu adalah Aldrich.

Lamia tak mengenal Aldrich lagi sejak dia berperilaku aneh. Suaminya itu menyembunyikan sesuatu, dan tak ada yang tahu. Lamia tak tahu apapun dan Aldrich tak mau bercerita apapun. Ketika ditanya, selalu menghindar. Berkelit seperti ular. Lamia adalah sosok yang sangat peka, tak mungkin dia tak menyadarinya.

Dia juga merasakan aura aneh mengelilingi Aldrich. Aura itu hanya samar, bersatu dengan udara. Hanya orang yang kelewat jeli yang dapat merasakannya. Lamia juga termasuk.

Sang Ratu beranjak berdiri, dia teringat dengan kertas-kertas yang ditaruh Aldrich di laci bagian terbawah. Aldrich pasti tak menyadari dia tahu, karena saat itu Lamia bersembunyi untuk mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan suaminya tersebut. Meski itu berujung buntu, Al hanya menggores-gores sesuatu di kertas tanpa Lamia ketahui apa isinya.

Wanita hamil itu kesusahan duduk di lantai supaya bisa menjangkau laci. Dia membuka laci yang tak terkunci tersebut, merasakan bekas tinta di gagangnya. Lamia mendengar jantungnya berdetak kencang karena tegang. Dia tak tahu apa yang menyambutnya di dalam sana.

Lamia terkesiap. Di dalam hanya ada beberapa emas dan permata yang seingat Lamia adalah milik Aldrich sewaktu muda dulu. Sekarang sudah tak digunakan lagi karena Aldrich bosan dan memilih membeli emas baru. Tidak ada kertas.

"Aku ingat betul dia memasukkannya ke sini, kok. Tidak mungkin ada di tempat lain." Lamia mengaduk-aduk laci, tapi benar-benar tak ada tumpukan kertas. Dia perlu mendapatkan itu untuk mengetahui rencana Aldrich. Dan kenapa ia begitu aneh akhir-akhir ini.

"Eh, ini .... " Lamia baru menyadarinya. Laci terbawah berukuran lebih tinggi dibanding tiga laci di atasnya. Lamia meraba bagian bawah, dan menemukan sebuah lubang kecil. Dia menggigit bibir, ada lapisan tersembunyi di laci keempat ini.

Dia menarik tusuk sanggul, lantas memasukkannya ke lubang. Itu ternyata cukup. Papan pembatas pun tersingkap, dan menampakkan setumpuk kertas yang diklip. Lamia mengambil kertas-kertas itu, tangannya sedikit gemetar. "Laci ini ternyata didesain untuk menyembunyikan sesuatu. Aku baru tahu ada benda seperti itu," komentarnya.

Dia pun pergi duduk ke sofa karena perutnya agak kram. Dia dengan cepat membaca isi kertas, tak lama kemudian menjatuhkannya karena terlalu kaget.

Kertas-kertas itu berjumlah sepuluh lembar, dan berisi mantra-mantra sihir hitam, lingkaran sihir terlarang, dan cara menghancurkan segel-segel. Pikiran Lamia tertuju pada satu sosok. Yang menjadi sumber terkuat kenapa kertas-kertas ini ada. Sike Chaka Paton Luca.

Dia merasakan tremor yang parah, dan bahkan sempat lupa cara bernapas. Dia memungut kertas, mencengkeramnya seolah itu ialah bayi naga, yang bersiap memuntahkan api untuk membakarnya. "Tidak. Ini tak mungkin! Aldrich ... kau pengkhianat itu?"

Lamia tak percaya. Dia berharap ini hanyalah mimpi, tapi ketika dia mencubit pipi, tersadarlah jika ini nyata. Lamia berpikir cepat, mencoba mengedepankan logika dibanding emosi. Jika benar Aldrich adalah pengkhianat, maka Aldrich tak boleh tahu jika dia mendapatkan kertas ini. Dia tak bisa menjamin apa yang terjadi setelahnya.

Mungkin kematian, tapi kenapa Aldrich melakukan hal seedan ini? Al yang dia kenal bukanlah sosok yang akan membangunkan Luca. Tidak. Lamia menyadarinya dengan murung. Al sekarang bukanlah Al yang dulu.

"Aku harus memberikannya pada kak Rezvon. Dia harus tahu." Lamia memilih untuk memberitahukan dibanding menyembunyikan. Dia tak bisa diam melihat Hyacintho hancur padahal dia tahu siapa pelaku di baliknya. Mungkin Aldrich baru menunjukkan dirinya setelah Luca mendapat kemenangan.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang