Waktu berjalan demikian cepat, tak membiarkan Sharley berleha-leha dan harus mengerjakan ini-itu. Minggu demi minggu berlalu, bencana-bencana semakin banyak terjadi, merenggut nyawa demi nyawa. Tak pandang bulu. Menggoreskan luka demi luka. Menerpa tangis demi tangis.
Situasi makin memarah. Sharley tak bisa beristirahat, setiap hari dia menandatangani dokumen-dokumen, memberikan persetujuan, ikut rapat, dan lain sebagainya. Beruntungnya Asher dan Cleon membantu, sehingga ia tak kepayahan sampai ke tulang. Namun tetap saja ia demikian loyo seperti orang mabuk.
Di hari yang cerah, Sharley merebahkan badan di sofa dan melepas sepatu berhak tinggi. Kakinya pegal bukan main. Dia baru pulang dari mengawasi bantuan bencana banjir di barat kota. Beberapa jam lagi dia harus pergi untuk membeli beratus-ratus sembako untuk kota Ukaze yang terkena tsunami.
Benar. Masih beberapa jam. Ia bisa beristirahat.
"Hei, mau jalan-jalan?" celutuk Cleon dari seberang sofa, melepas mantel hitam dan syal biru. Asher menyandarkan badan ke sofa tunggal, melepas sepatu necis dan melemparkan asal-asalan.
"Secara diam-diam? Seru juga," balas Asher. Sharley bangun, mengucek mata yang mengantuk karena kurang tidur. Dia seharusnya tidur saja sebelum dibangunkan pelayan. Dia tak berkeinginan untuk jalan-jalan secara sembunyi.
"Aku tidak ikut. Menyeret badan semeter saja susah payah. Aku sudah seperti balon helium, tertiup angin dengan mudah." Sharley mendramatis, tapi memang benar dia tak bisa jalan-jalan dan menyegarkan pandangan dari tumpukan kertas. Asher dan Cleon cukup enak. Tak terlalu banyak beban.
"Ya sudah. Kita pergi berdua saja," jawab Cleon.
Asher tampak ragu. "Apa kau benar-benar tak mau ikut?"
"Astaga, kau mau mengajakku kencan? Makasih, tapi bukan itu yang kubutuhkan sekarang. Mana mungkin kita kencan dan meninggalkan lelaki tanpa pasangan di dekat kita?"
Cleon melotot, tapi tak menjawab pun membela diri. Sharley menyeringai senang, ia suka sekali menjatuhkan Cleon. Asher mendengus kesal, gagal bermesraan tapi tak bisa meninggalkan sobat karibnya. Ia menyerah. Tetap ikut Cleon sembari mengawasi pemulihan kota.
Sharley menata bantal di ujung sofa, lantas merebahkan kepala di sana. Tulang-tulangnya berkretak-kretak saat direnggangkan. Dia merasa puas. Siap terjun ke dunia khayali dan berharap bukan Luca lagi yang muncul lagi.
Sharley tak berpikir beberapa minggu yang lalu itu cuma mimpi biasa. Sensasi yang dirasakan teramat kuat sampai dia ingin mati. Luca telah memberinya peringatan. Apa yang dilakukannya selama ini kelewat banyak, Luca jelas merasa dia adalah batu besar yang menghalangi jalan. Dia harus disingkirkan. Dilenyapkan. Seketika dia merinding.
"Semoga jalan-jalan kalian menyenangkan," kata Sharley.
🌙🌙🌙
Cleon menggasak tiga tusuk sosis bakar hangat berlumur saus sambal. Dia sangat girang, merasa seperti bebas dari kurungan. Jalanan pasar tak seramai biasanya, bisik-bisik teramat rendah tertangkap oleh telinga serigala Cleon. Dia memang sengaja mengubah telinganya.
Asher memakan setusuk hati ayam berlumur bumbu dengan anteng. Masih ada lima tusuk sosis, tiga biji souvlaki, dan satu gelato. Asher memperhatikan sekitar dengan awas, melirik poster-poster yang ditempelkan di tiang-tiang.
'Benarkah Jika Si Makhluk Kegelapan Telah Bangkit? Pihak Kerajaan Menutup Mulut Mereka!'
'Bencana-bencana Semakin Meningkat! Apakah Sang Masa Lalu Kelam Benar Diusik?'
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√)
FantasySharley tak pernah berpikir kalau perjuangannya bisa sepanjang ini. Selepas dia menjelajahi waktu dan membuat darah Mezcla di tubuhnya musnah, dia hanya menjadi penyihir. Tapi dia tak memikirkannya, bahkan mengeluh kalau dia tak punya kekuatan seheb...