Asap merah itu menyebar lebih cepat dibanding yang Sharley duga, dan seketika setengah medan perang dipenuhi asap tebal merah yang seperti darah. Sharley tak melihat adanya perlawanan dari orang yang terjebak dalam asap. Atau itu terlalu tebal untuk dilihatnya dengan jelas.
Sharley menghantamkan tombak angin. Kiaza berteriak panik. "Gunakan sihir penghalang mesmeris!" Spirit itu menoleh pada Fenrik. Ini kali pertama Kiaza menunjukkan ekspresi selain datar selama perang. Ia selalu menatap perang dengan ketidakpedulian.
Tugasnya hanyalah mengalahkan Luca. Bukan mengurus hal-hal lain remeh seperti pertarungan senjata api.
"Aku mengerti." Fenrik adalah satu-satunya spirit yang memiliki sihir itu. Ia menjentikkan jari, partikel-partikel mengelilingi barier dan membuatnya bertambah gelap.
Ada alasan kenapa para spirit panik melihat Luca mengaktifkan mesmerisnya.
Itu karena mesmeris tersebut sangat luar biasa. Tidak ada yang bisa keluar dari mesmeris itu, tak peduli apapun yang mereka lakukan untuk mencegahnya. Kabut merah itu hanyalah efek dramatis, mesmeris sesungguhnya ketika Luca berputar dan berkeliling, membuat orang-orang menatapnya. Proses itu tak bisa diprediksi. Namun, Kiaza berpikir jika itu sedetik sebelum kabut keluar.
Orang yang memiliki mesmeris terkuat, muncul 300 tahun yang lalu. Dia mengendalikan ratusan orang, membunuh jiwa-jiwa tak bersalah, dan naik ke tahta tertinggi di Mane. Dialah raja yang tak pernah diakui dan hilang dalam sejarah setelah dipenggal oleh raja Mane yang sebenarnya.
Kekuatan mesmeris sangat mengerikan. Kekuatan itu tak membutuhkan sentuhan, hanya tatapan. Kau takkan tahu kapan dirimu dimesmeris sampai sang pengguna mesmeris benar-benar mengendalikanmu.
Itulah makanya, semua orang yang merupakan pengguna mesmeris dihukum mati. Kemampuan mengerikan mereka harus dimusnahkan, tapi sampai sekarang belum ada cara yang ditemukan.
Di atas semua itu, Luca adalah pemilik mesmeris terkuat. Dia bisa mengendalikan ribuan orang dalam sekejap. Spirit air, Fenrik, pernah terkena mesmeris itu. Dirinya dikendalikan Luca selama berhari-hari. Tiga spirit yang lain tak dapat menolongnya, terutama mereka lebih memikirkan nasib mereka.
Namun, pada hari ketujuh, Fenrik berhasil bebas. Hanya ia yang bisa melakukannya. Ia pun diberi kekuatan penangkal mesmeris oleh dewa. Fenrik meninggalkan luka sayatan di perut Luca karena amarahnya.
Kiaza meneguk ludah. Siapapun yang menatap Luca, sudah dikendalikan sekarang. Mereka terlindungi karena sihir. Jika tidak, mereka pasti sudah dikendalikan. Sihir penangkal mencegah mesmeris mencapai mereka.
Sharley mengamuk. Tombak anginnya menghantam-hantam barier. Dia sudah kehilangan akal. Papanya, teman-temannya berada di sana. Bagaimana dia bisa mempertahankan kewarasannya jika semua itu terjadi?
Dia merasakan air mata mengalir dari pelupuknya.
Sementara di bawah sana, Rezvon mengerang lemah. "Huft, huft. Aku ...." Rezvon terengah-engah, dan dia tak dapat mengingat dirinya dengan benar. Barier dalam tubuhnya hancur dengan mudah saat mesmeris itu menyentilnya.
Rezvon berjongkok. Dia kehilangan jati dirinya. Dia tak memedulikan kekacauan yang menyebar dan hanya peduli pada diri sendiri. Mata ungunya semakin meredup. Rezvon menatap Luca, yang menjadi pusat kabut. Luca menyeringai dan tertawa.
Kini, seluruh medan perang dipenuhi kabut merah. Itu terkesan seperti lautan darah yang mengering.
Luca maju, bariernya musnah. Petir-petir sekarang sudah berhenti menyambar karena pemiliknya sedang dalam proses pengendalian. Rezvon menggigit bibir, dia mencari-cari Sharley. Namun, semua tampak merah. Dia melihat orang-orang sudah terpaku, termasuk anak buah Luca sendiri. Mereka sudah dikendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√)
FantasySharley tak pernah berpikir kalau perjuangannya bisa sepanjang ini. Selepas dia menjelajahi waktu dan membuat darah Mezcla di tubuhnya musnah, dia hanya menjadi penyihir. Tapi dia tak memikirkannya, bahkan mengeluh kalau dia tak punya kekuatan seheb...