XXVI. Dialah Pengkhianatnya!

331 90 36
                                    

Di malam yang membekukan kulit, Mochhie dibaringkan ke sebuah batu, rantai mengikat kakinya dan dipegang oleh Valerie dan Zephran. Asher terus menunduk semenjak persiapan itu dilakukan. Sharley mendampinginya dan menawarkan makanan, tapi Asher tak butuh makan.

Esmund memegang pisau dan meletakkannya lurus di punggung Mochhie. Dialah yang akan menyembelih Mochhie. Karena tak ada yang membawa obat  bius, maka Mochhie akan merasakan sakitnya kematian. Namun ia tak protes sama sekali dengan hal itu.

Asher mendekat, mengelus bulu Mochhie. Phoenix itu tegang, tapi langsung tenang begitu Asher mengelusnya. Dia tersenyum tipis. "Hei, anak ayam. Hidupmu singkat sekali, ya? Seharusnya saat ini kau bersama Phoenix lain, bermain dan menghabiskan waktu. Tapi anak ayam, aku senang kau datang. Aku senang kau lebih memilihku dibanding Amare. Sekarang, hidupmu akan berakhir.

"Terima kasih dan maafkan aku karena sudah membencimu. Aku takkan melupakanmu, seumur hidupku, Mochhie." Itulah kali pertama dan terakhir Asher memanggil nama Mochhie.

Asher berbalik menjauh sambil memejamkan mata guna menahan tangis. "Krrruuu!" Mochhie berteriak. "Jangan ke mana-mana! Tetaplah disitu!" balas Asher, lantas berlari dan menghilang di kegelapan malam.

Cleon menoleh, "Sharley, kejar dia. Biar kami urus Mochhie."

"Oke." Sharley berlari, sejenak menyempatkan diri menengok ke belakang. Semata-mata mendapatkan pemandangan Esmund hendak menusukkan pisau. Hatinya ngilu. Jadi ia berbalik tanpa menengok lagi. Merasakan matanya mengabur.

Sharley tak menyukai Phoenix itu. Ia berusaha merebut perhatian Asher, berperilaku overprotective. Namun sekarang, tak ada satu kebencian pun yang tersisa. Seolah semua rasa itu tak pernah dialaminya.

Sudah cukup jauh Sharley berlari, sayup-sayup dia mendengar jeritan Mochhie. Dia pun menutup telinga, hatinya semakin teriris. Dia memfokuskan diri untuk mencari Asher. Andai saja aku punya indra penglihatan tajam seperti Werewolf. Aku tak bisa melihat apa-apa! rutuknya dalam hati, diam-diam merasa takut karena ini terlalu gelap. Cahaya bulan bahkan tak sampai ke dasar.

"Asher, kau di mana?!" teriaknya. "Astaga, bisa-bisanya aku lupa punya kekuatan cahaya! Dasar bodoh!" Sharley hendak menjentikkan jari, tapi mendadak ada sesosok yang memeluknya dari belakang.

"Jangan munculkan cahayanya. Aku malu menangis," bisiknya tepat di telinga Sharley.

Gadis itu menurunkan tangan. Tangan Asher melingkari lehernya, dan dari tubuh sang pacar, menguar aroma samar khas. Hidung Asher menggesek telinganya, seperti gerakan menggoda. Sharley diam di posisi ini selama beberapa detik. Asher agak sesegukan, membuat bajunya agak basah.

"Tidak apa-apa, keluarkan saja. Aku takkan protes, dan di sini pun tak ada siapa-siapa," hibur Sharley.

"Aku benar-benar seperti anak kecil, ya?"

"Tidak kok, sungguh. Aku memaklumi dirimu." Sharley mengelus rambut Asher. Asher mendengkur seperti anak kucing.

"Sharley, sakit. Sakit. Aku benci."

"Aku paham, kau membencinya. Sepertinya Jytia tahu kalau Mochhie itu Phoenix, jadi dia menggunakan kesempatan itu untuk menekanmu."

"Ya, aku tahu. Dia bertindak mencurigakan sejak awal. Sharley, kumohon tolong tetap di sini untuk satu jam ke depan. Aku tak bisa melihat mayat anak ayam. Aku takut akan menunjukkan kelemahanku di hadapan yang lain."

Sharley mengangguk. "Apapun untukmu."

Asher menarik Sharley ke batu lantas duduk di sana. Sharley berada di pangkuan Asher. Si pemuda mendongak, Sharley terbelalak melihat matanya yang bengkak. Trauma itu ternyata melekat terlalu dalam,  Asher tak siap untuk ditinggal lagi. Waktu seolah melambat di sekitar Asher. Untuk yang pertama kalinya, Sharley melihat Asher sangat rapuh.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang