XXIV. Burung Peliharaan Baru!

337 85 7
                                    

Mereka terdiam, menatap mayat Marcell. Isak tangis pecah dari Sharley, mencengkeram kerah Marcell yang kini tak bernapas sama sekali. Tepat setelah berterima kasih pada gadis itu karena alasan yang tak jelas, dia menghembuskan napas terakhir.

"Maaf maaf." Sharley tak berhenti mengucapkan minta maaf. Marcell meninggal karena melindunginya, sama seperti Larrence Saezar. Hatinya teriris. Padahal mereka baru bertemu, tapi Sharley seolah menangisi kawan lama.

Sharley menepis air matanya. Dia mendekatkan wajah, kemudian mencium kening Marcell sebagai tanda penghormatan. Hal itu sering dilakukan ksatria ketika kawan dalam medan tempur mereka gugur. Karena Marcell juga ksatria, mungkin hanya ini yang bisa diberikan Sharley untuknya.

"Ayo, kita kembali sekarang," kata Zephran, tampaknya dia mengingat Larrence karena matanya berkaca-kaca. Sharley berdiri dibantu Asher. Esmund membersihkan darah Marcell lantas membopongnya ke Pegasus.

Sharley menatap wajah pacarnya. "Kau tak cemburu 'kan?"

Asher mengangkat alis. "Tentu, tapi aku sadar ini bukan saatnya cemburu-cemburuan."

Marcell ditaruh ke Pegasusnya dan diikat supaya tak jatuh. Bertepatan sekali dengan datangnya Cleon yang seperti dikejar angsa sekampung. Ini lebih seram dibanding dikejar angsa, pikir Sharley. Mereka bergegas naik ke Pegasus masing-masing, bersiap saat Cleon sudah dekat.

"Sekarang bagaimana?!" teriak Cleon, yang wajahnya pucat pasi dan berkeringat deras. "Tuangkan airnya setengah di atas rubah itu dan tutup botolnya. Kita pergi!" balas Sharley, dia sangat dendam dengan rubah itu.

Cleon menengok ke rubah. "Kenapa rubahnya begitu?"

"Jangan cerewet, lakukan saja!" bentak Sharley. Cleon mengangguk patah-patah. Mereka terbang cukup tinggi, membiarkan si serigala menuangkan air mata dewa di atas rubah. Dia pun terbang menyusul mereka. Rombongan tersebut pun melesat pergi.

Sharley menengok ke belakang, melihat dengan ngeri saat rubah dicabik-cabik segerombol hewan. Namun dia segera memalingkan wajah, merasa muak dan hancur.

"Kyuuu!" Asher terbang paling belakang bersama anak ayamnya. Mendadak Mochhie berteriak. Ia melesat, sayap apinya membakar kucing liar raksasa yang melompat dari pohon besar dan tinggi. Rupanya dia masih mencium aroma air mata dewa dan menyambar siapa saja di dekatnya.

Asher terbelalak. Kucing itu terbakar habis. Tetapi masalahnya api juga menyambar sayap Asher. Segera Mochhie panik, menangkap Asher dengan kakinya dan memadamkan api. Si lelaki tak meronta-ronta, sibuk memadamkan api dari sayapnya. Merintih sakit.

"Ash, kau baik-baik saja?" tanya Cleon, melirik bangkai kucing liar yang jatuh. Asher melotot. "Sayapku sakit."

Rosemary selalu healer menoleh. "Aku akan menyembuhkanmu, tenang saja. Aku tahu cara menyembuhkan sayap Demon."

"Baiklah." Maka Asher pun diam dibawa terbang Mochhie sembari melihat pemandangan di bawah dengan bosan.

🌙🌙🌙

"Malangnya. Dia mati karena racun rubah?" tanya Amare. Kini dia telah bertukar pakaian, yang terkesan glamor sekali. Seolah dia habis menghadiri pesta. Atau mungkin begitu, Amare bisa menyamar menjadi siapapun, batin Sharley.

Mayat Marcell dibaringkan ke matras di lantai. Esmund dan Floretta sibuk membersihkan darah Marcell. Sharley menunduk, dia bahkan tak kuasa menatap mayat itu.

"Apakah ... kau bisa menghidupkannya?" tanya Sharley asal-asalan. Amare yang memainkan carvatnya mengerutkan alis. "Diriku bukanlah dewa, jadi itu mustahil. Dia telah menemui ajalnya, relakan saja. Toh, nyawanya tak sepenting itu."

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang