IX. Cara Penyelesaian Masalah

438 88 10
                                    

Sharley menyandarkan badan ke rak buku perpustakaan bagian khusus keluarga Alerian. Kepalanya pusing sepanjang hari, sembari dia berusaha mengenyahkan pikiran tentang Luca. Nama itu terngiang-ngiang dan mengekorinya seperti bayangan.

Sharley menggapai udara kosong, lantas menampar pipi sendiri karena dengan bodohnya ingin mengelus Luca lagi. Gadis itu menggigit jari, dia merasa sangat malu dan terombang-ambing di pusaran ombak.

Melupakan rupa Sike Chaka Paton Luca tidak semudah itu. Karena pesonanya telah melekat sampai ke tulang. Sharley kehilangan cara untuk menyingkirkannya.

Asher memperhatikan dari rak seberang dengan mata melotot kesal. "Lupakan dia, Sharley!"

"Tak bisa. Astaga, kau melihatnya juga jika ia sangat gagah, anggun, menawan! Aku lemah terhadap hal-hal beginian." Sharley menendang-nendang lantai, membuat kakinya sendiri kesakitan.

Asher menggeram. "Lupakan atau akan kutaburkan bubuk gatal di kasurmu."

"Tidak romantis. Tapi yang benar saja! Kau cemburu dengan harimau kinclong yang asyik tidur?" tepis Sharley. Sebenarnya dia sama saja. Cemburuan, tapi dia berusaha tak menunjukkan itu. Asher mendekat, dan mengurung Sharley di antara kedua tangannya.

"Aku cemburu pada siapa saja yang dapat mengalihkan perhatianmu. Tak peduli jika itu harimau kinclong sekalipun. Ini sifat yang wajar dari Demon." desis Asher, wajahnya hanya berjarak seinci dari Sharley. Gadis itu menegang, sekujur badannya gemetar gugup. Asher masih menunjukkan toleransi dengan tidak memanggilnya 'milikku.'

"Benarkah? Sepertinya seru membuatmu cemburu terus," tutur Sharley.

Asher berdecak. "Tutup mulutmu."

Sharley menyeringai, perlahan badannya tenang. Tangannya mengalun di leher Asher, yang membelalak tak paham. "Tenanglah. Tak ada yang bisa merebut cintaku darimu. Kendalikan dirimu itu. Luca tak sanggup menyaingimu. Paham?"

Asher tersenyum tipis. "Aku tahu, aku tahu. Pesonaku jauh lebih mengagumkan dibanding Luca, tapi aku tak bisa tak cemburu. Sudah wajar Demon cemburu ketika apa yang menjadi miliknya–– bukan berarti kau benar-benar milikku, tapi yah begitulah––berpaling ke hal lain." Asher menyandarkan kepala di ceruk leher Sharley.

Ia selalu gusar saat perhatian Sharley teralih ke pria lain. Tentu Cleon tak termasuk. Perasaan konyol ini begitu memabukkan. Kecemburuan tak biasa yang memang bagian dari Demon. Ia berharap bisa mengontrolnya.

"Aku paham. Kau konyol sekali cemburu begini. Kauakan bertemu dengan Layland saat rapat nanti. Jika tak nyaman, kau boleh pergi." Sharley memainkan rambut lembut Asher yang sangat terawat sampai dia sendiri iri karena tak punya rambut selembut pemuda itu.

"Lantas membiarkanmu seruangan dengannya? Tidak deh, makasih. Aku akan di sana saja dan tak membuat masalah." Asher menarik diri. Sharley kelihatan ragu. Demon yang cemburu berat bisa-bisa menghancurkan ruangan dan memutuskan leher lawannya. Sangat kacau jika itu terjadi.

"Aku janji." Asher bersikeras. Sharley mau tak mau mengangguk. Dia keluar dari kukungan Asher, berjalan ke kotak di pojokan yang lusuh dan jarang sekali disentuh. Menyembunyikan ukiran apik di baliknya yang tertutup debu.

Sharley memakluminya. Karena ruangan hanya bisa diakses keluarga Alerian, maka pelayan pun tak bisa membersihkannya. Dia berpikir sudah saatnya membersihkan ini, tai pikirannya tak terfokus pada itu. Melainkan isi dari kotak.

Dia berjongkok. Isinya tak banyak. Hanya buku sampul kulit, jubah norak, mahkota ketinggalan zaman, sehelai pakaian lusuh bekas Avram saat menjadi budak, dan lukisan tentang para leluhur. Sharley membongkar kotak, dan memelototi lukisan seolah mau membakarnya sampai hangus. Lukisan ini terlalu tua untuk dikenali jelas wajah-wajahnya, tapi di balik kertas ada nama-nama para leluhur yang berjumlah lima puluh.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang