XXVII. Meminta Bantuan pada Kawan

339 81 3
                                    

Jantung Mochhie diletakkan dalam kotak kayu, siap untuk diolah menjadi ramuan. Sementara mayatnya telah dibakar tak begitu lama setelah diambil jantungnya. Tapi sekarang, ada kendala terbaru. Bahan-bahan ramuan tidak semua dimiliki oleh mereka. Bahan itu juga termasuk mahal dan tak ada di sembarang toko.

Sharley meremas perkamen itu. Mereka kehabisan waktu jika harus membeli bahan sebanyak ini. Tenggat waktu mereka adalah nanti siang. Sekarang sudah subuh. Selain mengumpulkan bahan, belum lagi dengan pengolahannya.

Ia berpikir keras bagaimana cara menyelesaikan ini secepatnya. Sekejap, melupakan sarapan yang terhidang di depan muka. Yaitu sandwich ikan tuna dan sebotol jus penyegar badan.

"Apakah tidak ada yang punya ide?" tanya Sharley. Semua kecuali Asher menggeleng. Asher masih selesu kemarin malam, menyantap sandwich isi sosis dan daging dengan pelan. Makanan itu terasa hambar di lidahnya.

"Aku ada," balas Asher. "Apa?" sahut Cleon. Kotak jantung Mochhie disembunyikan di dalam tas Esmund dan abu pembakaran disimpan Asher. Dia akan menerbangkan abu itu suatu hari nanti, setelah masalah ini selesai. Dia tak mau orang lain menerbangkan abu Mochhie, bahkan Amare sekalipun.

"Alister, kita bisa menemuinya. Dia 'kan peramu paling hebat, dia pasti bisa menolong kita."

"Astaga! Kenapa aku tidak kepikiran? Benar, Alister." Sharley menggulung perkamen, meletakkannya di tas.

Blaine yang menyantap wafel mendongak dan mengerutkan dahi. "Siapa itu Alister?"

"Ahli ramuan, kami mengenalnya cukup lama. Dia pasti mau menolong kita, lagipula tak ada aturan jika ini harus dilakukan oleh kita saja 'kan?" Sharley menyeringai. Jytia tak mengatakan apapun, dia hanya ingin ramuan itu sampai ke tangannya. Jadi, ini sah-sah saja dilakukan. Jytia pun takkan bisa menghentikannya.

"Benar juga. Ya sudah, ayo selesaikan sarapan setelah itu berangkat," tukas Zephran.

"Tapi ini masih jam enam pagi, apa tidak apa-apa bertamu sepagi ini?" protes Valerie. Karena memiliki attitude yang baik, tentu saja Valerie keberatan bertamu di jam segini. Itu tak terdengar sopan.

"Val, waktu kita tak banyak. Jam dua belas tepat kita harus memberikannya pada Jytia. Pembuatan ramuan tak cuma satu-dua jam saja, bahkan ada yang tiga hari. Untuk kali ini, kita terpaksa berkunjung pagi-pagi buta. Alister bakal kesal, tapi kita tak punya pilihan lain." Sharley menjelaskan panjang lebar sampai kerongkongannya kering.

Valerie mendumel pelan, tapi akhirnya mengangguk. Sharley merapat ke Cleon, memelankan suara supaya tak ada yang mendengar. "Apa kau sudah punya solusi berbaikan dengan Aledra?"

Cleon melotot dan merengut. Bekas saus menempel di ujung bibirnya. "Kau merubah moodku, bodoh," tutur Cleon. Sharley nyengir kuda. Ia tak bermaksud begitu. Ia tak pernah menyinggung masalah Aledra sejak datang ke Hyacintho. Sharley membiarkan Cleon mencari cara sendiri –– ia payah soal cinta-cintaan, tapi kelihatan sekali Cleon tak punya cara.

"Aku akan memikirkannya saat pulang nanti. Sekarang aku bahkan tak punya waktu memikirkan Aledra." Cleon menyuap gigitan terakhir sandwich isi sayur-sayuran mentah dan ikan tuna. Cleon tak terlalu suka sayuran terutama bayam, alhasil dia diam-diam menyingkirkan beberapa lembar sayur dari roti.

Makanan selama ini disiapkan Sharley, Rosemary, dan Valerie. Blaine dan Floretta tak pintar memasak, jadi mereka membatu sedikit. Para pria tak bisa protes karena bagian itu sudah menjadi kekuaasan wanita. Sekali protes, Rosemary bakal menyemburkan kata-kata pedas. Tetapi tentunya makanan disesuaikan selera masing-masing.

Marcell dulu pernah protes karena makanannya terlalu manis. Lalu, Rose berbicara pedas padanya. Setelah itu tak ada yang berani protes lagi.

Sharley menelan ikan tuna dengan susah, berusaha menyingkirkan Marcell dari pikirannya.

The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang