Jilatan api membumbung dari salah satu rumah, yang dengan cepat menyebar seperti deretan kartu yang disentil ujungnya. Makhluk-makhluk jelek berlompatan dan mengaum, menodong cakar, tanduk, atau sungut mereka. Anak-anak kecil menangis sambil digendong ibu mereka. Para orang dewasa sibuk menyelamatkan diri, tak peduli lagi mempertahankan rumah tempat mereka bernaung belasan atau puluhan tahun. Tanah bergetar dan angin bertiup saat monster saling berlompatan, membunuh siapa saja di hadapan mereka.
Monster berbadan mirip humanoid memakan anak kurcaci dan mencabik-cabiknya. Orang-orang berteriak panik dan ketakutan, tapi mereka tak bisa kabur karena monster mengepung desa.
Lidah Sharley mengecap besi berkarat. Ia tahu itu darah karena ia menggigit lidah terlalu keras. Namun pikirannya cuma tertuju pada satu hal. Bagaimana mereka bisa di sini? Sharley memikirkan kemungkinan terburuknya.
Segel terluar pulau Luca telah dihancurkan. Itu membuat para monster berhamburan keluar, mengacau di mana-mana. Apabila itu memang benar, maka Luca sudah bangun. Segel hanya bisa dibuka dari dalam, dan kemungkinan terbesarnya adalah Luca bangkit dari tidurnya.
Tidak mungkin salah satu keluarga kerajaan menghancurkan segel. Mereka takkan mendapat keuntungan apa-apa.
Mendadak Sharley pusing. Ia berusaha menolak kemungkinan itu, tapi gagal. Ia kehilangan arah, terjebak dalam kegelapan tak berujung yang membuatnya gila dengan sesosok harimau besar seperti di mimpi berdiri gagah di depannya. Bernapas sepanas api dan tertawa lebih menyeramkan dibanding hantu. Menggelegarkan tempat itu.
"Jangan diam saja! Habisi mereka!" Zephran berteriak. Kecuali Sharley, Asher, dan Cleon tak ada yang tahu jika monster-monster itu dari pulau Luca. Jadi mereka memelesat dan berteriak kesetanan.
Petir menyambar dari pedang Esmund. Dia melompat ke monster kalajengking setengah ular yang hampir menghabisi anak lelaki yang ketakutan. Panah-panah Floretta menghujani monster, tepat menusuk otak. Floretta tak bisa mengetahui di mana letak jantung mereka, jadi dia hanya menyasar otak.
Tali-tali merah Valerie mengikat monster mirip Orc, lantas Zephran memenggal kepalanya. Valerie pindah ke monster lain, menjerat mereka untuk dibunuh Zephran. Dia cukup gesit, meski sempat dicakar monster. Tetapi itu bahkan tak menggoyahkannya, karena itu tak seberapa dengan rasa sakit yang didapat dari Rielvaz.
Blaine bekerja sama dengan Rose. Rose membuat monster buta sementara dengan bubuk ramuannya. Lalu Blaine melemparkan pisau-pisau sampai kepala mereka menggelinding dan memuncratkan darah segar ke mukanya. Blaine memandang mayat-mayat monster dengan dingin, tapi Rose tampak ngeri.
"Ini ... tak mungkin. Bagaimana monster berada di sini? Itu artinya si Makhluk Kegelapan ..., " guman Cleon. Asher meneguk ludah kasar. Kenyataan kini menghantam mereka demikian pedih dan menggetirkan. Menjatuhkan mereka ke jurang tak berdasar dan membisikkan perintah untuk menyerah.
Sharley mengepalkan tangan. Tidak. Ini belum selesai. Ini bukan saatnya untuk mundur. Karena masih ada secercah harapan. Yang akan menjadi penentu masa depan. Yang akan menjadi salah satu takdirnya.
Sharley takkan menyerahkan semuanya pada Luca. Bahkan bergelimpungan di kotoran anjing saja lebih baik dibanding menyerah.
Ia menjentikkan jari, dua pedang petir bercampur kegelapan muncul. Meski ujung jari gemetar, ia harus tetap bertahan. Ia tak sudi menyerah. Ia tak sudi meninggalkan orang-orang tersayangnya.
Kau bisa melakukannya, Sharley, Clementine. Ada orang-orang yang harus kau lindungi, ada orang-orang yang harus kau jaga senyumannya. Sike Chaka Paton Luca, aku takkan berhenti di sini, batinnya. Memikirkan Luca yang jengkel, itu membuat perutnya geli.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternal Country (4) : The Being of Darkness (√)
FantasySharley tak pernah berpikir kalau perjuangannya bisa sepanjang ini. Selepas dia menjelajahi waktu dan membuat darah Mezcla di tubuhnya musnah, dia hanya menjadi penyihir. Tapi dia tak memikirkannya, bahkan mengeluh kalau dia tak punya kekuatan seheb...