Raden hari ini sedang berjalan-jalan mengelilingi sekolahnya. Sedang bosan karena tak ada yang bisa ia ajak main. Sebenarnya ada sih, Ghina, anak bapak Jenderal yang kebetulan lagi nganggur dan gak ngapa-ngapain.Karena sekolah lagi nyiapin acara buat ulang tahun mereka, beberapa murid di kelas yang termasuk OSIS harus bantu siapin acara.
Ada lomba-lomba gitu, KATANYA.
"Ini teh mending gue main sama anak bapak Jenderal aja gak sih? Kayak orang bego gue jalan-jalan keliling sekolah," monolog Raden.
Tak lama setelah itu, ada tiga orang siswi yang Raden tebak adalah Kakak Kelasnya.
"H-hai dek!" Sapa salah satu kakak kelasnya yang dibalas senyuman oleh Raden.
"Hai Kak," balas Raden ramah.
"A-aku ada sesuatu buat kamu." Gadis itu mengeluarkan sebatang coklat dan cookies pada Raden, "ini, di terima ya!"
Raden terdiam, dia biasa saja jika ada yang mengejarnya, tapi jika sampai diberi makanan seperti ini, Raden jadi tidak tega.
Tidak tidak, Raden tidak berniat untuk menolak. Hanya saja dia merasa tidak enak karena harus diberikan makanan seperti ini, terlalu berlebihan menurut dirinya sendiri.
"A—
"Wuihh, ada yang abis dikasih chocolate nih." Celetuk seseorang sambil merangkul Raden.
Ghina, gadis itu tersenyum miring menatap Kakak kelasnya yang menatap kehadirannya kaget. "Maaf ya Kak, bukan bermaksud apa-apa, tapi saya mau nanya. Kakak ngapain ngasih Raden chocolate? Valentine kan udah lewat."
"Ya emang kenapa? Terserah gue dong mau ngasih dia chocolate apa enggak."
Ghina mengangguk asal, "oh oke. Terus kenapa Kakak ngasih Raden cookies? Raden itu paling gak suka sama cookies Kak, even cookiesnya—UEENAKK POLL! Juga dia gak bakal makan." Ucap Ghina sambil menekankan beberapa kata seraya tersenyum.
Raden yang sudah kepalang kesal dengan Ghina mencubit pelan perut gadis itu, "jangan asal ngomong anjir." Bisik Raden canggung
"Kamu beneran gak suka cookies, Dek?" Raden melirik Ghina yang hanya diam menunggu jawaban Raden.
Kalau misalnya dia jawab suka dengan cookies, itu sama saja dia menyangkal omongan Ghina. Karena bagaimanapun juga dia memang tidak suka cookies, walau tidak seserius yang dikatakan Ghina.
"I-iya, sorry banget ya Kak. Tapi kalo chocolate ya tetep aku take dong!" Raden mengambil chocolate tersebut sembari tertawa kecil.
Kakak kelasnya itu pun mengangguk, lalu setelah itu pergi dengan teman-temannya seraya berbisik-bisik. Ghina rasa dia sedang jadi bahan ghibah mereka.
Gadis itu pun menatap nyalang Raden yang tengah membuka chocolate pemberian Kakak kelas mereka tersebut, Ghina segera mengambil paksa chocolate tersebut membuat Raden mendesis kesal.
"Kenapa sih?!"
Ghina mengangkat tangannya ke udara, mengisyaratkan Raden itu untuk diam. Gadis itu membuka isi chocolate tersebut dan menemukan secarik kertas. "Dia ngejedor lo anjir!" Pekik Ghina
Kening Raden mengerut lalu melihat ke isi kertas yang sedang Ghina baca.
"Wah wah, gak bisa dibiarin ini!"
"Hah? Kenapa?"
Ghina menatap Raden lekat, "pokoknya jangan diterima!" Raden seketika mendelik, "dih? Kenapa?"
"Anaknya problematic."
Akhirnya Ghina to the point, selama jika Raden dijedor oleh siapapun, gadis itu pasti akan heboh menyuruh Raden untuk menolak tanpa memberikan alasan tersendiri.
"Serius lo?" Tanya Raden dengan mata sipitnya.
"Ck, bener elah. Makanya jangan kudet-kudet jadi orang. Gue denger dari sepupu gue yang satu angkatan sama dia, katanya Kakak kelas itu tadi juga dikeluarin dari OSIS gara-gara ketauan hampir ngew—
"Oke, stop! Gue paham."
Anak bapak Jenderal kenapa frontal banget sih ngomongnya?!
"Oh oke, pokoknya jangan diterima ya!" Raden mengangguk pasrah.
Pemuda itu pun menghela nafas lalu berjalan merangkul Ghina, "kalo kayak gini kapan gue dapet pacar anjir? Dihalangin terus sama lo." Gerutunya.
"Siapa yang halangin anjir, gue gak halangin ye. Lo kalo mau pacaran ya pacaran aja sana," balas Ghina tak terima.
"Hilih, paling juga ujung-ujungnya lo bakal bikin gue putus sama pacar gue. Kayak waktu itu, lo ngasih tau ke mereka kalo gue itu orangnya cuek dan pelupa, makanya mereka ilfeel terus ngajakin gue putus."
"Ya tapi kan emang bener, lo kan emang cuek, ada orang minta diselamatin gara-gara hampir tenggelam aja lo cuekin."
"Astaghfirullah, Ghina. Ya gak sampe kayak gitu juga."
"Ya udahlah, toh kalo misalnya lo gak dapet pacar ini, paling nanti dikenalin sama anak temen Bunda lo." Balas Ghina lalu memakan chocolate yang diberikan oleh kakak kelas yang menjedor Raden tadi.
Raden mendelik, "ih, gak mau! Mending gue sama lo aja."
"Malah gue yang gak mau sama lo anjir, gue maunya sama Ares. Dia kan cakep, pinter, baik, paket lengkap deh pokoknya!"
Raden menatap sinis temannya itu, lalu menjewer telinga Ghina. "Udah mulai suka ya lo sama Ares ya? Iya? Padahal waktu itu kita udah ijab kabul loh, Ghin?"
"Hah? Anjir? Kapan?!"
"Waktu dulu pas masih kelas 3 SD, masa lo lupa?"
"YA ITUKAN KITA MASIH KECIL BANGSAT! LO NGAREP GUE JADI ISTRI LO HAH?!"

KAMU SEDANG MEMBACA
16 (SIXTEEN)
FanfictionKalau tidak salah, Raden pernah dengar kalau tiap orang akan bertemu dengan jodohnya diumur 16 tahun, yang mana itu adalah disaat masa-masa SMA bukan? Tapi kenapa masa SMA di usianya yang 16 tahun ini tampak sangat suram karena kehadiran gadis bern...