34) The Problem is YOU

179 21 5
                                    


Ella menatap malas Ghina yang tampak tak punya semangat hidup. "Lemes banget lo, tipes ya?"

"Lo tau Raden kemana?" —Ghina

Giliran Ella mendelik tajam, "ngapain cariin Raden? Masih waras lo nyariin dia?"

"Ya cuma nanya aja."

"Hah, gue juga kagak tau, Ghin, tuh bocah kemana. Tiba-tiba ngilang aja gitu, gue tanya ke Sadam juga dia gak tau, bilangnya Raden gak ada dirumah."

Ghina terdiam sejenak, seingatnya juga sudah hampir tiga hari ini dia tidak melihat Raden di kediaman pemuda tersebut.

"Btw, kemaren gue liat lo sama Ares jalan berdua. Udah ada plan ganti pacar ya lo?" Tanya Ella.

"Ck, apaan sih, La. Dia emang cuma sering nganterin gue pulang doang."

"Tumben, biasanya juga lo tolak mentah-mentah kalo dia mau nganterin lo pulang."

"Dia yang maksa. Ya udah gue iyain aja."

"Cie, paling abis lo putusin Raden. Si Ares langsung ngegas ngajak jadian." Ucap Ella menggoda sambil menyenggol lengan sahabatnya itu.

"Ish, apaan sih, El? Bisa gak sih gak usah ngomong kayak gitu? Kalo sampe beneran gimana?"

"Ya gakpapa, gue doain semoga lo beneran putus sama Raden terus jadian sama Ares."

Ghina berdecak malas. "Guenya yang gak mau jadian sama Ares."

"Kenapa? Katanya lo suka sama dia."

"Ya itu kan dulu! Sekarang udah engga."

"Dih? Baper ya lo sama Raden sampe udah gak suka lagi sama Ares? Ck ck, baper kok sama tukang selingkuh."

Ghina lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Ini kok temen-temennya jadi pada kayak gini ke dia?

Oke, Ghina tahu kalau memang tidak seharusnya dia melanjutkan hubungan dengan 'tukang selingkuh' itu. Tapi ya, bukan berarti mereka dengan seenak mulut menyuruh Ghina agar berpacaran dengan Ares.

Dia hanya merasa... tidak nyaman.

Sudah hampir seminggu selama ujian ini, Ghina selalu berusaha menghindar dari pemuda tersebut. Dia merasa ada sesuatu yang tidak mengenakkan dari Ares.

Entah lah, mungkin saja memang dia sudah benar-benar tidak suka dengan pemuda itu. Seakan-akan Raden sudah berhasil mengambil seluruh hatinya hanya dalam kurun waktu 6 bulan saja.

"Gue, bukannya gak mau putusin Raden." Ghina menjeda kalimatnya, menatap Ella disampingnya lekat. "Gue cuma takut, ngulang kejadian yang sama kalo gue sama Ares nanti."

.

"Gue.. gak tau kalo ternyata hubungan Ghina sama Reisya kayak gitu."

"Gue tuh berasa nemu harta karun, anjir. Pengen banget bongkar soal itu ke Ghina, atau malah ke Raden. Tapi gue masih ragu juga buat ngasih tau juga." Ucap Rihanna.

"Kalo kita mau hubungan Raden sama Reisya bener-bener hancur. Kita harus kasih tau hal itu ke dia." Tukas Juan serius. Oh, dia sendiri bahkan tak menyangka jika si Reisya berwajah polos itu seorang pembully.

Entah kenapa dia berfirasat kalau gadis itu pindah ke Jakarta juga karena ada kasus di tempat tinggalnya dahulu. Dia akan mencari tahu lebih dalam soal itu.

"Gue kalo jadi Raden shock sih. Kok bisa suka sama cewek polos yang aslinya kek setan gini." Rihanna mulai berucap panjang lebar soal tanggapannya tentang Reisya.

Sementara Juan hanya diam termenung, memikirkan rencana yang pas untuk misi kali kali ini.

"Tapi kalaupun kita bikin hubungan Reisya sama Raden hancur. Apa itu bakal bikin keputusan mereka buat putus itu batal?" Celetuk Rihanna.

"Hm, kemungkinan sih, enggak. Lo tau, kan? Temen-temen kita—ralat, hampir seluruh angkatan kita pada dukung Raden sama Ghina putus. Apalagi semenjak kasus itu ke-up di base, warga sekolah bakal ngomongin itu terus-terusan sampe mereka akhirnya putus."

"Iya juga. Tapi lo yakin gak, kalo Raden itu beneran bilang kalau dia bosen sama Ghina?" Tanya Rihanna seraya menopang dagunya ke meja.

Juan tersenyum kecil, "of course, no. Selama ini lo selalu liat tiap gimana Raden selalu bikin usaha biar deket sama Ghina, walaupun caranya harus pake berantem. Soal Raden yang nembak Ghina aja bukan hal yang mendadak sebenernya, tapi karena emang dia udah suka sama Ghina dari lama, lama banget. Jadi gak mungkin dia sia-siain perjuangan pendekatannya sama Ghina. Meskipun emang saingannya harus Ares. But, emang harus diakui Raden udah berhasil 100% bikin Ghina berpaling dari Ares."

"Raden itu, dia gak bakal pernah tau soal penyebab Ghina pergi dulu. Tapi dia selalu tau kalo dia udah naruh hati ke Ghina dari lama," lanjut Juan.

"Sebenernya masih ada cara gak biar dia bisa dapet ingatannya lagi?" Tanya Rihanna.

"Ada, cuma kemungkinannya bakal kecil. Dan itu sebabnya, gue pengen kita ngasih tau ke dia soal Reisya itu, biar dia mikir dua kali buat gak naroh hati ke orang yang dulu bully pacarnya."

.

.

Ghina berjalan sendirian hari ini. Lagi-lagi dia pulang sendirian, dan kali ini berjalan kaki. Tentu karena dia sudah tidak ada cukup uang untuk naik ojek.

Ya walau sebenarnya tadi banyak temannya yang menawarkan tumpangan, tapi bukankah tidak enak juga harus menyusahkan orang lain atas keadaan menyedihkan kita?

Oh, dan hari ini dia berniat mampir ke taman komplek untuk duduk di ayunan sebentar sambil meratapi nasib percintaan SMA-nya yang menurutnya sangat tolol ini.

Namun yang didapatinya adalah seorang anak kecil yang sedang duduk diam di ayunan, sendirian.

Perlu diulangi.

SENDIRIAN.

"Busett, ngapain tuh bocah sendirian sore-sore gini? Setengah jam lagi mau maghrib pula, apa kaga takut digotong orang?" Monolog Ghina sendirian lalu berjalan menghampiri bocah tersebut. Tentu saja dia kenal dengan bocah tersebut.

"Heee, kamu ngapain main sendirian disini? Gak takut diambil orang?" Tanya Ghina melantur.

"Mbak Ghinaa!!" Pekik bocah itu senang lalu berlari menghampiri Ghina.

"Ngapain main sendirian? Gak punya temen ya? Aduh, kasian."

"Raka kan emang gak punya temen. Mereka ngejauhin Raka."

Langsung saja Ghina dibuat kicep oleh jawaban Raka. Ya ampun, Ghina menyesal berucap seperti itu tadi pada bocah kecil lucu seperti Raka.

"Y-ya terus kalo gak ada temen ngapain main disini sendirian? Bahaya tau kalo kamu sampe diculik."

"Tadi, kata Bunda aku disuruh main aja. Bunda lagi sibuk masak banyak, katanya mau ada pakde sama bude."

Ghina tercengang dengan jawaban Raka. Ya tuhan, anak kecil ini cukup pintar dalam memilah kata-kata menurut Ghina.

"Yaudah kalo gitu ayo pulang, Bunda kamu pasti cariin." Ucap Ghina kemudian menggandeng Raka untuk pulang bersamanya.

Tangan kecil yang digenggam itu tampak sangat lucu di tangan Ghina. Setiap yang melihatnya mungkin akan memekik gemas melihat mereka berdua yang saling mengobrol diiringi pekikan tawa Raka.

"Kalo gak ada temen, kenapa gak main sama Mas Anta aja?" Tanya Ghina.

"Mas Anta kan lagi pergi, Mbakkk."

Ghina mengerutkan keningnya bingung, "pergi kemana?"

"Pulang kampung, ke Solo. Jauhh kata Bunda."

"Emang kenapa pulang ke Solo?"

"Kata Bunda, eyang kakung sakit."

Ah, jadi ini alasannya. Ini alasannya kenapa Raden menangis saat itu.

16 (SIXTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang