9) Parfum Palsu

148 43 2
                                    


Ghina menatap lekat Ares yang tengah sibuk mengerjakan soal fisika, selain itu bingung kenapa pemuda ini bisa mengerjakan soal tersebut.

MEREKA KAN JURUSAN IPS BUKAN IPA, DI IPS MANA ADA FISIKA.

Kayaknya Ares nyasar deh, Ghina yakin.

"Ares Ares," panggil Ghina.

"Kamu ngapain ngerjain soal fisika?" Tanya Ghina sambil ikut melihat hasil coretan hitungan Ares.

"Gabut aku, makanya nyoba ngerjain, eh gak taunya seru."

Ghina tersenyum miris pada chairmate-nya itu, ternyata begini rasanya punya teman sebangku yang pintarnya gak kesampaian.

Mana cowok pula, Ghina kan jadi merasa makin kalah.

Tiba-tiba saja Ella datang, dengan wajah datarnya. Berjalan ke arah kursi Raden lalu duduk disana, membuat sang empu mengajukan protes.

"Eh eh, ngapain lo duduk disini?!"

"Gue lagi pengen duduk disini, lo duduk bareng Sadam dulu sana." Balas Ella seraya mengeluarkan buku tulisnya.

Raden baru saja ingin melayangkan protesan kembali tapi sayangnya Rihanna langsung memindahkan tas milik pemuda itu ke bangku Ella.

"Tukeran tempat duduk sehari aja apa salahnya sih, Den?" 

Raden berdecak tapi tetap menuruti ucapan temannya itu.

Ghina yang melihat itu pun berinisiatif mendekati Ella, lalu bertanya. "Lagi kemusuhan ya sama Sadam?"

Ella memasang wajah cemberutnya lalu mengangguk. "Lo tau gak sih?! Kemarin tuh ya gue kan diajakin pulang bareng sama Sadam, terus gue tinggal sebentar tuh bocah buat ngambil Tupperware yang ketinggalan di kolong meja, eh balik-balik dia udah hilang. Bilangnya udah pulang duluan bareng Naya, babi banget anjir."

"Padahal gue udah batalin janji gue sama Cindy gara-gara Sadam ngajakin pulang bareng, eh gak taunya malah gak jadi. Ngeselin banget sumpah ih, Ghin."

Ghina hanya mengangguk-angguk mendengar cerita Ella, kemudian melirik Ares yang tampak ikut mendengarkan percakapan ini, dan Ares sendiri melirik ke arah Sadam.

Demi bebek peliharaannya Raden, bisa-bisanya Ella gibahin orang didepan orangnya sendiri.

"Ya udahlah, besok-besok kalo Sadam ngajakin bareng gak usah diiyain. Cari tebengan lain aja, kan bisa tuh si Rizky kalo gak Nisa." Ucap Ghina

"Sama gue aja, El, nanti kit—

"Kalo kata gue sih jangan sama Ares, El. Ares kalo dijalan bacot banget, nanti yang ada kuping lo panas lagi denger dia ngomong terus," sahut Raden.

Ares menatap sinis ke Raden, "kayak lo gak aja."

Sementara teman-temannya yang lain mengobrol, Rihanna menghampiri Sadam yang tampak sangat lesu hari ini.

"Kenapa lo? Sakit?" Sadam mengangguk.

"Iya, sakit hati gue diomongin gitu, mana gibahnya kenceng pula sampe kedengeran ke telinga." Jawab Sadam membuat Rihanna tertawa.

"Nanti istirahat minta maaf gih sama Ella," tukas Rihanna.

"Loh, kok minta maaf?"

"Ya kan kemaren lo pulang duluan bareng si Naya itu, mana ninggalin Ella pula, emangnya gak merasa bersalah lo gara-gara ninggalin dia?"

Sadam terdiam, "ya bersalah sih."

"Nah yaudah, nanti minta maaf sama dia." Sadam mengangguk pelan.

"Lagian, kok lo bisa-bisanya sih malah pulang bareng Naya? Abis diapain lo sama dia?"

"Ya gak diapa-apain, dia cuma minta anterin pulang doang, soalnya dia mau jengukin neneknya yang lagi sakit."

"Terus? Kenapa mintanya sama lo? Emang lo siapanya? Sepupunya? Pacarnya?" Cerocos Rihanna.

"Y-ya bukan siapa-siapanya sih, kan gue cuma bantu doang—

"Halah, bilang aja lo mau cari muka kan biar keliatan gentle, basi banget anjir."

Sadam menghela nafas, entah kenapa merasa bahwa mengobrol perihal masalah ini pada Rihanna adalah sebuah kesalahan.

Niat ingin bercerita eh yang ada malah kena semprot.

.

.

"Jauh-jauh lo dari gue," ketus Ella pada Sadam.

"El, gue minta maaf serius, gue gak bermaksud ninggalin lo gitu aja kemarin," ucap Sadam dengan wajah melasnya.

"Lo gak maksud ninggalin gue tapi kenapa lo malah pulang bareng sama Naya? Mau cari muka lo depan dia? Gak capek cari muka terus depan cewek?"

Sadam menghela nafas, "gue gak niat cari muka, serius, disitu posisinya lagi genting El, neneknya Naya sakit."

"Ya terus urusannya sama lo apa anjir? Kan bisa lo tolak permintaannya, emangnya dia siapa sih? Anak pejabat? Anak mentri? Anak presiden? Hebatan juga bapaknya Ghina yang Jenderal!" Ella berceloteh panjang lebar.

"Eh eh eh, apaan nih bawa-bawa bapak gue?" Celetuk Ghina yang sedari tadi hanya menyimak perdebatan Sadam dan Ella.

"Jadi pentingan nganterin dia daripada nungguin gue yang cuma ngambil Tupperware sebentar, yang ketinggalan?" Tanya Ella.

"Sorry," ucap Sadam pelan. Nyatanya hanya itu yang bisa dikatakan oleh Sadam.

Ella pun berdecak lalu kembali melanjutkan makannya, malas berbicara kembali dengan si preman sekolah itu.

"Gue janji gak gitu lagi, sumpah!"

Ella membanting sendok makannya membuat seisi meja—Juan, Rihanna, Ares, Raden dan Ghina—terkejut.

"Tau gak sih? Omongan lo tuh kayak parfum isi ulang bangsat! Wangi tapi palsu."

Sadam diam seribu bahasa, memang ini salahnya dari awal.

16 (SIXTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang