28) ICEMOSI

108 30 14
                                    


"Mereka udah putus, Na." Beritahu Juan pada pacarnya yang tengah sibuk menggigit es krim.

"Oh, bagus." Respon Rihanna yang sangat tidak sesuai dengan ekspektasi Juan.

Pemuda itu menghela nafas seraya membersihkan noda es krim pada mulut Rihanna, "terus abis ini lo mau ngapain?"

"Buset, pelan-pelan dong bersihinnya, kasar banget." Protes Rihanna pada Juan, dan berakhir dia sendiri yang membersihkan noda es krimnya. "Mau?" Tawar Rihanna, padahal es krimnya sudah setengah habis.

Juan menggeleng, "gak, buat lo aja."

"Gue sih niatnya mau ngunciin mereka berdua di gudang—

Tiba-tiba saja Juan menggenggam tangan Rihanna, membuat sang empu terkejut dan menatapnya bingung. "Kenapa sih lo?"

Pemuda itu menggeleng pelan, "jangan, ya? Udah, biarin aja mereka ngurusin urusan mereka sendiri, lo gak usah ikut campur. Apalagi kalo Sadam juga sampe tau kalo lo yang bikin Adrin minta putus ke dia, bisa-bisa gawat nanti."

Rihanna terdiam, lalu melepaskan tangannya pelan-pelan dari genggaman Juan. "Lo kenapa kayak takut banget sih sama Sadam? Dia mah gak bakal ngapa-ngapain, Ju, kalo tau gue yang ngehasut Adrin buat putus sama dia."

"Gue gak takut sama Sadam, yang gue takut itu dia ngapa-ngapain lo. Lo gak pernah liat Sadam marah, ya? Dia bisa aja marah sama lo kalo tau li yang bikin dia sama Adrin putus." Juan menjeda kalimatnya sejenak, "tanpa lo sadarin, selama ini Sadam udah mulai coba buat terbuka sama Adrin, Na, tapi karena lo yang selalu mikir kalo Adrin cuma pelarian Sadam, malah ngebikin dia jadi ragu buat mulai buka hatinya ke Adrin."

"....jadi lo nyalahin gue?" Tanya Rihanna pelan.

Juan kembali menggeleng, "enggak—

"Bohong, kalo emang gue gak salah, kenapa ucapan lo seakan-akan nyalahin keinginan gue buat bikin Sadam sama Ella bisa balikan lagi?" Sela Rihanna.

"Gak gitu maksud gue, Ina."

"Ya terus?!" Nada bicara Rihanna mulai meninggi, entah kenapa emosinya langsung kesulut ketika dia disalahkan secara tidak langsung seperti itu.

Juan menghela nafas berat, dia tidak mau lanjut berdebat dengan Rihanna, ujung-ujungnya pasti dia yang akan selalu disalahkan. "Pulang aja, yuk? Udah sore, nanti kita bahas besok lagi aja."

"Gak, gue belum selesai! Lo emang gak pengen liat Ella sama Sadam baikan? Kayak dulu? Mereka itu bergantung satu sama lain, Ju, makanya gue bantu mereka baikan. Dan satu-satunya cara, ya ini."

Pemuda itu mengambil nafas panjang. "Yakin? Yakin kalo cuma itu caranya? Lo beneran yakin setelah bikin Ravael menjauh dari Ella dan bikin Sadam sama Adrin putus, bisa bikin hubungan Sadam sama Ella baik ke semula? Kalo merekanya aja gak mau, ya jangan dipaksa, Na. Nanti yang ada jadi boomerang buat diri lo sendiri."

"Gue yakin bisa bikin hubungan mereka kembali ke semula. Sadam gak butuh Adrin, Ella juga gak butuh Ravael. Mereka cuma butuh satu sama lain." Ucap Rihanna percaya akan apa yang telah ia lakukan.

Tangan Juan mengepal, mencoba menahan emosi karena Rihanna yang terus bertetap teguh pada pikirannya. "Bener kata orang-orang, lo emang paling buruk dalam menilai orang lain."

.

Ghina terdiam duduk di meja belajarnya, tidak, dia tidak belajar. Melainkan memikirkan sesuatu yang tak sengaja terlintas di pikirannya. Ucapan Reisya saat di kafe tadi.

"Justru karena itu aku balik kesini, selain pulang, aku juga kangen sama Raden."

Gadis itu pun menopang dagunya, "itu berarti dia balik ke Jakarta karena Raden?"

16 (SIXTEEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang