"Mau ngapain si Ares?" Tanya Raden dengan wajah datarnya ketika mendengar obrolan bisik-bisik Sadam dan Ella.
Keduanya tertawa canggung. "Haha, gak kok, gak ngapa-ngapain. Emangnya si Ares mau ngapain?" Ujar Sadam kaku dan Ella yang mengangguk-angguk membenarkan.
Raden mengambil penggaris besi milik teman sekelasnya dan memukul meja keras. "Yakin gak mau ngasih tau ke gue?"
Ella menarik nafas panjang. "Ares marah karena lo jadian sama Ghina dan dia nyalahin lo karena macarin Ghina. Ares cemburu juga marah karena dia juga pengen nembak Ghina sebentar lagi waktu itu tapi keduluan sama lo. Jadinya sekarang mungkin dia kemusuhan sama lo?" Ujar Ella cepat sambil meringis di akhir kalimat.
Raden terdiam membuat Sadam dan Ella gugup. "Den?"
Si empu pun langsung tersenyum tak percaya, "dia yang salah anjir! Kok malah nyalahin gue, lagian siapa cepat dia dapat lah!" Ucap Raden.
"Terus dia bilang apa lagi?"
"D-dia gak bilang apa-apa lagi," jawab Sadam. Dia berharap Raden mempercayai jawabannya yang sangat kentara gugup.
"Oke, gue minta tolong sama lo berdua buat awasan dia ya. Gak lucu sumpah kalo misalnya dia musuhin gue terus niat mau ngerebut Ghina dari gue. Ngerti?" Sadam dan Ella mengangguk cepat.
Setelahnya Raden pergi keluar kelas, Sadam dan Ella berhasil bernafas lega setelahnya. Wajah Raden tampak sangat menyeramkan tadi, sungguh. "Serem banget anjir mukanya Raden, kayak preman." Ucap Ella.
"Mukanya Raden kan emang preman banget, baru nyadar lo?" Balas Sadam.
"Terus sekarang gimana?"
"Ya awasin Ares lah, ngeri juga cuy dia ngerebut Ghina dari Raden. Baru juga jadian seminggu masa udah direbut aja," jawab Sadam.
.
.
"Nanti malem sibuk gak? Gue mau ngajakin jalan-jalan."
"Lo tau kan gue gak boleh keluar malem," ucap Ghina pada Raden.
"Oh iya, tapi bukannya Papah lo lagi ada dinas di luar kota? Mamah lo juga lagi di rumah nenek lo, kan?"
"Ya tapi tetep aja gue gak boleh keluar malem anjir, kalo tiba-tiba emak gue pulang gimana?"
"Gak bakal, Ghina. Rumah nenek lo kan di Bekasi Timur, jauh lah dari sana kesini. Lagian cuma sebentar doang, janji dah jam setengah 9 gue pulangin ke rumah." Ucap Raden.
Ghina menghela nafas, "oke. Awas aja lo kalo sampe gak pulangin gue pas setengah 9."
.
"Mau kemana sih, Mas?!" Tanya Ghina sedikit berteriak.
"HA ANJIR? APAAN?" Raden kaget tiba-tiba Ghina manggil dia pake embel-embel 'Mas', kok dia dipanggil gitu?
"Ini kita mau kemana?!"
"Ke alun-alun kota! Btw, lo ngapain manggil gue Mas anjir? Kita belum sah bego, udah manggil Mas aja!"
"Ya kan nama lo ada Mas-nya! Raden Mas Prananta!"
Oh iya juga, Raden baru ingat kalau nama dia ada Mas-nya. "Oh, gue aja ternyata yang kegeeran, sorry ye."
Tak lama kemudian sampai lah mereka di alun-alun kota yang cukup ramai. Sepertinya karena hari ini malam jumat jadi banyak yang datang. Raden menggandeng tangan Ghina erat, "jangan kemana-mana lo, Ghin. Nanti kalo ilang gue yang panik nanti." Ucap Raden.
"Iya elah, kagak usah gandengan gini bisa gak sih? Gue bukan anak kecil ya, udah gede nih gue, udah tinggi kayak tower."
"Mau lo setinggi menara monas juga bakal tetep gue jagain kali. Udah ayo buruan, keburu malem nanti lo ngamuk-ngamuk minta pulang." Raden berjalan menyeret Ghina keliling alun-alun kota.

KAMU SEDANG MEMBACA
16 (SIXTEEN)
FanficKalau tidak salah, Raden pernah dengar kalau tiap orang akan bertemu dengan jodohnya diumur 16 tahun, yang mana itu adalah disaat masa-masa SMA bukan? Tapi kenapa masa SMA di usianya yang 16 tahun ini tampak sangat suram karena kehadiran gadis bern...