"Abis pulang sekolah, kamu ada kegiatan apa, Ghin?" Tanya sang Mamah."Les Balet, kenapa? Mau nemenin?"
Sang Mamah pun tertawa lalu menggeleng, "enggak, cuma nanya aja. Yaudah kalo gitu nanti kamu minta anterin Raden aja ya, kan kamu pulangnya bareng dia."
"Ih kok Raden sih, Mah." Cemberut Ghina, dia kan maunya pulang bareng Ares, kok ini Mamahnya malah nyuruh dia pulang sama Raden.
"Terus kamu mau sama siapa? Papah gak bisa, Ghin." Balas Mamahnya
Ghina mencebik, "yaudah deh, daripada gak ikut les. Udah bayar mahal masa gak ikut."
"Yaudah aku berangkat dulu, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Ghina berjalan tergontai-gontai ke depan rumahnya, namun dibuat kaget oleh Raden yang sudah menunggunya seraya duduk manis di motor.
"Selamat pagi anak bapak Jenderal~"
"Pagi," balas Ghina malas lalu menatap kesal Papahnya yang sedang sibuk memandikan burung kenari.
"Kok bukan Papah sih yang nganterin aku?!"
Sang Papah menghela nafas, "capek Papah, Ghin. Lagian kan mumpung si Raden ngasih tumpangannya gratis ini, mending iyain aja."
"Tuh denger kata bapak lo," sahut Raden membuat raut wajah Ghina semakin cemberut.
"Kamu hati-hati ya bawa anak saya, awas aja kalo sampe kejadian kayak minggu kemarin. Bukannya nyampe sekolah malah balik ke rumah lagi, mana bajunya kena lumpur."
Ah iya, Raden baru ingat soal kejadian minggu lalu. Dia bahkan sampai dimarahi oleh Mamahnya selama tiga hari, katanya "mau ditaroh mana muka kamu didepan keluarganya bapak Jenderal hah?"
"Yaudah lah ya, santai aja, muka kan gak bisa pergi kemana-mana." Monolog Raden
"Yaudah aku berangkat dulu, assalamualaikum." Ghina pergi setelah dia salim pada sang Papah.
"Waalaikumussalam!"
.
.
"Ciee anak bapak Jenderal berangkat bareng sama anak bapak DPR," goda Ella yang melihat Ghina dan Raden masuk ke kelas.
Ghina menatap sinis Ella lalu langsung duduk ditempat duduknya, Ares yang melihat wajah muram teman sebangkunya itu mendadak prihatin.
"Jelek banget, abis kenapa?" Tanya Ares. "Gak, lagi badmood aja." Jawab Ghina lalu menelungkupkan wajahnya.
Tangan Ares bergerak mengelus surai legam milik gadis itu, lantas berkata, "yang namanya Raden! Ini anak bapak Jenderal abis lo apain anjir?!"
Raden berdecak, "ya mana gue tau. Udah dari rumah kayak gitu, sampe bapaknya aja disinisin sama dia."
Tiba-tiba saja Rihanna datang dengan berlari lalu bersembunyi di belakang pintu kelas, sampai akhirnya ada seorang guru laki-laki—Pak Ghani yang datang.
"Ekhem, permisi. Kalian ada yang liat Rihanna gak?" Tanya sang guru
Raden yang baru saja ingin menjawab jika Rihanna ada dibelakang pintu kelas langsung dipotong oleh suara Juan.
"Rihannanya lagi gak masuk Pak, katanya hari ini lagi izin." Ucap Juan
"Oh begitu, oke. Kalau misalnya dia masuk besok, suruh ke ruangan bapak ya, mau ngomongin soal olimpiade."
Beuh, pantes aja.
"I-iya pak!" Balas Juan.
Setelah Pak Ghani pergi, Rihanna menghela nafas lega lalu berjalan memeluk Juan. "Makasih! Kalo bukan gara-gara lo ngasih alasan tadi mungkin sekarang gue udah dipaksa suruh ikut olimpiade."
Juan tertawa canggung, "i-iya, sama-sama."
"Seneng banget ngehindarin ikut olimpiade, emang kenapa sih, Na?" Tanya Sadam
"Males gue, belajar olimpiade tuh butuh energi yang banyak, mana jenjang soalnya gak setara sama yang gue pelajarin, emang dikira gue sepinter apa sih." Rutuk Rihanna.
"Eh btw, Ghina. Besok lo jadi ikut seleksi?" Ghina mendongak lalu mengangguk, "siapapun temenin gue yuk besok."
"Kemana?" Bingung Juan.
"Besok Ghina seleksi lomba FLS2N, berdua doang sama Bu Rani." Jawab Rihanna.
"Sama gue aja!" Sahut Raden antusias.
Ghina mendelik, "tumben banget lo. Abis dikasih duit berapa sama bapak gue?"
"Astaghfirullah, Ghina. Suudzhon banget sih lo, gue lagi baik ini makanya pengen nemenin lo."
"Eh iya tadi kan lo berdua berangkat bareng? Kok lo mau sih, Ghin?" Tanya Sadam.
"Disuruh bapak gue anjir, katanya mumpung gratis ini." Raden mengelus dadanya, "astaghfirullah. Gue kira Pak Jenderal ada niatan ngasih upah."
"Syukur gak kejadian kayak minggu kemaren, masih ketawa gue pas nginget." Tawa Rihanna.
"Bilangnya lagi sakit tapi kenyataannya abis kepleset jatoh gara-gara becek bekas hujan terus seragamnya full kena lumpur." Timpal Sadam.
Ghina menggelengkan kepalanya, "gak lagi gue kayak gitu sama Raden, malu banget diliatin sama orang-orang waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
16 (SIXTEEN)
Fiksi PenggemarKalau tidak salah, Raden pernah dengar kalau tiap orang akan bertemu dengan jodohnya diumur 16 tahun, yang mana itu adalah disaat masa-masa SMA bukan? Tapi kenapa masa SMA di usianya yang 16 tahun ini tampak sangat suram karena kehadiran gadis bern...