DUA PULUH SEMBILAN

630 117 430
                                    

"Hoaaaam."

Dira membuka matanya perlahan. Ia melihat kamarnya mulai di penuhi cahaya matahari dari jendelanya.

Ia segera duduk dan mengambil jm beker di atas nakas sebelahnya. Seketika Dira langsung membelalakkan matanya. Bagaimana tidak, jam menunjukkan pukul 06.40.

Tanpa berlama-lama, ia segera turun dari ranjangnya dan bergegas mandi. Setelah selesai semua, Dira merapikan ranjangnya lalu keluar dari kamar.

Dira menuju dapur tetapi tidak melihat ibunya. Kemudian ia berjalan menuju meja makan dan meminum susu coklatnya hingga setengah.

"Bu," panggil Dira sambil berjalan keluar rumah dengan tergesa-gesa.

Ia mendapati Mirah menyiram bunga di taman kecilnya. Tanpa pikir panjang, Dira segera menuntun sepedanya.

"Dira berangkat bu, udah telat."

Mirah yang mendengar suara Dira langsung menoleh ke arah Dira.

"Eh eh, sarapan dulu," pinta Mirah.

"Udah, dadaa..."

Mirah melambaikan tangannya ketika Dira mengayuh sepedanya keluar gerbang.

"Pasti telat," sedih Mirah.

Sebenarnya Mirah sudah membangunkan Dira dari jam setengah enam, tetapi tidak ada respon sama sekali dari putrinya.

Melihat Dira yang tertidur pulas sepertinya kelelahan, Mirah jadi tidak tega membangunkannya lagi. Ia hanya membuka gorden jendela.

Tapi sekarang, ia merasa menyesal karena membiarkan Dira tertidur hingga lupa bahwa putrinya itu sekolah.

"Maafin ibu ya, sayang".

Mirah kembali melanjutkan aktifitasnya.

*****

Dira merogoh sakunya, melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 06.55. Ia menghela napas pasrah dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam sakunya.

Ia menoleh ke kanan dan kiri, jalanan mulai ramai saat ini. Dira mempercepat lajunya.

"Mampus," kesal Dira melihat sekolahnya yang sudah sepi

"Tumben telat pianis sekolah kita," ucap satpam yang melihat Dira di depannya.

Dira tersenyum kikuk. "Kesiangan pak."

Satpam itu mengangguk. "Ya udah sana cepet parkir terus ambil hukuman," suruhnya.

Dira hanya mengangguk pasrah lalu segera menuju parkiran. Setelah itu, Dira berjalan menuju halaman depan.

"YANG DI SANA BERHENTI!"

Mendengar teriakan itu, Dira menghentikan langkahnya. Padahal Dira sudah berjalan menepi agar tidak ketahuan, tetapi mata guru piket hari ini sangatlah jeli.

Dira melihat guru itu menghampirinya. Guru piket yang selalu di takutkan para siswa SMA Permata Elang. Harusnya Dira hafal dengan guru piket setiap harinya.

"Kenapa telat, Dira?" tanya guru itu.

"Kesiangan pak," jawab Dira jujur.

"Isi buku pelanggaran dulu lalu berdiri di sana sampai jam istirahat selesai," pinta guru itu lalu meninggalkan Dira.

Sekejap Dira membelalakkan matanya lalu mengangguk pasrah mendengar instruksi pak Handoko, guru piket yang paling garang di SMA Permata Elang.

Dira melihat beberapa siswa yang juga berdiri dan hormat kepada bendera merah putih.

Secret & Truth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang