Sepeninggal pak Rehan, Leo tetap duduk di sofa ini. Ia masih mencerna ucapan guru kesiswaannya itu.
Leo mengusap kepalanya dengan kasar. Ia menyandarkan tubuhnya pada sofa. Tangan kanannya mengambil selembar kertas di sebelahnya.
Kertas itu adalah formulir rencana setelah lulus. Membacanya saja membuatnya muak. Setelah di pandangi cukup lama, ia remas lalu di lempar ke sembarang arah.
Leo kembali memejamkan matanya.
"Lo nggak punya rencana pengen kuliah, gitu?"
Leo yang semula terpejam langsung membuka matanya. Jelas ia sangat mengenal suara ini.
Reva.
Gadis itu berdiri di depannya dengan membawa kertas yang sudah kusut. Sepertinya itu formulirnya.
Leo bangkit dari duduknya. Sungguh malas ia untuk berbicara dan berurusan dengan gadis ini.
"Leo, dengerin gue!"
Leo yang sudah beberapa langkah perlahan berhenti dan berbalik.
Reva berjalan menghadap Leo. Ia menyodorkan formulir itu ke Leo.
"Lo harus ngisi ini. Lo nggak pengen kuliah ataupun kerja? Masa depan lo masih panjang," jelas Reva menatap Leo penuh keyakinan.
Leo meraih formulir itu. Ia robek lalu ia jatuhkan berkeping-keping.
"Gue gak butuh itu semua!"
Reva kembali memunguti kepingan kertas itu.
"Apa seorang pembunuh nggak boleh kuliah? Apa seorang pembunuh nggak boleh kerja? Apa seorang pembunuh nggak boleh bahagia?"
Mendengar hal itu Leo tersentak. Ia melihat Reva menatapnya dengan tulus. Bagaimana gadis itu tau?
Tunggu, sepertinya gadis itu juga menitihkan air matanya.
"Gue denger percakapan lo sama pak Rehan sebelumnya."
Leo hanya mematung di tempatnya mendengar hal itu. Ia melihat Reva menunduk lalu menyeka air matanya kemudian menatapnya kembali.
Jadi, sedari tadi Reva melihat dan mendengar semuanya.
"Gue tau semuanya sekarang tentang lo. Gue sampe detik ini nggak pernah nyesel suka sama lo. Entah lo pembunuh atau bukan. Gue cuma pengen lo akhiri semua ini. Gue pengen lo merenungkan diri. Dan yang terakhir gue pengen lo hidup bahagia."
Lagi-lagi Leo di buat diam oleh gadis di depannya ini. Setelah mengucapkan hal itu, Reva berjongkok. Ia kembali memunguti kepingan kertas yang tersisa lalu berjalan meninggalkan Leo.
Leo sungguh tidak mengerti harus berbuat apa sekarang.
*****
Bel pulang sekolah sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Elly dan Carla juga sudah pulang. Sedangkan Dira memilih pergi ke rooftop untuk mendinginkan pikirannya.
"Kapan kita ke kantor polisi?"
Dira tersentak mendengar suara itu. Ia berbalik ke belakang, ternyata Veo.
"Feeling gue besok."
Veo berdiri di samping Dira.
"Lo udah hubungi bu Yasmin?"
Dira mengangguk. "Beliau setuju besok."
Veo mengangguk paham.
"Ngapain lo di sini?" tanya Veo ingin tahu.
Dira menoleh ke Veo. "Lo sendiri?"
Veo memasukkan kedua tangannya dalam saku. "Cari udara segar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret & Truth [END]
Teen FictionSebuah rahasia akan terungkap oleh kebenaran yang sesungguhnya. Tidak mungkin rahasia akan terkubur selamanya. Baik buruknya rahasia, senang sedihnya rahasia akan terbongkar di kemudian hari. Cerita ini bukanlah tentang kisah cinta yang menyedihkan...