LIMA PULUH EMPAT

366 112 451
                                    

Setelah menenangkan Vania, Veo memutuskan untuk pulang bersama Arlan dan Kevin. Jefri sudah menawarinya untuk mengantar pulang, tapi di tolak oleh Veo.

Veo menyuruh Jefri untuk menenangkan Vania yang kondisi hatinya sangat rapuh. Ia juga berencana akan menginap di sini malam ini untuk menjaga gadis itu.

Sedangkan Elly dan Carla juga memilih untuk pulang. Keduanya akan menghubungi Dira nanti malam.

Veo mengendarai motornya di depan, sedangkan Arlan dan Kevin di belakangnya. Selang beberapa menit, ketiganya berhenti saat lampu merah.

"Ve," panggil Arlan di sebelah Veo.

Veo menaikkan kaca helmnya lalu menoleh.

"Lo nggak papa 'kan?"

Veo mengangguk, memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja.

"Gue takut om Farel marahin lo," timpal Kevin di sebelah kiri Veo.

Veo menepuk bahu Kevin. "Nggak usah khawatir."

"Ve," panggil Arlan.

Veo kembali menoleh ke Arlan.

"Ayo ke rumah sakit,"

"Gue nggak papa."

Setelah mengucapkan hal itu, Veo melajukan motornya karena lampu yang sudah berubah warna hijau. Begitu juga dengan Arlan dan Kevin.

Selang beberapa menit, akhirnya Veo sampai di depan rumahnya. Arlan dan Kevin juga ikut berhenti sejenak.

"Lo beneran nggak papa?" tanya Kevin yang sama khawatirnya dengan Arlan.

Veo membuka helmnya pelan lalu ia tenteng dengan tangan kirinya.

"Gue nggak papa."

"Sumpah mending kita ke rumah sakit dah," timpal Arlan.

Veo menghela napas berat. Ia sangat mengerti kedua sahabatnya itu sangat khawatir dengannya. Tapi Veo memang tidak ingin dan tidak mau pergi ke rumah sakit.

Waktu SMP dirinya juga pernah berantem sampai seperti ini, tetapi hanya butuh beberapa hari untuk menghilangkan rasa sakit dan perihnya.

"Gue masuk duluan. Thanks."

Setelah mengucapkan hal itu, Veo segera masuk ke dalam.

Sedangkan Arlan dan Kevin hanya menatap punggung Veo dengan tatapan iba.

*****

Veo melihat mobil papanya sudah terparkir di garasi. Itu artinya pria itu sudah pulang.

Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul tujuh.

"Den Veo,"

Saat berjalan menuju teras, Veo menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang, melihat pak Bejo yang berlari kecil ke arahnya.

Terlihat pak Bejo meneliti penampilan dan wajahnya.

"Den Veo habis berantem?!"

Veo meletakkan jari telunjuknya ke bibir. Memberi isyarat agar pak Bejo tidak berteriak dengan suara lantang.

"Iya pak. Nanti Veo obatin,"

Pak Bejo menatap kasian Veo.

"Veo masuk dulu."

Pak Bejo hanya mengangguk dan mengelus dadanya pelan.

"Semoga den Veo nggak di marahi tuan Farel."

*****

Tok tok tok

Veo menoleh ke arah pintu kamarnya. Ia sudah menduga itu pasti papanya. Karena saat ia masuk rumah, ia tidak melihat keberadaan papanya. Dan mungkin saja pria itu ada di ruang kerjanya.

Secret & Truth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang