"Veo," panggil Farel, sang papa.
Veo meletakkan sendok dan garpu nya. Ia menatap papanya dengan serius.
"Mama jadi pulang besok," lanjutnya.
Veo mengangguk sebagai jawaban. Ia memang sudah di beritahu oleh Farel beberapa hari yang lalu. Kepulangan Rosa ke Indonesia memang keinginannya.
"Papa sama pak Bejo besok yang jemput."
Veo kembali mengangguk. Dirinya memang tidak bisa ikut menjemput sang mama kali ini. Ia memilih untuk pergi ke sekolah.
"Veo udah kenyang," ucapnya lalu beranjak berdiri.
Farel mengamati putranya yang sepertinya akhir-akhir ini banyak pikiran.
"Kamu gapapa?"
Veo menatap papanya. "Gapapa."
Farel menghela napasnya.
"Kalo kamu butuh bantuan soal pembunuh itu atau yang lain, bilang ke papa," tuturnya.
Veo sangat ingin sekali bertanya dan meminta bantuan papanya. Kedua hal ini sudah ia pikirkan berulangkali.
Sepertinya sekarang waktu yang tepat.
"Pa," panggil Veo.
"Apa?"
Veo kembali duduk di depan papanya. "Veo butuh bantuan papa."
Mata Farel membulat sempurna. Pasalnya putra satu-satunya itu meminta bantuan kepadanya. Dalam hati, ia merasa penasaran apa yang akan di ucapkan Veo selanjutnya.
Farel tersenyum tipis. "Apa?"
Veo menatap lekat papanya. "Soal adik kandungnya Devan."
Mata Farel yang semula berbinar kini berubah menjadi sendu. "Veo, papa bu-,"
"Veo tau," potongnya setelah ia tahu apa yang akan di katakan oleh papanya.
Sebenarnya ia sangat tidak ingin menanyakan dan membutuhkan bantuan papanya. Kenapa? Karena ia sudah sangat tahu bahwa papanya akan mengatakan hal ini.
Farel memang bukan orang yang suka ikut campur masalah orang lain, apalagi soal keluarga. Tapi hanya papanya lah yang akrab dengan keluarga Devan, terutama papanya Devan.
"Kalo papa ngga ingin bantu, Veo sendiri yang akan bantu Devan," putus Veo.
"Devan butuh bantuan kamu soal adik kandungnya?" tanya Farel penasaran.
Veo menggelengkan kepalanya pelan. "Veo sendiri yang bersikukuh pengen bantu cari."
Dalam situasi saat ini, tidak mungkin Farel memarahi Veo. Mengingat ia sangat dekat dengan papanya Devan.
Farel menarik napasnya lalu menghembuskan nya. Gejolak hatinya mengenai hal ini sebenarnya juga sudah bulat.
Ia menatap Veo penuh keyakinan. "Papa akan bantu."
Sudut bibir Veo perlahan terangkat.
*****
Sungguh Dira tidak ingin hal yang menghantuinya terjadi begitu saja. Tidak ingin ia berlarut-larut dalam semua ini.
Yang ia inginkan adalah hidup normal seperti sebelum-sebelumnya. Tapi apa? Apa yang di lihatnya saat ini?
Dengan jelas ia melihat ibunya sudah tidak bernyawa. Walaupun ia sudah tau Mirah bukan ibu kandungnya, tapi tetap saja wanita itu sudah ia anggap sebagai ibu.
Dira berdiri memperhatikan Alleos yang memenuhi ruangan ini. Pandangannya beralih ke Leo yang berdiri dan menangis di depan Mirah yang terbaring tak bernyawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret & Truth [END]
Teen FictionSebuah rahasia akan terungkap oleh kebenaran yang sesungguhnya. Tidak mungkin rahasia akan terkubur selamanya. Baik buruknya rahasia, senang sedihnya rahasia akan terbongkar di kemudian hari. Cerita ini bukanlah tentang kisah cinta yang menyedihkan...