"Anak-anak. Minggu depan kalian akan menghadapi Ujian Akhir Semester. Ibu harap kalian dapat mempersiapkan diri sedari sekarang,"
"Baik Bu."
Kring. Kring, kring
"Vin"
"Oi napa?"
"Masih ada celah buat dapetin Rini gak ya? Tanya Robi sambil menghembuskan nafas
"Hei. kenapa jadi gampang nyerah gini sih."
"Ya habisnya semesta seolah-olah kasih tanda kalau aku memang bukan tercipta untuk Rini. Dan Rini juga bukan tercipta buat aku."
"Memangnya kamu sudah nembak dia? Memangnya dia sudah tolak kamu? Nggak kan? Kita gak bisa bilang semesta gak kasih ijin dan sebagainya, kalau bukan dari Rini sendiri yang tolak kamu."
"Iya Vin. Tapi untuk terakhir kali aku tanya. Kamu masih mau bantuin aku kan?"
"Mau kok Rob. Janji." Sembari mengacungkan jari kelingkingnya kepada Robi.
"Kita coba dekatin Rini habis UAS aja ya?"
"Iya. Aku paham kok, dia pasti juga lagi persiapan, dan aku gak mau ganggu dia."
"Pinter nih temanku." sambil memukul bahu Robi
Waktu terus berjalan. Tepat hari ini adalah hari UAS pertama mereka. Segala sesuatu pasti sudah mereka persiapkan. Bukan hanya di Jakarta, sekolah Reina di Bandung juga memasuki hari pertama menghadapi UAS.
UAS bukan ujian yang biasa-biasa aja. Ini menyangkut tentang kenaikan kelas mereka. Jika mereka tidak lulus, mereka harus kembali duduk di kelas sepuluh dan harus kembali mengulang pelajaran-pelajaran yang sudah pernah mereka terima.
***
Sementara itu di FACAS,
"Tolong siapkan meeting buat hari ini ya."
"Baik Pak."
"Pak Bromo!" panggil pak Dito. Ia adalah head assistant yang selalu menjadi assistant dari Bromo.
"Kenapa Pak Dito?"
"Saya mau bicara sebentar bisa Pak?" tanya Pak Dito dengan sopan dan lugu
Sambil melihat jam tangannya. "Setengah jam lagi saya ada meeting. Mau sekarang atau nanti habis selesai meeting?"
"Sekarang saja bisa Pak?"
"Boleh. Kalau gitu silahkan tunggu di ruangan saya ya. Saya ada urusan sebentar."
"Baik Pak."
Di ruangan Bromo...
"Ada apa ya Pak Dito?"
"Jadi gini Pak. Kemarin istri saya sempat kena serangan jantung dan kemudian dilarikan ke rumah sakit. Kata dokter, kondisi istri saya masih tidak stabil. Maka dari itu kami diwajibkan untuk menginap di sana. Tapi ternyata biaya yang harus dibayarkan cukup besar Pak. Makanya saya mau bilang ke Pak Bromo. Bolehkah saya meminjam uang sebesar lima juta rupiah Pak?. Saya janji akan bayar Pak." Sambil memohon dan berlutut di hadapan Bromo.
"Sudah-sudah Pak. Karena Bapak dan Istri Bapak adalah assistant dari saya. Nanti biaya rumah sakitnya saya saja yang bayarkan. Bapak tidak perlu utang. Saya juga tidak akan memotong gaji Bapak dan Istri Bapak. Saya ikhlas kok Pak." Sambil tersenyum kepada Pak Dito
"Benaran Pak?" tanya Pak Dito memastikan
"Beneran Pak. Nanti saya yang bayarkan."
"Terima kasih Allah." Pak Dito mengucap syukur atas kebaikan Tuhan yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Kata
Teen Fiction"Cinta itu soal rasa, bukan sekadar kata-kata!" Mungkin memang benar begitu, bahwa cinta bukanlah sekadar kata-kata dan janji manis, melainkan sebuah rasa yang nyata dan kemudian diimplementasikan Bagi Kelvin Alexandro, dirinya tidak berkilah periha...