Part 21 : Sakit Lagi

8 2 0
                                    

HALLO READERS-READERS YANG SAYA CINTAI. BAGAIMANA KABAR KALIAN?
PASTINYA SEMOGA BAIK-BAIK SAJA YA!

MUMPUNG AKU LAGI FREE HARI INI, AKHIRNYA AKU SEMPATIN DEH YA BUAT UPDATE LAGI RASA & KATA

OH YA, KALAU SUKA SAMA CERITA INI. BOLEH KALI YA DIFOLLOW DULU, BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT DALAM NULIS CERITA INI :)

Akhir kata, enjoy sama ceritanya!

----------------------------------------------------------------------------

Reina dengan cepat membuka ponsel miliknya, ia ingin dengan cepat meninggalkan tempat itu. Ia segera memesan ojek online untuk mengantarkannya pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah. Mamanya Reina yang sedang berada di ruang tamu terkejut, "Rei, kenapa cepat banget?" tanya Mamanya Reina dengan heran. Reina tidak mau bicara, ia sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Mamanya. Dengan terisak nangis, ia dengan cepat berlari menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar

"HAAAAAAAA!" teriak Reina dengan keras. "KENAPA! KENAPA!"

Hati Reina sangat hancur, hancur tak bersisa, sakit yang tak tergambarkan. Hari ini bukan seperti hari yang ia harapkan. Hari di mana seharusnya ia bahagia, datang dengan senyuman yang tulus dan membawakan sebuah bekal untuk Bromo, malah berujung pada sakit yang amat sangat dalam dan akhir dari kisah cinta mereka.

Mamanya yang kuatir terhadap Reina, lantas mendatangi Reina

Tok, tok, tok

"Rei, buka pintunya donk, cerita sama Mama. Ada apa?"  Ucapnya dengan cemas.

"Nanti aja Ma." Jawab Reina dengan singkat.

"Kalau ada apa-apa cepat kasih tau Mama ya. Jangan bikin Mama kuatir."

"Iya, Ma."

Reina masih menangis, ia tidak menyangka sakit ini benar-benar datang kembali, kenapa? Kenapa harus terjadi lagi. Reina sedang dirundung sakit yang benar-benar perih.

Kira-kira hampir 10x Bromo terus menerus menelpon Reina. Reina tidak mau memperhatikan itu, bahkan tidak mau sedikitpun memegang ponsel-nya.

"Rei, gue sayang sama lo! Angkat telpon gue, please kasih gue kesempatan buat jelasin ini semua."

"Rei"

"P"

"P"

Entah siapa yang salah di sini, apa Bromo yang punya pembuktian dari segala yang telah terjadi. Atau justru salah Reina yang diam dan tidak memilih mengangkat jutaan telepon dari Bromo. Intinya patah hati tetaplah patah hati.

***

Bromo gelisah, ia berjalan mondar-mandir tak karuan sambil terus menerus menelpon Reina.

"Pak, tenang dulu, nanti ada waktu untuk jelasin ini semua ke Reina." Ujar Perempuan itu.

"Kamu gak dengar tadi?!?! Aku sudah putus! Bagaimana cara jelasin ini semua?" Jawab Bromo dengan emosi, keras, dan lantang bak singa yang ingin menerkam mangsanya.

"Nanti pasti bisa Pak." Jawab perempuan itu dengan halus dan merasa bersalah.

Bromo terus mondar-mandir, tak sekalipun ia berhenti untuk menelpon Reina dan berusaha untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Reina muak, entah sudah berapa kali telepon yang sama masuk terus-menerus. Ia bangkit dari kasur dan melakukan hal yang mungkin tidak pernah terpikirkan olehnya. BLOCK THIS CONTACT is the best way!

"Ini kenapa calling aja dari tadi?!"

"Coba lihat profile picture-nya Pak."

"Gak ada...."

Perempuan itu menjawab dengan halus. "Di-Block itu Pak."

Bromo semakin menjadi, marah, perasaan yang semakin tak karuan. Tanpa sadar ia membanting handphone miliknya seraya berkata. "ANJING!"

Sementara itu di rumah Reina. Reina masih merasakan pilu yang begitu menyakitkan. Pilu yang bahkan sakitnya bertubi-tubi lebih menyakitkan. Ia menatap sebuah foto polaroid, foto di mana mereka berdua tengah asik tertawa dan bahagia bersama. Kenapa? Kenapa ini harus terjadi, kenapa pedih dan sakit selalu ingin menjatuhkan kebahagiaan?

Air mata mulai membasahi pipi Reina. Kini, kesedihan yang selama ini sudah tergantikan oleh kebahagiaan mulai datang dan menghampirinya lagi. Reina membawa foto polaroid itu menuju kasur, ia memegang dan memeluknya dalam dekapan.

"Makasih ya Bromo, kamu...."

Srek...

Foto polaroid itu dirobek, robek tak bersisa. Sekalipun ingin disatukan kembali hasilnya adalah nihil. Reina dengan tegar melakukan itu, sudah tak ada harapan dalam hatinya, sudah tak ada lagi yang dapat dipertahankan...

***

"Rei, kamu masih gak mau cerita sama mama?"

Pertanyaan yang sama kini terdengar lagi. Pertanyaan membuat Reina selalu kesal jikalau harus mengingat kisah pilu yang menyakitkan itu.

"Ma, Reina itu sudah putus sama Bromo."

Mamanya Reina syok mendengar itu. "Hah, kenapa kalian bisa putus."

"Pas Reina bawain bekal untuk Bromo, Reina lihat perempuan lain lagi sama Bromo."

"Ya ampun Reina. Mama kan sudah pernah bilang sama kamu, kamu itu LDR sama Bromo dan kebetulan baru hari ini kamu mergokin dia lagi sama cewe lain. Pasti waktu kamu LDR, dia sudah sama cewe yang lain!"

"Iya Ma, mungkin apa yang mama bilang itu benar...."

"Sudah kamu jangan sampai kepikiran lagi ya. Jangan sampai ini buat kamu stress dan sekolah kamu jadi kacau. Jikalau cinta aja mampu untuk mendewasakan. Maka, luka pun pasti mendewasakan kita."

Reina tersenyum dan berusaha memeluk Mamanya. Ia beruntung memiliki orang tua yang sangat sayang kepadanya, bahkan saat kondisinya yang sedang dirundung patah hati.

"Kalau gitu Reina pergi tidur dulu ya Ma."

"Iya. Kamu jangan sedih-sedih terus ya. Mama gak mau kamu larut dalam kesedihan. Kadang ada konsekuensi yang memang harus kita terima."

Reina tersenyum. "Iya Ma."

Reina pergi menuju kamarnya, menatap bintang dari celah di jendelanya, menutup tirai gorden dan seraya berkata "Bromo, makasih untuk semuanya."

REINA YANG SABARRRR, KAMU PASTI KUADDDDD :<

BROMO MEMANG GA PUNYA HATI!!!
(spam kalau kalian kesal sama Bromo!!!)

KITA LANJUT PART SELANJUTNYA YA!

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT!

Rasa & KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang