HAI HAI HAI SEMUANYA! APA KABARNYA?
KALI INI AKU MAU KEMBALI UPDATE CERITA INI YA!
MAAF JIKA KALIAN SUDAH MENUNGGU TERAMAT LAMA, BENER-BENER MAAF YA...
SEMOGA, KALIAN TETAP SETIA MENUNGGU CERITA INI SAMPAI TAMAT YA!
***
"Jika dia orang yang tepat, sampai kapanpun dia tak akan pernah minggat dari hidupmu."
-Rini Bintang Pratiwi-***
Rintik-rintik hujan tiba-tiba turun menghiasi perjalanan pulang Rini dan Bapak. Hujan yang menutupi segala kesedihan dan sakit realita yang diterima. Rini terus terisak tangis selama duduk di belakang Bapak yang mengendarai motor kunonya.
"Coba aja aku lakuin dengan benar, pasti Bapak gak dipecat!"
"Tapi bagaimanapun, aku gak bisa memaksa perasaan itu. Gak bisa!"
Rini selalu bergelut dengan pemikirannya. Tidak adil rasanya jika dihadapkan pada dua pilihan, yang keduanya sama-sama menyulitkan,
Tepat di persimpangan lampu merah. Bapak secara tak langsung menengok ke arah kaca spion miliknya, dan mendapati bahwa putrinya sedang menangis.
"Sudah, ngak apa." Ucap Bapak yang langsung membuat Rini menghapus air matanya. "Masalah pekerjaan, nanti Bapak bisa tanya sama temen-temen Bapak. Siapatau ada kerjaan yang bisa Bapak ambil."
Lampu berubah menjadi hijau, motor pun kembali berjalan.
"Sulit tapi Pak," Rini masih menghapus air matanya yang sudah mulai mereda.
"Enggak ada yang sulit, kalau kita percaya sama pimpinan-Nya." Ucapan Bapak barusan membuat Rini tertegun Bapak yang selalu tegar dengan apa yang menimpa. Sekalipun berita kehilangan pun, Bapak tak pernah berhenti untuk selalu berharap dan percaya pada yang Kuasa.
Tak terasa, kini mereka telah sampai kembali di rumah, tempat mereka tinggal. Sebenarnya ada sedikit rasa was-was dalam diri Bapak. Bimbang rasanya mengingat rumah mereka yang sekarang mereka tinggali adalah pemberian dari Bromo. Yang mungkin sewaktu-waktu bisa saja Bromo kembali mengambil asetnya itu.
"Pak?" panggil Rini yang bingung melihat Bapak hanya berdiri di depan memandangi rumgh.
"Eh, iya Nak." Bapak menggaruk asal rambutnya kemudian masuk ke dalam bersama dengan Rini.
Keduanya langsung duduk di kursi kayu yang ada di ruang tamu.
"Pak. Mau Rini buatin minum?"
"Enggak usah Nak, gpp." Jawab Bapak begitu pelan, mungkin masih shock saat dirinya dipecat dari FACAS. Yang ada di dalam benaknya sekarang hanyalah tentang pekerjaan, bagaimana ia bisa membiayai biaya sekolah Rini, sekaligus menafkahi biaya sehari-harinya.
"Rini bikinkan ya Pak air putih."
Bapak hanya pasrah dan mengangguk melihat anaknya yang sangat pengertian kepadanya. Meskipun ia tahu, dalam hatinya anaknya pun pasti masih sulit untuk melupakan kejadian yang belum berumur itu. Terlebih, sifat Bromo yang asli sudah terungkap, bukan seperti apa yang terlihat saat Bromo menolong mereka dulu.
Bapak kembali dalam lamunannya, lamunan kebahagiaan saat masih bersama mendiang sang istri, saat keduanya menghabiskan waktu untuk berupaya mendapat pekerjaan di kantor FACAS. Saat mereka mendapati anak semata wayangnya yang mulai beranjak remaja. Banyak hal-hal yang indah yang kini seakan sirna, apalagi kehilangan-kehilangan yang baru saja ia dapati. Kehilangan sang Istri tercinta, juga kehilangan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa & Kata
Teen Fiction"Cinta itu soal rasa, bukan sekadar kata-kata!" Mungkin memang benar begitu, bahwa cinta bukanlah sekadar kata-kata dan janji manis, melainkan sebuah rasa yang nyata dan kemudian diimplementasikan Bagi Kelvin Alexandro, dirinya tidak berkilah periha...