Benar Juga, Bukankah Masih Ada Hari Besok?

15 3 1
                                    

Malam itu ku rasa kita memang pasangan yang serasi.

Aku si pengemudi yang berpura-pura buta, dengan kau sang penumpang yang berpura-pura lupa.

Tidakkah kau ingat kala itu?
Dengan sengaja pedal di lengan kanan  kutarik kencang, mengadu deru mesin motor tua dan tawa lepas mu yang saling bersahutan.

Setelan kemeja katun biru dan celana jeans tidak terlalu ketat yang ku kenakan sekilas senada dengan terusan putih yang kau kenakan dibalik rompi biru tua itu.

Kita berdua, berboncengan membelah jalan-jalan sepi yang belum pernah kita lewati.

Sudah berapa simpang yang sengaja kita lewati demi menunda akhir jumpa?

Lampu-lampu kuning dipinggir jalan berbaris menyambut kita berdua, Kira-kira kapan kau ingin berhenti melaju di jalan sepi ini? Entahlah jawabmu, sambil mengeratkan genggam pada lingkar perutku.

Sekiranya kapan kau ingin mengikhlaskan pertemuan ini? Tanyamu berbalik padaku yang masih menarik pedal sembari menatap lampu kuning yang ada di kejauhan.

Benar juga, sekiranya mengapa belum ku ikhlaskan pertemuan kita malam ini?

Bukankah besok dan besoknya masih bisa ku temui nya tepat di waktu yang sama?

Benar juga, masih ada hari esok.
Dan esok harinya lagi.

Tetapi untuk malam ini, aku masih belum ingin berhenti.

-Alif

Lamunan Dua Dini HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang