Sekali lagi, ku seduh segelas teh kamomil yang kala itu dititipkan ibu.
Satu gelas kamomil dan ingar-bingar mentari, ku tatap keduanya seakan menerka-nerka;
Apakah hujan yang menari diatas atap pagi ini, atau memang sembab dikedua belah pipi.
Dengan berat hati, ku hela nafas panjang.
Untuk apa aku menerka pertanyaan retoris, jika sesungguhnya, memang kita yang sedari awal tak pasti.
-Alif
KAMU SEDANG MEMBACA
Lamunan Dua Dini Hari
PoesíaDirajutnya berbait-bait syair perihal cinta dan benci. Dijadikannya sekat-sekat tinggi dihadapan semesta dan seisinya. Dan kepadanya ia kembali dengan penuh sesak, membawa serpihan perasaan yang dijadikannya api. Dan pula kepada api, ia kembali kep...