"Tapak kuda? Kau menakutiku saja. Aku tak mendengar apapun," aku Lia. Riana merinding mendengarnya. Apa apaan ini, apa dia yang salah dengar, atau'hanya dirinya' yang bisa mendengarnya?
Tapi beberapa detik berselang, Lia meralat perkataannya.
"Ah, aku dengar. Tapak kuda memang."
Pada dunia ini, transportasi utama memang menggunakan kuda. Tak ada yang namanya sepeda, apalagi motor, mobil dan pesawat. Tapi bahkan jika kuda adalah transportasi utama, tetap saja jumlahnya terbatas. Jadi yang bisa menggunakan kuda adalah para orang kaya atau para pedagang.
Dan satu lagi, para petinggi negara.
"Kita harus pergi, jangan cari masalah." Lia segera menarik tangan Riana untuk membawanya berlari. Riana menurut saja. Dia juga tak mau terlibat masalah.
Tapi nyatanya masalah masih suka sekali mengincar mereka. Mereka sama sekali tak bisa kabur.
"Hei kalian," seru sebuah suara ketika Riana dan Lia baru saja mengambil langkah pertama untuk lari.
Lia segera melihat ke belakang, darahnya langsung membeku ketika melihat seragam yang dikenakan orang yang kini sedang duduk di atas kuda yang melaju ke arah mereka berdua.
Itu adalah seragam resmi. Riana hapal seragam itu, dia berkali kali bertemu dengan orang yang mengenakan seragam itu. Itu adalah seragam petugas militer Blok Selatan.
Dan begitu keduanya tahu kalau orang yang akan menghampiri mereka adalah petugas militer, keduanya mana berani mengambil langkah lagi. Sekali ambil langkah dan kabur, masalah serius akan terjadi.
Dan hanya butuh waktu beberapa detik, sebuah pasukan militer berkuda kini berdiri di hadapan mereka. Jumlahnya kurang lebih sebelas orang, dengan ditambah seorang lagi berjubah hitam. Kalau ditotal, semuanya dua belas orang termasuk yang kini menyapa Lia. Mereka nampak terburu buru dan kelelahan. Mungkinkah mereka baru pulang dari bertugas?
"Siapa kalian dan kenapa kalian ada di sini?" tanya orang yang tadi menyapa Lia. Lia mengkerut tak suka. Riana hapal gelagat Lia. Lia memang tak suka dengan para pria berseragam itu.
"Sebutkan namamu dulu, baru kami akan menyebutkan nama kami," tantang Lia. Riana langsung menyenggol perutnya dan memelototinya. 'Lupakan sejenak kebencianmu dan jaga sopan santun!' itulah arti tatapan tajamnya.
"Maaf 'kan ketidak sopanan teman saya. Nama saya Riana, dan ini teman saya, namanya Lia. Kami di sini hanya karna kebetulan lewat," Riana membungkuk sopan, mencoba memperbaiki kesan. Dia bahkan sampai repot repot mencubit pinggang Lia untuk menyuruhnya juga membungkuk.
Para tentara Blok Selatan dikenal sangat tegas. Mereka didik langsung dengan cara yang sangat tegas oleh jendral besar mereka, Jendral Douglass. Dan mungkin karna cuci otak selama latihan, kebanyakan para tentara punya rasa bangga yang tinggi terhadap tanah air. Tak bisa disangkal itu memang hal yang penting bagi seorang tentara. Tapi apapun yang berlebihan biasanya berakhir buruk. Kadang rasa bangga itu berubah jadi rasa arogan dan sombong yang sangat merepotkan.
Dan karna ingin sekali menghindari masalah, Riana memutuskan menundukan diri sebelum dirinya malah menyinggung harga diri sang tentara.
"Tunjukan kartu identitasmu," kata prajurit itu. Riana menurut, mengeluarkan kartu identitas dari sakunya dan memberikannya pada sang tentara. Hanya berbentuk secarik kertas padat berisi identitas umum. Sang tentara itu mengkerut ketika melihat keterangan dalam kartu identitas.
"Ada apa?" tiba tiba seorang berjubah hitam yang memang tergabung dalam pasukan berkuda itu menghampiri sang tentara dan Lia serta Riana. Mungkin dia menghampiri prajurit karna merasa muka sang tentara menunjukan arti tak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...