Riana menatap tak percaya Raja Bal yang sekarang duduk gagah di atas kudanya. Sementara prajurit-prajuritnya bergerak mengepung Riana dan Dougglas dari segala arah, Raja dari Blok Utara itu dengan santainya hanya melambaikan tangan tanda perintah sembari mengirimkan tatapan tajam dan mengintimidasinya.
"Tangkap mereka berdua."
Saat Raja Bal menurunkan perintah tersebut, Riana dan Dougglas sudah sepenuhnya terkepung. Tak ada celah. Mendapati hal itu, bukan berarti keduanya berpangku tangan dan takkan melakukan sesuatu.
Dougglas memasang kuda-kudanya, sembari mengangkat pistol jadul miliknya. Sedangkan Riana mengambil posisi membelakangi Dougglas. Dia sepenuhnya menyerahkan punggungnya pada mantan musuhnya itu.
Para tentara Blok Utara bergerak cepat. Mereka merengsek maju ketika Riana sudah siap dengan kuda-kudanya. Tangannya mengeluarkan belati pemberian Spirit tadi. Bukannya digunakan untuk membunuh Dougglas seperti tujuan awalnya, belati itu kini malah digunakan untuk melindungi dirinya dan Dougglas dari serangan Raja Bal.
Dengan cepat ruangan itu menjadi medan pertempuran. Untung saja Dougglas bisa menggunakan bola transparan yang melindungi mereka berdua dari tembakan musuh. Bola transparan yang mengelilinginya kini memang menghalang segala serangan musuh, akan tetapi tembakan dari pistol Dougglas bisa lolos dibuatnya.
Dougglas terus menembak, sesekali dia berhenti untuk mengisi peluru. Tembakannya rapih, dia selalu bisa mengenai organ vital musuh incarannya. Tapi sayang sekali musuh utama alias Raja Bal masih duduk gagah di atas kudanya. Kudanya berada di luar pondok. Bahkan Riana dan Dougglas hanya bisa melihatnya dari bingkai pintu yang terbuka lebar. Jelas sekali kalau posisi Raja Bal sekarang berada di luar jangkauan tembak Dougglas. Riana sangat menyayangkan hal itu.
Sedangkan di dalam bola tranparan itu Riana juga turut membantu Dougglas. Dia melemparkan anak panah dari busurnya. Kebetulan sekali tadi Fadwa meninggalinya busur dan sekantung anak panah. Saking kebetulannya, Riana bahkan memilih percaya kalau Fadwa sengaja meninggalkan barang itu di atas meja yang tak jauh dari jangkauan Riana.
Anak panah itu kebanyakan meleset, lebih banyak lagi yang bisa ditangkis oleh para prajutit Blok Utara. Bagaimanapun anak panah itu berukuran besar, pergerakannya juga bisa diikuti dengan mata kepala. Tak mengherankan jika pasukan elite Blok Utara dapat dengan sangat mudah menghalaunya.
Semakin lama keadaan mereka berdua semakin terdesak. Apalagi ada drama tambahan dimana Dougglas kehabisan amunisi peluru. Sekarang praktis hanya Riana yang bisa melontarkan serangan jarak jauh. Dougglas kini memilih mencabut pedang di pinggangnya. Dia siap turun langsung dan meninggalkan sarang perlindungannya.
"Apa yang kalian tunggu?! Tangkap dua buronan itu hidup-hidup!" perintah Raja Bal tak sabar dari atas kuda. Mendapat perintah tersebut, semangat para prajurit semakin menggelora. Dan itu tentu saja menjadi kabar buruk bagi kedua buronan yang terkunci dalam bola tranparan buatan mereka sendiri.
Riana semakin terdesak, sementara tangannya semakin gemetaran memegang anak panah. Sementara Dougglas sudah tak lagi berada dalam bola perlindungan, dia sudah terjun ke tengah tengah lautan musuh. Kini tinggallah Riana dalam bola tranparan itu sendirian.
Tapi bukan Jendral Perang julukannya kalau dia adalah orang yang lemah. Lihatlah, hanya dengan berbekal pedang di tangan kanannya dan tekad kuat dalam hatinya, dengan mudahnya dia menghabisi gerombolan prajurit elite Blok Utara. Tebas kiri, kanan, depan, belakang. Dia bergerak cepat seolah dia sendiri sedang menari dengan pedang di tangannya.
Percuma, bagai air bah yang mengalir prajurit-prajurit itu membanjiri Dougglas. Tapi itu semua dapat ditumpasnya dengan sabetan pedang tajamnya.
Raja Bal yang melihat kejadian itu makin geram. Tapi dia masih menyimpan ketenangan dalam muka dan pikirannya. Bagaimanapun, dia juga punya kartu As dalam menghadapi pria sekaliber Dougglas. Hanya orang tak berpendidikan yang yakin kalau Dougglas akan lumpuh hanya dengan prajurit elite yang mirip kacang-kacangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...