Kali ini Riana sudah selesai dengan percakapannya tentang Zaganos. Nampaknya Douglass juga sudah mulai bisa menerima kenyataan kalau Zaganos adalah kakak Lia dan tujuan akhir dari segala tindakan Zaganos adalah membunuh Douglass itu sendiri.
"Kenapa kau memberi tahuku informasi penting itu?" Gumam Douglass penasaran.
Ya, Riana juga berpikir kalau dirinya aneh. Jika itu dirinya yang biasa, dirinya saat bersama Lia, dia pasti akan tetap tutup mulut dan memilih tak peduli. Tapi kenapa sekarang, pada orang yang telah membunuh temannya, dia malah mengatakan hal itu?
Dan betapa kagetnya Riana ketika dia rasa dia menemukan jawabannya.
"Entahlah," Jawabnya kurang yakin. Dia menatap Douglass sebelum akhirnya menguatkan hati dan mengatakan. "Mungkin karna aku tak bisa membencimu."
Ya, Riana sadari ada masalah besar dalam emosinya. Emosi seorang manusia seharusnya tak seperti ini, ini sama sekali tak normal.
"Padahal karna dirimu, Lia mati. Aku hanya ingin melihatmu kesusahan. Aku hanya ingin melihatmu sadar betapa salahnya keputusan Raja Natra untuk membunuh kami berdua."
Ah, Riana akhirnya mengerti. Dia benar benar sudah tak waras. Mana ada orang yang mengharapkan kesusahan bagi orang lain bukan? Apakah sebenci itu Riana pada Douglass? Tapi dia bisa berperasaan biasa saja. Jadi sebenarnya apa yang ia rasakan?
Jawabannya dia hanya kecewa. Dia kecewa pada Douglass dan pada Raja Blok ini yang memerintahkan Douglass untuk membunuhnya, Raja Natra. Dia hanya ingin membuktikan bahwa keputusan yang mereka berdua ambil salah. Lihat sendiri akibatnya, itulah yang sedari tadi Riana ingin katakan.
"Dan kau sendiri," tanya Riana. "Kenapa kau membiarkanku tetap hidup."
Di saat Douglass hendak menjawabnya, Riana menggelengkan kepala. Dia belum selesai bertanya. Tunggu sebentar.
"Jangan katakan padaku kalau kau tak bisa membunuhku," Katanya keras. "Dan bukankah itu perintah dari Raja Natra sendiri, seharusnya saat ini kau mencari cara untuk membunuhku, bukannya menjamu dan merawatku seperti ini."
Ada nada ketidak-terimaan yang terdengar di sela sela kata yang terlontar dari bibir Riana. Dia tak mengerti apa yang sebenarnya Douglass inginkan darinya. Douglass tampak diam sejenak, sebelum akhirnya angkat suara.
"Karna kau adalah pemilik buku masa depan," Ujarnya untuk keberapa kalinya.
Riana mengkerut curiga, benarkah hanya karna itu?
"Seorang pemilik buku masa depan tak boleh dilukai, apapun alasannya. Karna dia punya pelindung yang ada di sisinya," Kembali Douglass berkata demi menguatkan alibinya. Riana bukannya percaya, dia malah tambah curiga.
"Tahu darimana kau?" katanya penuh dengan nada waspada. "Kau sepertinya tahu banyak tentang para pemilik buku itu. Tahu dari mana kau? Dan sebenarnya apa yang kau cari dari buku itu, hah?"
Douglass diam, dia tak bisa menjawabnya sekarang. Diamnya Douglass membuat Riana kesal sendiri. Tapi tepat sebelum dirinya melampiaskan kekesalannya, Douglass akhirnya buka suara.
"Itu karna dia." Douglass memisalkan seseorang dengan nama Dia. "Karna dia suka sekali dengan leganda buku masa depan, aku jadi tahu banyak."
"Dia? Siapa yang kau maksud?"
"Istriku."
Setelah mengatakan itu, Douglass buru- buru bangkit. Dia sama sekali tak memberi Riana kesempatan untuk bertanya lebih lanjut.
"Sebagai imbalan atas kejujuran dan informasi darimu, mulai sekarang kau boleh berkeliling asal tetap di dalam rumah ini." Dirinya menambahkan sebelum pergi. Riana tentu saja tak menyangkanya. Dia dulu adalah tahanan ruangan, akhirnya sekarang dia menjadi tahanan rumah. "Aku akan menugaskan beberapa orang untuk menjagamu." Katanya kemudian. Riana menghela napas. Pada akhirnya tetap saja ada orang yang diperintahkan untuk menjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...