Riana mendongakkan kepalanya takkala Raja Bal mendekat padanya dengan wajah jemawa dan penuh akan kemenangan.
Raja Bal meraih dagu Riana kasar dan berkata tepat di depan wajahnya, "dimana pelindungmu itu?"
Rasanya ingin sekali Riana meludah ke wajah jahat itu dan berteriak bahwa dia tak tahu apa-apa tentang pelindungnya.
Spirit itu jelas bukan pelindungnya. Tidak dengan kenyataan dia menyerang Dougglas yang sedang melindungi Riana. Mungkin dialah penyebab kekalahan telak ini.
Dan memangnya siapa lagi pelindunginya? Fadwa dan Iodan jelas bukan. Lalu bibinya? Entahlah, dia juga tak tahu orang itu ada dimana.
"Kau nampak menyedihkan," kata Raja Bal kemudian, "untuk orang yang punya kekuatan hebat seperti Buku Masa Depan, kau terlihat sangat menyedihkan."
Tangan Raja Bal bergerak lembut mengelus pipi Riana. Tapi bukannya merasakan kelembutan itu, yang Riana rasakan sekarang hanyalah rasa ngeri dan takut tak terbayangkan.
Tangan besar itu bergerak halus, hingga akhirnya jatuh ke rambut belakang Riana. Disana dia mulai mengepal, menjambak Riana demi memastikan kalau wajah kuyu gadis itu menghadap sepenuhnya.
Pupil mata Riana bergetar, tangan dan kakinya gemetar halus. Dan ketika netra matanya menatap mata Raja bengis itu, entah kenapa ada desiran dalam hatinya. Dan desiran itu, sama sekali bukan pertanda baik.
Dia melihat kegelapan yang berputar di pupil mata mengerikan itu. Riana menelan ludahnya gentar.
Tangan Raja Bal melepaskan jambakan rambutnya. Tapi nyatanya itu bukan kabar baiknya. Tangan kekar itu mulai turun melalui lehernya dengan gerakan yang teramat pelan. Bulu kuduk Riana seketika merinding. Dia tahu apa yang akan Raja Bal lakukan padanya.
Betapa bejadnya Raja Bal ini. Bagaimana bisa dia menyentuh tubuh gadis yang bahkan belum mencapai usia dua puluh tahun ini?
Riana tahu dengan pasti kalau dirinya berada dalam bahaya. Tapi bahkan dirinya tak bisa bergerak. Apakah karna dirinya ketakutan? Apakah karna dirinya lemah?
Berkali-kali pikirannya menyuruh tubuhnya bergerak. Berkali-kali kata-kata perintah itu terngiang dalam kepalanya. Tapi sama sekali tak ada gerakan yang mampu dihasilkan. Tubuhnya sama sekali tak bisa bergerak.
Sekarang, sebenarnya apa yang ia tunggu? Apa yang ia lakukan? Ingin sekali Riana berteriak pada dirinya sendiri, memangnya apa yang kau harapkan?
Saat tangan jahat itu menyentuh tubuhnya, menyentuh pakaiannya, Riana tahu kalau dia tak bisa mengharapkan siapapun menyelamatkannya. Tidak dengan Dougglas yang terkapar sekarat sekarang, atau ramalan tentang pelindungnya.
Tak ada yang namanya pelindung baginya. Tak ada seorangpun! Ingin Riana mengatakan itu pada dirinya yang begitu lemah.
Detik berikutnya, dia sadar kalau dia hanya sendiri di dunia yang asing ini. Tak ada Mana ataupun Eiji. Hanya dirinya, tanpa Valya atau Lia. Hanya seorang diri tanpa pelindung yang berjanji akan melindunginya.
Dan yang bisa melindunginya kali ini, hanyalah dia sendiri. Lupakan tentang harapan dan segala kebaikannya. Riana berjanji untuk ke depannya, dia lebih memilih menjadi orang jahat dibanding harus hidup terombang ambing tak jelas dan dimanfaatkan begini.
Buku Masa Depan yang menurutnya adalah buku pembawa sial kini tergeletak di sampingnya. Entah kenapa dan bagaimana bisa, seolah memang buku itu tak mau jauh-jauh dari Riana.
Riana dengan cepat mengambil buku tersebut. Lupakan sudah tentang bahaya nyawanya. Tak ada pilihan lain. Riana menyangkal tangan Raja Bal secara cepat dengan sudut bukunya. Membuat sang pemilik tangan buru-buru menarik tangannya yang merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...