Bab 20 : Pengadilan Riana

19 4 0
                                    

Riana menyadari kalau hari esok yang ditunggunya telah tiba jua. Sedari tadi pagi, Riana tak bisa tidur. Dia tak sadar kalau dirinya meringkuk di pojokan sampai pagi hari.

Pada pagi hari itu, pagi-pagi sekali para sipir penjara mendatanginya, menyeretnya keluar dari penjara. Bahkan setelah mengalaminya beberapa kali, Riana selalu tak suka dengan sensasi dipaksa berjalan oleh setiap penjaga yang menyeretnya.

Melewati ruang-ruang sel, melewati pos penjaga dan akhirnya keluar dari komplek penjara. Tapi tak ada sedikitpun udara kebebasan yang Riana rasakan. Yang ada hanya udara dingin yang semakin dingin setiap kali dirinya melangkah. Padahal matahari bersinar cerah hari ini, seolah sama sekali tak peduli pada nasib apa yang akan menimpa Riana. Lorong dan segala ruang yang Riana lewati sebelum akhirnya tiba di ruang pengadilan juga cukup tertutup. Ah.. Riana sadar kalau dirinya gemetaran.

Setelah beberapa lama, Riana berhadapan dengan sebuah pintu ganda besar. Tingginya tak kurang dari empat meter dan lebarnya tak kurang dari tiga meter. Butuh beberapa orang untuk mendorongnya. Pintu megah yang berukiran dengan berbagai bentuk binatang seraya tumbuhan dengan warna emas itu akhirnya terbuka ketika empat orang mendorongnya sekaligus. Sungguh merepotkan, pikir Riana.

Melihat dari hiasan sepanjang jalan yang semakin ramai ketika Riana semakin jauh berjalan dan pintu yang teramat sangat megah namun merepotkan, Riana sudah mendapatkan gambaran kemana dia dibawa pergi. Tidak, sebenarnya dia juga tahu dia akan dibawa kemana dan apa yang akan mereka lakukan terhadap Riana. Sekali lagi buku pusaka itu telah memberi tahu Riana.

"Berlutut!" Kedua penjaga penjara yang mencekal lengan Riana langsung membanting Riana ke lantai. Benar-benar dibanting dengan keras. Riana jatuh tersungkur. Rambutnya yang berantakan sejenak menghalangi pandangannya tentang siapa yang kini duduk jauh dihadapannya. Lututnya sakit, meski dirinya sudah mendarat di karpet tebal berwarna merah yang pastinya mahal.

Riana mengangkat kembali kepalanya, dia menatap orang yang duduk di atas tahkta yang ada di depannya. Jauh di sana, berjarak beberapa meter dari Riana, seolah hendak meningkatkan keamanannya.

Tatapan Riana tajam. Pada orang yang duduk di atas tahta Raja, dia tak takut. Tapi tatapan itu langsung terhapus ketika salah seorang pria berbaju militer rapi menghantamkan kepalanya ke karpet dan menahannya. "Jaga tatapanmu, kau sedang berada di hadapan Raja." desisnya.

Raja Bal, ialah Raja dari Blok Utara. Tentu saja dia adalah musuh Raja Natra, Raja Blok Selatan. Riana menertawakan  nasibnya dalam hati. Dia telah tinggal di Blok Selatan lebih dari dua tahun, tapi melihat Raja Natra saja dia belum pernah. Dan sekarang dia baru beberapa hari di Blok Utara, tapi kini dia sudah berhadapan dengan Raja Bal.

"Namamu Riana?" nada berat itu menggema di seluruh ruangan. Siapapun yang tak terbiasa mendengar suaranya pasti akan merinding dibuatnya. Dia memang seorang raja, suaranya saja mampu membuat takut para pendengarnya.

Riana yang masih kesulitan karna kepalanya masih ditekan ke karpet langsung berseru. "Kalian kurang ajar. Memangnya kalian tidak tahu cara memperlakukan manusia dengan baik?!"

Seketika para tentara memegang pistol, pedang, tombak, atau apapun yang bisa digunakan untuk menyumpal mulut Riana yang menurut mereka sangat tak sopan. Dan penjaga yang menekan kepalanya juga tak kalah dengan yang lain, dia semakin menekan kepala Riana. Kepala Riana pusing, seolah hendak pecah karna tekanan.

Untung saja sang Raja Bal mengangkat tangannya, menghentikan seluruh orang yang hendak melukai Riana. Bahkan penjaga sekarang melepas tangannya dari kepala Riana. Akhirnya Riana benar-benar bisa mengangkat kepala dan meluaskan pandangannya.

Dilihatnya Raja Bal, ternyata dia seorang pria paru baya, usianya empat puluhan mungkin. Dia terlihat sangar di atas tahtanya. Dan di sampingnya, Riana melihat pria dengan kacamata dan buku di tangannya. Riana menganggap pria kurus itu sebagai asisten Raja. Dan tak jauh dari mereka, ialah orang-orang penting Raja. Dan Riana bisa melihat Iodan, gurunya dan Zaganos dalam jajaran orang-orang penting itu. Sang guru menatap datar Riana yang nampak menyedihkan, berbeda sekali dengan Iodan dan Zaganos yang memasang muka khawatir.

Karmalia : Ramalan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang