Riana merasa aneh ketika dirinya berada dalam lokasi yang ia tuju. Yakni markas pasukan militer utara di ibukota Blok Utara. Masalah yang disesalkan Riana kini hanyalah dia kemari bukan sebagai penyusup, melainkan sebagai tahanan. Dan di sinilah ia sekarang, di ruang penjara bawah tanah yang lembab, gelap dan kotor.
Hanya ada sebuah alas tidur di pojok ruangan. Selain itu, ruang gelap dengan lebar empat kali empat itu kosong. Sekosong hati Riana yang baru saja dikhianati orang dari Blok Utara yang dipercayainya, yakni Iodan dan juga gurunya.
"Konyolnya," gumam Riana sembari tersenyum pahit. Dia menertawakan dirinya sendiri. Betapa polosnya dia ketika mempercayai Iodan dan gurunya. Dan betapa tololnya karena dia malah menjawab pertanyaan dari guru Iodan secara jujur. Tahu kalau dirinya akan ditangkap, apakah nasibnya akan lebih baik jika dia melompat saja ke sungai?
Tidak, sepertinya itu pilihan yang buruk. Bagaimanapun mati tenggelam itu tak tampak menyenangkan baginya. Malah terasa sangat menyakitkan.
Lalu sekarang apa? Batinnya pada dirinya sendiri. Dia jelas tak bisa kabur, tidak dengan para penjaga yang berjaga di luar sana. Lagipula ini sudah ada di ibukota. Keamanan penjara ini sudah tak perlu lagi diragukan. Banyak penjaga yang setiap waktunya mengintai Riana membuatnya tak bisa melarikan diri. Apalagi ditambah dengan tak ada niatan kuat di hatinya untuk melarikan diri. Itu jelas memperburuk semuanya.
Dan didapati dirinya ternyata sedang menunggu esok hari. Esok hari adalah hari dimana dia diadili. Langsung oleh Raja dari Blok Utara sendiri, Raja Bal. Dan mungkin esok lusa adalah hari eksekusinya. Riana sendiri ragu kalau sang Raja akan memberinya pengampunan. Bagaimanapun, yang jelas hukuman yang akan Riana dapatkan adalah hukuman mati.
Setelah melihat kembali ke belakang, Riana menyadari dirinya sudah terlampau lama tinggal di dunia ini. Hampir dua setengah tahun adalah waktu yang ia habiskan. Walaupun ia sama sekali tak tumbuh, dia masih saja menghitung waktunya.
Dan waktu yang lama itu telah memberikan luka yang cukup dalam bagi gadis asal dunia bernama Bumi itu. Riana pernah kehilangan temannya sendiri, yakni Lia. Dia diperintahkan Jendral yang sudah lumayan ia percaya untuk membunuh kakak temannya, yakni Zaganos. Di tengah itu semua, dia mengenal Valya sebagai asisten yang selalu membantunya meski pada akhirnya dia juga kehilangan Valya. Qolbu membencinya, seolah ada hal salah yang Riana lakukan. Dan Mia serta Nia, mereka berdua tak lebih dari sekedar pelayan yang Douglass kirim demi menjaga Riana. Mereka bagai rantai yang mengikat Riana. Hanya sebanyak itu orang orang yang Riana temui. Akh... Ada lagi Iodan dan gurunya. Orang yang bersikap baik padanya, tapi diam diam mengkhianati dan menjebloskannya ke dalam ruang pengap ini. Di antara kesemuanya, dia tak menemukan adanya orang normal. Orang yang bersedia menolongnya sekarang.
Baik Lia maupun Valya adalah orang yang paling Riana percayai. Tapi bahkan orang orang itu tak lagi berada di dunia ini. Apakah memang benar hukum bahwa orang baik selalu mati lebih dulu? Dia jelas tak lagi mengharapkan pertolongan Douglass yang telah secara kejam membuangnya ke Blok Utara. Dan mengharapkan bantuan Zaganos? Entahlah, mengetahui dia tak membenci Riana saja membuat hati Riana tak enak. Apalagi menerima bantuan darinya. Dan benar saja, bahkan setelah seharian mendekam di ruang gelap dengan sel yang mengurungnya, Riana tiada mendapati tamunya yang bernama Zaganos.
Dan di tengah kegiatan melamunnya, samar-samar ia bisa mendengar bunyi langkah kaki. Riana menajamkan pendengarannya, langkah kaki itu semakin lama semakin keras dan jelas. Dan setelah sekian detik, dia yakin kalau langkah kaki itu menuju selnya. Apakah akan ada orang yang datang? Atau dia hanya penjaga penjara biasa? pikir Riana dalam hati.
Dan bunyi langkah itu disusul suara percakapan. Seperti dua orang yang berdebat. Riana fokus, menguping percakapan sebisanya.
"Biarkan aku menemuinya!" ucap sebuah suara dengan nada kesal dan gusar. Riana mengenali suara siapa itu. Itu adalah suara Iodan, pengkhianat yang baru-baru ini mengkhianati Riana. Jelas salah satu pemilik suara langkah itu adalah Iodan. Dan entah kenapa Riana tahu kalau dia yang dimaksud adalah Riana sendiri. Tapi kenapa Iodan terdengar begitu jengkel?
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...