Pertama kali melihat gadis itu, sama sekali Eiji tak merasa tertarik. Baginya, hal yang bisa menarik perhatiannya hanyalah tentang balas dendamnya. Balas dendam kepada orang yang sangat dibencinya bahkan sampai ke keturunannya. Balas dendamnya terhadap pemegang buku Masa Depan.
Dan baginya, Riana yang saat itu berumur lima tahun hanyalah sekedar gadis kecil semata. Gadis kecil yang sayangnya telah dibuang ibunya, tak jauh beda dengan para pemilik Buku Masa Depan sebelumnya.
Tapi semuanya berubah lantaran dengan berani-beraninya Riana menghadang langkahnya. Dan jujur saja, yang Eiji rasakan saat itu ada perasaan menggelitik dalam hatinya. Rasa yang sangat-sangat tak nyaman. Rasanya seperti jiwa psikopatnya bangkit, dan dia ingin sekali membuat gadis itu menangis. Dia ingin membuatnya hancur karna kehilangan harapan.
Dan sayangnya Eiji benar-benar berhasil mematahkan harapan gadis itu. Jadi takkala dirinya bertemu dengan ibu Riana alias pemilik Buku Masa Depan terdahulu, Riana berdiri di luar rumah dengan butiran hujan deras yang menyiram rambutnya. Dengan tubuh lemahnya, dia tertatih melangkah pulang setelah sekian lama.
Ketika Eiji telah selesai urusan dengan ibunya Riana, dia kembali melangkah di bawah guyuran hujan. Ketika dia melewati jalan yang sama, tak ia dapati Riana yang seharusnya berdiri menunggu. Jadi dia membalik tubuhnya, dan kembali ke rumah itu. Dan tak perlu ditanya lagi, Eiji tahu dimana dia tepatnya bisa menemukan gadis kecil yang kini sedang memandangnya dari jendela besar lantai dua.
"Kau tahu, kau cukup berani untuk ukuran bocah kecil karna berani melanggar perintahku," Eiji berkata datar sambil memasuki salah satu kamar di lantai dua tempat dimana Riana tadi memandanginya dari jauh. Eiji yang sekujur tubuhnya basah seenaknya saja menyelonong masuk. Gadis kecil berhanduk itu langsung menoleh ke arah Eiji dan berlari menyambar handuk di lemari.
"Jangan hujan-hujanan," kata Riana tulus ketika dia mulai menghanduki rambut pemuda yang kini sedang duduk diam di kasurnya. Eiji yang baru saja menjatuhkan pantatnya tentu saja tidak percaya. Bagaimana bisa Riana kecil ini berpikir untuk membantu dirinya? Di saat dia sendiri juga masih menyampirkan handuk di kepalanya yang basah?
"Kata Bibi, kita harus berbuat baik pada orang lain. Bahkan termasuk orang yang jahat pada kita...." Riana berkata pelan sembari mengelap rambut Eiji yang basah. Dia membawa dua handuk, satu untuk tubuh Eiji satu lagi untuk rambutnya. Tentu saja itu tak terhitung handuk di tubuhnya.
Hanya keheningan yang selanjutnya menguasai keadaan. Riana diam, seolah tidak dendam sama sekali saat Eiji tadi membuatnya menangis. Lalu Eiji juga tak membuka mulutnya. Alih-alih merasa jijik atau jengkel, dia malah terlihat menikmati sapuan halus di rambutnya.
Gadis itu, alias Riana sudah terlalu lelah. Dia sudah berulangkali menghadapi situasi yang menghancurkan hatinya. Dan walaupun dia menangis, juga tak akan ada yang peduli. Makanya dia bertindak biasa saja. Entahlah, mungkin hanya saat dia dewasa dan mengerti segalanya dia akan sadar kalau perasaannya sudah tak normal.
Setelah hari itu, setiap sebulan sekali, Eiji datang. Ada kalanya Riana sedang sendiri, atau dia sedang bermain bersama Mana, adiknya. Dan saat bersama Mana, biasanya pemuda itu akan menyihir kecil dirinya. Membuatnya terlihat kecil, dua tahun lebih tua dari Riana.
"Kau tahu, kau sangat menyayangi adikmu," ujar Eiji suatu hari. Hari itu hanya dia dan Riana di kamar lantai dua. Dari hari ke hari dimana Eiji mengamati Riana, didapatlah satu fakta kalau gadis itu teramat sangat menyayangi adiknya. Dan selama hidup Eiji yang panjang ini, tak pernah dia dapati seorang kakak yang begitu menyayangi adiknya.
"Dia adikku," betul sudah tebakan di otak Eiji. Gadis di depannya memang benar-benar menyayangi Mana hanya karna dia adalah adiknya. "Setiap kakak sudah seharusnya menyayangi adiknya bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...