Riana sadar kalau dia sudah tak bisa kabur. Tak ada lagi waktu. Buku itu sudah mengatakannya pada Riana, bahwa dia akan dibakar tanpa sedikitpun datangnya keajaiban. Jadi yang dia katakan kemarin hanya gertakan, begitu juga firasat Iodan.
Kali ini para sipir tak menghampirinya di pagi hari. Sengaja betul mereka menjatuhkan Riana ke dalam lubang ketakutan dan keputusan asaan. Hingga setelah matahari bersinar agak terik, kedua sipir yang sudah mengenal dan dikenal Riana membuka pintu sel penjara.
Bedanya tak seperti kemarin, sekarang Riana ketambahan penjaga baru. Dan sayangnya penjaga itu bukan orang yang Riana ingin temui untuk saat ini.
"Hallo Riana," Zaganos menyapanya seolah benar mereka adalah teman. Riana mengacuhkannya, dia tak bisa memaafkan apa yang Zaganos katakan kemarin. "Kau sama sekali tak menjawab sapaanku, apakah kau marah padaku?"
Sekarang mereka berjalan di lorong. Dua penjaga yang dikenal Riana kini menjagal kedua lengannya, tak membiarkan Riana kabur. Sementara itu, Zaganos berjalan di belakang mereka.
Riana kembali tak menjawabnya. Dia berjalan dalam diam, mengacuhkan orang yang pernah menjadi temannya itu. Pernah, yah setidaknya pernah.
"Ini demi kebaikanmu, Riana."
Rasanya Riana ingin meludahi Zaganos. "Ya, demi kebaikanku. Dan itu membuatku semakin menderita. Kebaikan yang kau maksud adalah penderitaan bukan?"
Tak tahan Riana berbicara, dia berujar kesal. Niatnya untuk tetap mendiamkan Zaganos entah hilang kemana.
"Jujur saja, Zaganos. Kau masih dendam padaku 'kan?" Riana menelan ludah. Ini tak baik. Kemarahan menguasai hatinya. Dan Riana sama sekali tak bisa menghentikannya. Riana ingin berhenti sebenarnya, bukankah dia sudah berjanji akan mendiamkan Zaganos yang mengkhianatinya? "Karna aku tak bisa melindungi adikmu, karna akulah penyebab kematian Lia."
Semalaman ini Riana selalu merenungkannya. Apa alasan Zaganos mengkhianatinya. Kenapa? Apakah Zaganos merencanakan ini dari awal?
Dan sebenarnya jawabannya cukup jelas. Riana adalah penyebab Lia mati. Dia menyeret Lia ke tempat kematiannya. Untuk orang normal, tak akan ada yang memaafkannya, pikir Riana. Jadi sangat tak masuk akal kalau Zaganos bahkan tak dendam padanya.
Keempat orang itu terus berjalan, akhirnya mereka telah keluar dari komplek penjara. Dan sekarang Riana menaiki kereta kuda dengan gerbong isi empat orang. Zaganos duduk di hadapan Riana yang memang duduk divsebelah jendela. Di sebelah Riana ada penjaga, pun sama dengan sebelah Zaganos.
Riana memperhatikan ke luar jendela, pemandangan menyambut matanya. Hilang-pergi ketika kereta itu semakin cepat melaju. Dirinya termenung. Memikirkan sesuatu dalam keheningan.
Sebenarnya tak tepat kalau Zaganos dikatakan mengkhianatinya. Bagaimanapun, dilihat dari mana pun Riana lah yang pertama mengkhianati dan menghancurkan mereka. Tertera langsung dari misi Riana yakni membunuh Zaganos. Kedatangannya kemari sudah termasuk mengkhianati Zaganos sendiri. Jadi Riana memang tak berhak menghakimi Zaganos dengan dalih mengkhianatinya.
Hanya saja hatinya sakit. Entah kenapa hatinya sakit.
"Kau datang kemari untuk membunuhku, bukan?" tanya Zaganos sambil sama-sama menatap pemandangan yang ada di luar. Hilang-timbul seperti perasaan yang ada di hatinya saat ini. "Kau yang mengkhianatiku duluan, bukan?"
Ada nada terluka dalam suara Zaganos. Riana tak menyangkalnya. Dia juga tahu hal itu. Sebenarnya ingin rasanya Zaganos bertanya pada Riana, kenapa dia menerima perintah Douglass dan berniat membunuhnya. Tapi sedetik setelah dia kembali melihat Riana, Zaganos tahu kalau Riana tak punya pilihan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karmalia : Ramalan Takdir
FantasySemuanya menjadi kacau ketika hari ulang tahun Riana yang ke empat belas. Sakit yang hampir saja merenggut jiwa dan kesadarannya menbuatnya berhalusinasi bahwa dirinya benar benar tak waras saat itu juga. Memangnya siapa yang akan menyangka kalau Ri...